LEO [31]

5.4K 292 8
                                    

Enjoy!

- - - - -

Tidak bisa kuterima secara akal sehat, bagaimana istriku bisa mengatakan hal seperti itu. Meragukan perasaanku yang bahkan sudah sangat jelas aku nyatakan kepadanya. Semua perkataannya tadi, entahlah, rasanya membuat sudut hatiku terasa sakit.

Aku pikir kami sudah saling mencintai, nyatanya belum, tentu saja bukan aku tapi istriku yang membuatnya menjadi belum sempurna. Sudah sejak lama aku jatuh hati pada istriku itu tapi yah sekali lagi, hatiku sakit ketika sadar ia belum sepenuhnya menjadi milikku.

"Kak Yo bengong aja?" Suara seorang wanita menyadarkanku bahwa aku sedang berada di dalam keramaian.

"Ah maaf Hinata," jawabku. Ayo fokus Leo, jangan sampai terlihat ada masalah. "Ron di mana?"

"Tadi katanya mau ke toilet dulu."

Aku menyandarkan tubuh ke sandaran kursi, lalu mengedarkan pandangan ke arah luar yang dibatasi oleh kaca. Lampu-lampu terlihat gemerlap, para wanita dan lelaki saling bergerak mengikuti irama yang diputar oleh disk jockey. Huh, kalau bukan karena permintaan teman-temanku, aku tidak akan ke sini.

"Wah Hinata, apa kabar?" Suara Eros membuatku mengalihkan pandangan ke arahnya. Ia mengenakan kemeja biru berbahan sutranya, dasar om-om necis.

"Jangan genit Ros." cibirku ketika ia dan Hinata sedang berpelukan melepas rindu.

"Sirik aja sih lo." komentar Eros.

Ternyata di belakang Eros ada Oldy yang entah kenapa memakai kacamata hitam.

"Lo kenapa Dy?" tanyaku heran. Hinata juga ikut menatap Oldy heran.

"Di sini tempat maksiat, Lyn ngelarang gue untuk lihat yang kaya gini." jawab Oldy sekenanya. Ia memilih duduk di sebelah Hinata.

"Kok aneh-aneh aja sih Kak Dy," Hinata menggeleng-gelengkan kepalanya, sedangkan Oldy memberikan sebuah cengiran. "Apa kabarnya Kak Lyn?"

"Dia selalu cantik."

Eros menyikut lengan Oldy. "Ditanyanya kabar."

Oldy tidak mengubris. "Ron mana?"

"Ada apa ya tuan pianis?"

Kami berempat serempak menoleh dan mendapati Ron yang berdiri dengan sebuah jaket kulit yang disampirkan di bahu.

"Gila man! Gue kangen sama lo!"

Kami berempat, aku dan ketiga lelaki ini, merapat dan memeluk satu sama lain. Ron ini teman kami juga, dia lah yang paling muda di antara kami. Dia baru saja menyelesaikan studinya di Jepang dan itu membuat kami sangat rindu karena ia tidak pulang-pulang.

"Udah ah, gue jijik lama-lama dipeluk sama rombongan om-om gini." katanya seraya melepaskan pelukan kami.

"Sialan!" umpatku ketika mendengar ejekannya.

Ron hanya menyambutnya dengan tawa.

"Kalian cuma kangen sama Ron? Sama aku engga?" Hinata membuka suaranya.

"Kalau kami kangen kamu nanti ada yang marah." jawab Eros diselingi tawa.

- - - - -

"Jadi semua urusan lo di Jepang udah selesai semua?" tanya Oldy sambil memakan steak yang dipesannya.

Yah kuakui status Oldy sebagai pianis terkenal sangat membantu, lihat saja sekarang, kami sedang duduk di dalam restauran di hotel bintang lima yang tiga puluh menit tadi penuh dengan pengunjung. Agar kami semua bisa makan di sini, Oldy hanya perlu bertatap muka dengan manajer restauran dan hasilnya kami semua bisa duduk di dalam ruangan VIP ini dalam waktu yang singkat.

FortunatelyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang