HERA [2]

11.7K 424 2
                                    

Ya ampuuuun! Gawat, gawat, gawaaaaaaaaaaaaat!!! Aku telat ngampus hari ini. Huwaaaa, mana dosennya galak lagi. Hiks...
Memang jam weker sialan, tapi sebenarnya sih memang salahku, sudah lama jam weker itu harus diganti sedangkan akunya terus menunda-nunda untuk menggantinya.

Dengan kecepatan kilat aku berangsur ke kamar mandi dan menjalankan ritual mandi koboiku kalau telat bangun. Akhirnya, proses mandi ini hanya menghabiskan waktu dua menit kemudian aku langsung berpakaian serta mengambil perlengkapan kuliahku dan kembali berlari secepat kilat menuju garasi.

"Heraaa, sarapan dulu sayang!" suara bunda memanggil dari arah dapur.

"Nanti aku sarapan di kampus aja Bun, udah telat nih!" jawabku. Tanpa mau berlama-lama lagi, aku masuk ke dalam mobil dan melajukan mobil menuju kampus.

Aku Jocelyn Hera Ariana, panggil saja Hera. Aku seorang mahasiswi jurusan pendidikan Bahasa Indonesia. Dari dulu aku memang menyukai pelajaran ini, sebenarnya sih lebih ke bidang sastranya, tapi karena ayah melarangku untuk mengambil jurusan Sastra Indonesia dengan alasan selesai kuliah nanti akan jadi apa, akhirnya aku mengambil jurusan pendidikan Bahasa Indonesia yang bisa membawaku menjadi seorang guru Bahasa Indonesia. Aku anak kedua dari tiga bersaudara. Abangku yang tampan bernama Irdan Hanafi Ariansyah, seorang teknisi profesional di salah satu maskapai penerbangan Indonesia. Ia sudah menikah dengan kakak iparku yaitu, Mbak Isya, dan memiliki tiga anak, dengan anak pertama yang bernama Irfan, sementara anak kedua mereka adalah pasangan kembar yaitu Idzar dan Iza. Lalu ada adikku yang bernama Keano Hilman Ariansyah, yang sedang galau-galaunya menghadapi ujian nasional.

Mobilku sudah terparkir dengan rapi di parkiran kampus. Aku pun langsung berlari menuju kelas sambil berdoa semoga dosen belum ada di kelas, tapi sepertinya doaku belum diijabah karena aku lihat pintu kelas yang sudah ditutup. Sudah pasti Pak Rus sudah ada di dalam. Dengan hati yang aku sok-sok kuatkan, aku mengetuk pintu dan membukanya setelah mendapat izin dari suara orang di dalam. Begitu aku masuk dengan penampilan mahasiswi, Pak Rusdi langsung memicingkan matanya.

"Kamu di kelas ini?" tanyanya dengan suara tak suka.

"I.... iya Pak." Jawabku ragu dan takut.

"Tutup pintu dari luar sekarang juga!" tiba-tiba suaranya berubah menjadi membahana yang membuatku langsung menurutinya tanpa mau memperpanjang masalah.

Aku berjalan sambil menggerutu, kalau tau akan ditolak ikut belajar, lebih baik aku sarapan di rumah saja. Lumayan kan buat menghemat uang jajan.

BUK...

Wah, suara apatuh? Kok lenganku agak sakit ya? Aku menunduk ke arah lantai. Itu buku siapa yang beserakan? Kemudian muncul sebuah tangan yang mulai merapikan buku-buku yang berjatuhan itu. Aku menelusuri tangan itu sampai ketika aku mengangkat kepala dan mendapati seorang dosen yang sedang mengumpulkan buku-buku tersebut. Setelah menyadari apa yang baru saja aku perbuat, aku langsung membantunya merapikan buku-bukunya.

"Ng... Ma... Saya mohon maaf atas kecerobohan saya." Pintaku ragu-ragu kepadanya.

Dia hanya menatapku sejenak kemudian berlalu begitu saja tanpa mengucapkan kata apapun. Bikin takut dan agak kesal ya...

- - - - - - - - - - - - - - - - - - -

"Heraaaaaaaaaa!"

Uhuk! Uhuk! Ya ampunnnnn. Aku kan sedang makan, suara itu mengganggu saja sih. Aku sampai tersedak gini kan. Terburu-buru aku meminum air yang memang kubeli untuk menemani aku makan bakso ini dengan perlahan. Beberapa saat kemudian, aku merasakan seseorang sudah duduk di sebelahku.

"Hai ceweee! Cieee tadi dimarahin Pak Rus yaaa?" sapaan sekaligus ledekan dilontarkan gadis di sebelahku ini.

"Selamat Pagi Shil!!" Balasku kesal.

Ashilla Marendra Dinata. Sahabatku sejak kecil. Entah kenapa cewek satu ini selalu satu sekolah denganku. Mungkin efek dari kesukaan kita yang nyaris semua sama.

"Daritadi lo di sini nih?" tanyanya.

"Menurut lo ajalah," jawabku. Shilla hanya tertawa menanggapinya. "Mau ngapain lo ke sini?" tanyaku malas.

"Ih... Hera gitu amat..." Rajuknya.

"Bodo ah, mau ngapain?"

"Tadi Pak Rus ngasih tugas buat cari puisi kontemporer, perkelas satu bundel gitu. Diliat dari perpus, jadi gue mau ajak lo ke perpus."

"Cari dari internet aja."

"Kata dia disertai foto bukti kita dan buku yang kita lihat."

"Ih nyusahin aja deh itu Bapak, udah mau UAS juga!"

"Ya udah sih sabar Ra, tinggal dua semester lagi kita lulus."

Mau tak mau aku mengikuti Shilla ke perpustakaan khusus milik fakultas Bahasa dan Sastra, sambil sebelumnya  menghabiskan baksoku yang sempat membuatku tersedak.

- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

Aku meneliti lemari buku yang ada di depanku ini, mencari kumpulan buku puisi karya Sutardji Calzoum Bachri yang aku idolakan itu. Sekarang aku ada di perpustakaan bersama Shilla yang berada tepat di sebelahku.

Aha, ketemu. Aku meraih buku itu dan mulai membukanya, mencari halaman buku yang berisikan puisi karangannya yang sudah sangat ku hapal di luar kepala. Yap, ketemu. Sambil tersenyum kegirangan, aku mengeluarkan ponsel dan meminta Shilla untuk memotretku.

"Hah, lo udah dapat?" tanya Shilla bingung. Aku mengangguk. "Pantesan.... Luka-nya Sutardji yang lo cari..." Katanya sedikit sebal.

"Ya udah sih, puisi kontemporer kan ini. Udah buruan ah, keburu puisi gue diambil orang."

Dengan dongkol Shilla memotretku, kemudian aku kembali mengambil ponselku dan melihat potret yang tadi diambil Shilla. "Wah bagus, kirim ke siapa nih?"

"Kirim ke Ryan gih, kasih format juga judul puisi apa dan karangan siapa yang lo pilih."

"Oke." Jawabku sambil mulai mengutak-atik ponsel, sementara Shilla kembali mencari buku kumpulan puisi kontemporer karangan Taufik Ismail.

Sip. Selesai sudah tugasku. Aku kembali meletakkan buku yang  tadi kuambil dan membantu Shilla mencari buku yang sedang dicarinya. Ketika sedang mencari, aku melihat ke arah tempat dimana pustakawan bekerja, di sana ada seorang dosen yang tadi aku tabrak! Sialnya, di saat aku masih memandang ke arah sana, dia menoleh ke arahku, membuat mata kami bertemu. Dengan pandangan datar dan dingin ia memandang, lalu membuang pandangannya dan berjalan keluar dari perpustakaan.

"Shil! Shil!" panggilku cepat. Shilla menoleh. "Itu siapa sih yang baru mau keluar dari sini?" tanyaku sedikit menunjuk.

Shilla mulai mencari dan menemukan orang yang kumaksud. "Lo gak kenal?" tanyanya kaget.

"Ye! Kalau gue kenal ngapain gue tanya sama lo." Semburku malas.

"Iih ya udah biasa aja!" sungutnya. "Itu Pak Leo, dia yang akan ngajarin kita di matkul kajian dan apresiasi drama juga pengembangan media pembelajaran dan materi ajar berbasis TI." Jelas Shilla.

"Kita nanti ketemu sama dia?"

"Iyalah, kalau beruntung mah bisa jadi anak bimbingannya dia buat selesaiin skripsi," kata Shilla. Aku hanya bisa melongo. "Kenapa sih?" tanyanya heran.

"Dia kan serem ya..."

"Bukan serem, tapi cuma dingin aja. Tapi kan ganteng tau!"

- - - - - - - - - - - - - - - - - -

FortunatelyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang