LEO [17]

5.4K 347 6
                                    

Aku menatap tajam pemandangan yang tersaji tepat di depanku ini. Mereka melakukan hal tersebut di tempat yang salah.

Pertama. Ini adalah tempat umum.

Kedua. Ini adalah jalanan.

Ketiga. Sirine mobil polisi menjadi latar adegan mereka.

Keempat. Aku ada di sini.

"Ada apa ini?" Aku mengulang pertanyaanku. Membuat dua insan yang ada di depanku berdiri.

Aku terus menatap mereka, anak laki-laki itu membantu gadis yang ada di sebelahnya, gadis yang di wajahnya tercetak jelas rona merah yang terlihat begitu nyeri apabila di sentuh. Aku menanjamkan tatapanku kepada mereka, ah tidak, lebih khusus kepada anak laki-laki yang dengan leluasanya menyentuh gadis yang ada di sebelahnya. Gadis itu Hera, istriku, ya, dia istriku.

"Terima kasih untuk Nak Althaf yang sudah mau melapor kepada kami. Mereka memang buronan yang sedang dicari-cari oleh kami. Mereka adalah sindikat penculikan, pemerkosaan, serta pembunuhan. Kami turut prihatin dengan kejadian yang menimpa pacar anda, tapi bersyukurlah, pacar anda tidak sampai menjadi korban seperti korban-korban sebelumnya." Seorang polisi menghampiri anak laki-laki itu. Ucapannya terdengar jelas di telingaku. Bocah itu mengakui istriku sebagai pacarnya.

"Sama-sama Pak." Jawabnya dengan senyuman.

"Tunggu Pak." Aku menahan polisi itu sebelum ia pergi.

"Ya Pak? Ada yang bisa saya bantu?"

"Apa ada komplotan lain, selain orang-orang yang sudah ditangkap itu?"

"Sejauh ini, komplotan mereka beberapa sudah ada yang tertangkap. Dan yang kami tahu, hanya mereka yang belum tertangkap. Kalau boleh tau Bapak ini siapa?"

"Oh, saya dosen di sini. Saya boleh minta tolong kepada Bapak dan rekan-rekan?"

"Selama itu masih terjangkau oleh kemampuan kami, kami siap membantu."

"Untuk seminggu ini, bisa Bapak dan tim memantau daerah sini? Hanya untuk memastikan keaman dan keselamat mahasiswa kami. Saya juga akan berbicara kepada rektor untuk meningkatkan keamaan dari pihak kampus kami. Mungkin nanti Bapak bisa bekerja sama dengan tim keamanan kami."

"Baiklah kalau begitu, saya akan menunjuk tim saya setelah kami memproses lima orang tersangka itu."

"Boleh saya minta nomer yang bisa saya hubungi?"

Polisi itu menyebutkan nomer yang bisa aku hubungi untuk mengurus peningkatan keamaan di wilayah sekitar kampus. Usai itu, ia pamit kepadaku dan kepada murid-muridku ini. Selepas itu, aku kembali mengalihkan perhatianku kepada dua orang yang dari awal menjadi perhatianku. Sudah tak ada lagi pelukan di antara mereka.

Aku berjalan mendekat ke arah mereka. Merangkul Hera dan menariknya pelan agar menjauh dari bocah itu.

"Saya berterima kasih kepada kalian semua yang telah menolong gadis ini. Tapi saya rasa pertolongan kalian cukup sampai di sini."

"Bapak siapanya Kak Riana sih?" Bocah yang tadi bersama Hera mengangkat suara. Apa? Siapa Riana?

"Apa maksud kamu?"

"Ya Bapak siapanya Kak Riana? Kok tiba-tiba ikut campur urusan Kak Riana."

Oh aku mengerti. Riana ya. Itu panggilan sayang?

"Apa urusan kamu?"

"Jelas urusan saya, Kak Riana pacar saya. Bapak gak berhak ikut campur urusan kami."

Apa. Pacarnya? Hai bocah, aku yang lebih berstatus halal dengan gadis ini daripada kau.

"Bukan urusan saya kalau kamu pacarnya. Saya pamit. Permisi."

FortunatelyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang