Satu Lawan Satu

373 95 47
                                    

Butuh satu jam menunggu sebelum Naufal dan Adyth mendapat jawaban dari Dolphy. Itu pun tidak terlalu memuaskan:

Kalau definisi penuh kata 'menikmati ledakan', kurasa tempat yang nyaman bisa jadi patokan. Ada sebuah hotel milik Sergio Ramli, CEO PT. Bhahureksa, empat puluh dua kilometer dari tempat kalian sekarang ke arah utara, kira-kira dua belas kilometer dari perbatasan bagian utara Easterham. Akan sangat jelas untuk melihat ledakan gedung rumah sakit kalau dari sana karena letak hotelnya tepat di atas bukit. Berani bertaruh aku mereka berdua ada di sana sekarang. Kenapa? Karena aku jenius, kawan. Aku menyusup ke sistem mereka untuk memeriksa daftar tamu hari ini. President Suit dibooked atas nama Fransorang yang paling kita cari. Oh, satu pertanyaan, Fal, sebelum aku berangkat ke rumah sakit. Memangnya ada hubungan apa antara Frans dengan Ramli? Dia juga ikut andil dalam kasus ini?

Pertanyaan yang sama dilontarkan Adyth saat memacu kembali motor vespa keluar dari persimpangan. Naufal tidak serta-merta menjawab, terlebih dahulu pertanyaan itu dikembalikan kepada temannya. "Menurut kau sendiri, apalah kira-kira hubungan antara ilmuwan gila yang sedang melakukan penelitian dan orang kaya penyembah harta?"

"Investasi."

"Betul sekali, Dyth, Kalau hasil penelitian Frans benar-benar bekerja, otomatis Ramli akan mendapatkan return yang tak terkira, atau malah dia juga sudah pakai. Obat penguat tubuh itu—siapa coba yang tidak ingin punya?"

"Semoga kau punya bukti kuat yang bisa membuat mereka tertangkap. Tingkah mereka licin sekali, Fal. Mana bisa kita menjebloskan mereka ke penjara kalau hanya lewat tuduhan dan analisa tanpa fakta."

"Tenang saja! Kalau mereka tidak meninggalkan jejak, kita masih bisa tangkap meskipun tanpa bukti."

Adyth melirik ke kaca spion. Naufal sedang tersenyum lebar sampai matanya setengah menutup. Senyum itu—hafal betul Adyth sang kapten punya sebuah rencana gila. "Ini bukan penjahat biasa yang akan kita hadapi, Fal. Aku tidak mau luntang-lantung ke sana tanpa tahu apa-apa, kemudian dapat perintah untuk melakukan sesuatu yang aku bahkan tidak tahu alasannya kenapa—tidak, tidak. Aku ingin informasi rencananya, sekarang."

Naufal menepuk pundak Adyth satu kali sambil tertawa. "Aku memang akan cerita semuanya, kawan, tenanglah! Rencanaku gampang sebetulnya: Datang ke sana, ajak mereka bicara, tangkap, panggil polisi, selesai. Ya, ya, aku tahu rencana itu terlalu biasa—jangan potong dulu, Dyth! Biarkan aku menyelesaikan," sahut Naufal cepat begitu terlihat dari kaca spion kalau Adyth sudah setengah jalan membuka mulut. "Untuk menguak kejahatan kita butuh bukti—atau saksi, ya, hanya dua itu. Setidaknya secara umum yang orang-orang pikir hanya dua itu. Padahal sebetulnya ada satu lagi kriteria yang memberatkan: pengakuan langsung dari pelaku. Itulah alasan kenapa kita bergerak sendiri dulu sekarang, karena polisi hanya mau jalan kalau sudah ada titik terang. Oh, mungkin membuat Frans buka mulut akan menjadi perkara sulit, tapi tidak dengan pelaku yang satunya. Ilman dan Dj pernah ketemu dengan Ramli di rumah sakit. Hanya dengan hinaan sederhana orang itu sampai panas luar biasa. Tentu ini akan jadi senjata kita, Dyth."

"Di rumah sakit itu—"

"—saat menjenguk anaknya, Veronica."

"Sebentar. Vero itu salah satu korban dari Grace, kan? Dan yang memberikan daftar target adalah Frans. Apa Ramli tidak tahu mengenai hal ini?"

"Yakin betul aku kalau dia tahu. Pertanyaannya bukan apa, Dyth, tapi mengapa," Naufal menggosok-gosok dagu, perilaku khas kala dia sedang berpikir keras. "Mungkinkah sebagai alibi? Kurasa bukan, sejak awal dia memang sudah tersembunyi. Uang, mungkin? Nominal klaim asuransi jiwa itu bukan main besarnya, Dyth."

"Tidak heran lagi aku. Ini bukan pertama kalinya kita berurusan dengan orang kaya yang gila dengan harta. Setan pun akan geleng-geleng kepala kurasa," Adyth mengendurkan kopling, perlahan mengerem sampai berhenti sempurna di garis putih batas persimpangan. "Aku masih belum jelas dengan apa yang kau sebut dengan senjata kita. Penjelasan singkat kau itu sudah macam datang kemudian: Pak, sudah ketahuan. Masuk penjara yuk! Lah, mana bisa begitu, kan?"

Opera Berdarah (Story Series of Six Elves)Where stories live. Discover now