HERA [4]

7.4K 379 2
                                    

Itu...... Itu dosen yang waktu itu aku tabrak kan?! Kenapa dia bisa ada di rumahku? Kenapa?! Itu juga, Iza ngapain dipangku sama dosen serem itu sih? Huhu, keponakanku sini kamu sama Tante aja Nak, nanti kamu dimakan sama Om itu.

"Kalian saling kenal?" tiba-tiba bunda bertanya.

Aku hanya bisa menggaruk tengkukku yang sama sekali tidak gatal. Mau bilang kenal juga aku dan dia tidak saling mengenal, mau bilang gak kenal tapi dia dosen di kampus. Bisa-bisa nilaiku kacau nanti.

"Kebetulan Leo dosen di jurusan anak Tante." Laki-laki itu menjawab. Ya ampun! Berarti dia mengenalku!!

"Benar Ra?" tanya Bang Irdan tiba-tiba.

Mau tak mau aku mengangguk dan Bang Irdan malah tertawa geli.

"Bagus kalau kalian sudah kenal," kata bunda sambil ikut tersenyum. "Duduk dulu sini Ra." Suruh bunda sambil menepuk tempat kosong di sebelahnya.

"Hera kuliah di jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia?" tanya Tante Nat.

Aku nyengir sambil mengangguk. "Iya Tante, udah mau semester tujuh."

"Gimana Hera kalau di kelas Yo?" tanya bunda kepada Pak Leo.

Ia tersenyum kepada bunda, "Saya belum mengajar Hera Tante, mungkin kalau dia sudah semester tujuh nanti."

Bisa senyum juga ya dia.

"Om Eyo...." Panggil Iza sambil menarik-narik kemeja Pak Leo.

Semua memandang Iza, termasuk aku dan Pak Leo. "Ada apa Iza?" tanya Pak Leo.

"Om Eyo, jadi Om Ija aja ya... Bial Ija bica maen ama Om Eyo teyus." Kata bocah kecil itu yang langsung membuat aku melongo dan Pak Leo terdiam.

Seluruh orang di ruangan itu terdiam memandang Iza, tapi tak berapa lama Bang Irdan angkat bicara. "Iza mau Om Leo jadi Om-nya Iza?" tanyanya lembut.

 Iza mengangguk, "Iya Ayah, Bang Ijal ama Bang Ilfan juga pasti mau." Katanya lagi.

"Iya Ayah! Abang mauuu!" tiba-tiba Irfan menyahut sambil mengangguk-angguk dengan senyuman di bibirnya.

Bang Irdan terkekeh, melirikku sekilas dan kembali kepada anaknya tercinta, Iza.

"Ya udah, Iza bilang sama Tante Hera gih. Bilang kalau Iza mau Om Leo jadi Om-nya Iza." Suruh Bang Irdan.

"Nte! Nte! Nte!" panggil Iza antusias kepadaku. "Ija au Om Eyo jadi Om-nya Ija, jadi ental Ija bica maen ma Om ama Nte! Ya Nte?!!"

"Iya Iza, nanti Om jadi Om-nya Iza kok..."

- - - - - - - - - - - - - - - - - -

Makan malam sudah usai. Aku pusing. Pusing bukan main. Gara-gara Pak Leo menjawab hal yang tidak-tidak hanya untuk membahagiakan Iza, membuat bunda dan Tante Nat malah menganggap serius ucapannya. Dia juga yang tidak memberikan klarifikasi atas ucapannya. Mungkin sih gara-gara Iza yang terus nempel di dekatnya. Tapi kan, duuuuh, masa sih serius, itu kan cuma ucapan untuk menyenangkan anak kecil kok, gak lebihhhhh.

"Sepertinya lebih baik kalau direalisasikan, mereka berdua sepertinya cocok, anak kecil biasanya selalu benar." Tutur bunda.

Ya ampun...... Kenapa mereka jadi terpengaruh sama anak Bang Irdan itu sih?! Ini pula Pak Leo, gak ada omongan membantah ucapannya. Jangan sampai hanya gara-gara kejadian gak jelas ini hidupku jadi gak tenang.

"Mungkin bisa kita bicarakan lagi, saya juga merasa senang karena Iza sudah membuka pikiran saya dengan lebar," ucap Tante Nat. "Semoga bisa terealisasi ya."

Kulihat Pak Leo hanya memandang bunda dan Tante Nat tanpa ingin menjelaskan apapun. Kenapa kamu bisa setenang itu sementara aku di sini sedang pusing gara-gara bunda dan Tante Nat menganggapnya serius?!

"Ya sudah, kami berdua pamit pulang ya. Nanti kita bicarakan lagi ya Dir, tentang masalah ini." Tante Nat beranjak berdiri diikuti dengan bunda, mereka berdua bercipika-cipiki ria, sementara Pak Leo hanya berdiri di belakang Tante Nat.

"Terima kasih ya Leo sudah mau datang ke sini, Tante harap kamu benar-benar bisa menjadi Om-nya Iza." Ucap bunda saat Pak Leo sedang menyalaminya. Lihat! Lagi-lagi ia hanya tersenyum dan tidak menjelaskan apa-apa.

Sumpah demi apapun, aku kesal sekali hari ini!!!

- - - - - - - - - - - - - -

"Nte! Nte! Om Eyo balik lagi kan ke cini?" gadis kecil di sebelahku ini menarik-narik ujung bajuku sambil bertanya dengan nada merajuk.

"Gak tau!" jawabku ketus.

Aku gondok setengah mati sama anak kecil ini. Oke aku menganggapnya lucu dulu, tapi sekarang, gara-gara permintaan anehnya aku jadi tidak tenang. Hem, bukan sepenuhnya salah Iza sih, ini juga ada dukungan dari Ayahnya yang ngeselin itu!!

"Ketus amat jawab pertanyaan anak gue. Mau mewek kan jadinya dia," komentar Bang Irdan, ia menenangkan Iza yang matanya sudah berkaca-kaca. Duh, gak tega sih liat Iza. Tapi kan lagi kesal. Iza maafkan Tantemu ini ya Nak.

"Kalau bukan karena anak gue lo bakal susah dapat jodoh tau!" celetuk Bang Irdan lagi.

Aku menatapnya sebal. "Apaan sih Bang Irdan! Tadi dia bercanda tau, Bunda aja yang anggapnya beneran!"

"Kata siapa? Emang tadi dia ada klarifikasi kalau dia bercanda?"

"Kan jelas aja dia gamau bikin Iza nangis!"

"Sok tau kamu, bisa aja kan dia tadi datang sama Tante Nat memang ingin lihat kamu, kalau ternyata dia memang niat gitu ke kamu gimana?"

"Aku gak mau! Dia tua banget dan dia dosen aku!!!"

Tiba-tiba Mbak Isya menghampiriku dan duduk di sampingku. "Lho Ra, dia kayaknya gak tua-tua amat. Malah lebih tua Abang kamu. Terus apa masalahnya kalau dia dosen kamu?"

"Tau Ra, kalau udah jodoh kan enggak bakal kemana."

- - - - - - - - - - - - - - -

FortunatelyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang