Garam dan Merica

384 109 9
                                    

"Masalah terbesar dia—mungkin band indie-nya yang hampir bubar? Ah, dia juga terancam di pecat dari kedai ini karena sering kabur dari shift kerja. Itu saja yang aku tahu—secara personal, aku dan dia tidak kenal terlalu dekat."

"Masalah lain? Yang ada kaitannya dengan kau—mungkin?"

"Seperti yang kalian lihat sendiri: karena terlalu ambisius, dia jadi sering menghina. Bohong rasanya kalau aku bilang tidak pernah ambil hati, tapi kami tidak pernah bertengkar kok! Hubungan kami baik-baik saja. Hmmm—dan beban kerja sih. Setiap kali dia minggat, aku jadi tidak punya rekan satu shift, kan? Jadinya aku harus bekerja lebih keras menutupi kinerja dia. Suatu waktu memang mudah mengikhlaskan, tapi kadang dongkol juga kalau kedai sedang ramai."

"Oh, kalau motifnya hanya begitu—tentu tidak cukup kuat untuk kau membunuh dia, bukan?"

Roni tidak langsung menjawab. Matanya terkunci pada Naufal yang keluar dari dalam toilet beriring Adyth. Meski sekilas, ia yang tadi tersenyum, mendadak terkunci serius seperti punya pikiran besar dalam kepala. Perubahan ini tentu disadari oleh Aji; matanya yang tajam tidak hanya bermanfaat untuk melihat benda jauh, semua yang bergerak cepat pun bisa ia lihat dengan jelas, termasuklah microexpression di wajah manusia yang mungkin hanya muncul sepersekian detik.

"Ada apa?" tanya Aji. "Ada yang salah?"

"Ah, tidak," Roni kini tengah memperhatikan gudang kedainya didobrak paksa. "Rasanya agak aneh melihat kalian bergerak begitu bebas di tempat orang ditemukan tewas," jawab Roni dengan tersenyum. "Mendobrak paksa pintu kedai macam itu—kalau yang punya kedai datang, ia bisa marah. Ah, meskipun begitu, kurasa aku akan lepas dari masalah—toh tempat ini sedang dipenuhi polisi. Apapun yang diperbuat di TKP merupakan tanggung jawab polisi, bukan?"

"Dia berbuat begitu justru karena mencium masalah," komentar Dolphy. "Berhentilah tersenyum, kau harusnya khawatir; wajah tajam temanku saat keluar dari toilet tadi jelas menujukkan kalau dia punya kesimpulan lain dalam kasus bunuh diri ini."

Roni tertawa kecil. Tawa yang lagi-lagi dikenali Aji sebagai bentuk kekhawatiran. "Oh, jadi polisi sekarang membiarkan penyelidikan kasus dilakukan oleh anak remaja? Bukankah itu sangat tidak profesional?"

Andre—penyidik muda yang kebagian tugas menginterogasi Roni—tak tahan mulutnya untuk terus-menerus bungkam. Terlebih saat institusinya tengah diremehkan, ia kini punya cukup alasan untuk mulai bicara. "Jangankan penyelidikan—mereka bahkan sudah memecahkan lebih banyak kasus dibandingkan aku yang sudah lima tahun jadi polisi. Kau harusnya diam saja; karena kalau banyak bicara, bagiku kau tampak sedang berpura-pura—menyembunyikan khawatirmu dibalik pembawaan tenang seolah semua baik-baik saja."

Naufal keluar dari gudang, membawa sebuah bungkusan menuju meja tempat mereka tadi makan. Bukan Aji namanya kalau anak ini tidak banyak tanya. "Apa itu? Kau menemukan sesuatu?!"

"Ah, aku menemukan garam di dalam ruangan itu," Naufal mengambil duduk di sebelah Dolphy. Kebabnya yang sisa setengah, didekatkan ke depan mata. "Aku penasaran dengan teorimu mengenai garam, Ji. Apa betul rasa kebab ini akan jadi lebih baik hanya dengan ditaburkan sedikit garam?"

Aji malah balik menghadap Roni. "Bukannya tadi kau bilang persediaan garam sedang habis?"

"Be-betul! Persediaan garam untuk hari ini memang habis! Yang diambil temanmu itu persediaan untuk besok!"

"Polisi di depanmu itu benar, kau sebaiknya diam saja daripada banyak bicara. Kau malah makin terlihat mencurigakan," ujar Adyth sambil tertawa. Beda dengan Naufal, Adyth tidak ikutan duduk. Ia sedang berdiri tepat di depan pemanggang kebab yang dagingnya masih hangat, meletakkan selembar tortilla di atas meja dapur bersama selada dan potongan tomat.

Opera Berdarah (Story Series of Six Elves)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang