Jalan Keluar

137 32 6
                                    

Ilman menggaruk tanah, upaya otak untuk menipu badan kalau si pemilik sebetulnya sedang ketakutan. Penyembah setan ... kelompok yang biasanya menjadi plot konyol film horor ternyata betulan ada di tengah-tengah kita?! Putri yang nampak polos, yang mengkerut dahi karena berusaha menghabiskan kudapan dua ribu kalori buatan Dolphy, tadi bicara lengkap sekali tentang seluk beluk organisasi dan apa saja yang dia ketahui. Semuanya—kecuali detail rencana Emilia yang ternyata Putri pun tidak tahu apa-apa.

Ya, kawan, pupus harapan untuk mendapatkan jawaban teka-teki dari Emilia. Pemahaman mereka ternyata setara; paham kalau Emilia sudah tiada, meninggalkan rencana besar yang entah apa ujung dan hasilnya.

"Kau adalah tujuan utama rencana Emilia. Selama kau selamat, apapun yang terjadi kemudian kurasa tidak perlu kita khawatirkan." Tersenyum Gilda, berusaha erat menggenggam tangan Putri padahal yang gemetar tangan dia sendiri.

"Kau benar-benar tidak merasakan apapun?"

Putri menggeleng, padahal Dolphy sedang sekuat tenaga menekan otot betisnya dengan dua buku jari. "Aku bahkan tidak bisa merasakan jarimu menempel atau tidak."

Dolphy menutup mata, perlahan menghela nafas sembari bangkit berdiri. "Kita hanya bisa menyimpulkan kalau otot kakimu mati rasa. Tidak ada bekas suntikan, tidak ada bekas aniaya. Yang aneh itu—" Dolphy menyentuh sedikit sisi betis di mana anjing raksasa memberikan luka pada Putri. Oh, kawan, perempuan itu langsung memekik seolah bola matanya ketumpahan garam. "Kalau memang mati rasa, seharusnya luka ini pun tidak terasa."

"Sudah betul kita segera pulang. Pemeriksaan lebih lanjut di rumah sakit jauh lebih baik, bukan?" Ilman coba mengingatkan, karena istirahat dan ngobrol panjang lebar mereka sudah menghabiskan waktu seharian. Matahari sekarang sudah turun, mengiring kepulangan burung-burung yang terbang kembali ke sangkar. "Oh, semoga api yang menutup jalan pulang sudah padam sekarang."

Gumam Ilman langsung terjawab beberapa saat kemudian, terlihat jelas dari raut wajah Adyth yang tengah berdiri seusai meluncur turun dari atas bukit. Sekian jam berpisah dari rombongan untuk memeriksa kembali jalan pulang mereka yang tertutup api, menyakitkan ternyata kalau hasilnya tetap sama dengan awal mereka pergi.

"Kami bahkan tidak bisa masuk ke dalam koridornya lagi karena sudah sesak penuh asap."

"Rumahnya tidak ikut terbakar?"

Adyth menggeleng. "Menurut Aji yang mengamati dari luar, api hanya membakar pintu menuju ruang bawah tanah saja. Tidak ada titik api di dalam koridor, jadi—yah, rumah itu seharusnya aman."

"Loh, mereka berdua tidak kembali?"

"Perubahan rencana, Phy," Adyth menghela nafas, sedetik kemudian berganti Dolphy yang melakukan. Sudah tahu si beruang cokelat kalau penjelasan dia akan menghasilkan pertentangan. "Kita tidak bisa—"

"—mengharapkan jalan keluar dari dalam rumah itu pada akhirnya terbuka?" potong Dolphy cepat, suaranya meninggi. "Bukankah sudah kubilang kalau hal itu mustahil, Dyth? Dan kalian masih keras kepala menghabiskan sekian jam memutar bukit untuk hal yang sia-sia. Kalau kita pakai untuk berjalan, ke arah mana pun sudah tentu akan ada kemajuan!"

"Ini hutan belantara, anak manja. Salah arah berjalan kau hanya akan masuk makin dalam. Kau pikir berjalan di tengah hutan semudah berjalan di taman raya?"

"Minimal kita dapat sinyal!"

"Kita sudah coba dari atas tebing sana, bukan? Satu-satunya yang kita dapat hanya silau matahari!"

"Oi, cukup!" Ilman melompat, memposisikan dirinya di tengah-tengah antara Adyth dan Dolphy. "Aku akan potong perdebatan kalian di sini. Tenaga kita terbatas, jalan keluar belum punya—tolong jaga otak kalian agar kita semua bisa tetap waras dan tenang," Ilman menepuk bahu Dolphy dan Adyth bergantian. "Sekarang, ceritakan pada kami rencanamu, Dyth. Membiarkan Aji dan Dj bergerak bersama adalah hal paling bodoh yang seharusnya tidak kau lakukan."

Je hebt het einde van de gepubliceerde delen bereikt.

⏰ Laatst bijgewerkt: Mar 26 ⏰

Voeg dit verhaal toe aan je bibliotheek om op de hoogte gebracht te worden van nieuwe delen!

Opera Berdarah (Story Series of Six Elves)Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu