Chapter 39 - Perasaan Buruk

Start from the beginning
                                    

Kelvin tersenyum tipis lalu memeluk Mora hangat, "Iya.. maaf ya, Ra.. baru sempat datang kesini."

"Masuk aja yuk, ngobrolnya di dalem, okay?" Alivio langsung berinisiatif membuka pintu kamar kostnya. Sementara Mora dan yang lain langsung saja masuk ke dalam.

Mora, Kelvin, dan Ramon kini sudah duduk di tengah-tengah kamar Alivio. Kelvin dan Ramon terlihat tidak seperti biasanya, mereka canggung dan seperti ada yang di sembunyikan tapi entah apa. Melihat wajah mereka berdua, Mora langsung saja mempunyai perasaan yang buruk, tapi ia tetap berusaha positive thinking, seperti apa yang Alivio katakan padanya tadi siang.

"Eh, pada mau minum apa?" Alivio memecah keheningan, "Gue tinggal dulu, beli minum dan makanan dulu ya sebentar?"

Ramon menggeleng, "Nggak usah, Vi. Ngerepotin."

"Udah nggak apa-apa. Tunggu ya," Alivio langsung saja kembali mengambil kunci motornya dan pergi keluar, meninggalkan Mora bersama Kelvin dan juga Ramon.

Sepeninggalan Alivio, Mora langsung saja bertanya pada teman-teman yang sekarang ini ada di hadapannya, "Sebenarnya ada apa? Kenapa kalian menghilang?"

Kelvin dan Ramon tiba-tiba saja menjadi diam beberapa detik. Mereka kemudian saling berpandangan sebelum akhirnya Kelvin memutuskan untuk buka suara lebih dulu, "Sebenarnya.."

Jantung Mora sudah berdegup kencang lebih dulu menunggu jawaban dari Kelvin, "Apa? Ada apa, Vin?"

"Gue nggak siap mau bilang ini sama lo," ucap Kelvin, "Tapi gue yakin lo cewek yang kuat, lo pasti bisa lewatin semuanya kan, Ra..?"

"Maksud lo apa sih, Vin?! Jangan bikin gue mati penasaran karena nunggu jawaban dari lo ya!" Sentak Mora sudah merasa tak tahan ingin segera tahu kabar dari Kelvin soal Megan.

Kelvin menundukkan wajahnya, berusaha menahan kesedihannya saat ia melihat wajah Mora. Kemudian satu tangannya merogoh ke dalam saku yang cukup besar pada jaket kulit yang sedang ia kenakan. Tangan itu memunculkan sebuah undangan di dalamnya, undangan yang sempat Mora buang waktu itu tepat di hadapan Renatha. Kenapa Kelvin membawanya kembali?

"Apa ini? Apa maksudnya ini, Vin?!" Suara Mora mulai bergetar, matanya berkaca-kaca menatap Kelvin dan Ramon bergantian, "VIN! MON! JAWAB GUE!!"

"Undangan itu telah di perbaharui, Ra.." Ramon menjawab, "Megan akan menikah dalam hitungan hari. Pernikahan itu tidak batal, Megan sudah menyetujui semuanya."

Deg.

"Bilang sama gue kalau ini semua bohongan!" Seru Mora merasa tidak terima, "Bilang sama gue kalau semua ini bohong! Lo bohong kan, Mon?! Bohong!!"

Ramon menggeleng, "Dengan berat hati gue harus bilang ini semua ke lo, Ra. Kita semua nggak bohong. Entah apa yang telah terjadi, tiba-tiba Megan menyetujui semuanya. Kita semua udah berusaha untuk menggagalkan semua itu. Tapi—"

"Itu bener, Ra.." Sela Kelvin, "Apa yang kita gak inginkan sedari kemarin.. sebentar lagi akan menjadi kenyataan. Tiga hari lagi, keluarga Megan ngundang kita semua buat dateng ke rumahnya. Bakal ada pengajian katanya disana. Gue minta lo yang sabar ya, Ra.. mungkin.. disini lo yang di minta harus ikhlas buat semuanya.."

"Bullshit! Gue capek soal sabar, Vin!" Emosi Mora semakin tidak terkontrol, "Sorry!" Mora langsung saja beranjak dari tempat duduknya dan masuk ke dalam kamar mandi milik Alivio.

Kedua matanya menatap dirinya sendiri di kaca. Menatap betapa hancurnya ia sekarang ini karena apa yang ia lakukan sedari kemarin seperti sia-sia. Apa yang ia katakan pada Renatha, pada Ayah Megan, dan semua halnya.. semuanya sia-sia. Tidak ada yang berubah, pernikahan ini tetap berjalan sebagaimana mestinya. Seharusnya sudah dari awal saja ia relakan Megan dengan Renatha jika tahu kalau akhirnya akan tetap seperti ini. Mora benar-benar sudah lelah, sudah menyerah.

Kedua tangannya lalu mencengkram wastafel di depannya, perlahan air matanya jatuh dan semakin lama semakin tak tertahankan. Mora menangis sembari menjerit hebat di dalam kamar mandi, membuat Kelvin dan Ramon yang mendengarnya pun langsung saja bangun dari duduknya dan menggedor pintu kamar mandi itu berulang kali.

"Ra! Kenapa, Ra!! Ra, buka pintunya!!" Seru Kelvin sembari tetap menggedor pintu itu. Suara jeritan Mora semakin keras saat Kelvin berusaha membuka pintu itu.

Tak lama, Alivio datang dengan kedua tangan yang penuh dengan bawaan makanan juga minuman yang telah ia beli. Begitu melihat Kelvin dan Ramon yang sedang bersusah payah membuka pintu, Alivio langsung dapat menerka apa yang telah terjadi sebelumnya. Alivio lalu menyimpan makanan dan minuman itu di lantai, sebelum akhirnya membantu Kelvin dan Ramon yang masih berdiri di sana.

Kelvin dan Ramon langsung saja mempersilakan Alivio untuk mengeluarkan Mora dari dalam kamar mandi. Mungkin saja jika Alivio yang melakukannya, Mora akan lebih mudah di tangani. Karena mereka tahu, selama ini Alivio lah yang menjaga dan menemani Mora setelah berpisah dengan Megan.

"Ra.. ini Vio.. buka ya pintunya?" ucap Alivio sembari mengetuk pelan pintu itu. "Ra.. jangan pernah sakitin diri kamu sendiri. Diri kamu lebih berharga dari apapun itu. Jangan menyerah, Ra.. ada banyak orang yang sayang sama kamu. Kita berjuang sama-sama sampai titik penghabisan ya? Please.. buka pintunya.. buka pintunya, Ra..."

Mora dapat mendengar itu. Semua kata-kata indah, dari penyemangatnya selama ini, Alivio. Tetapi, dirinya enggan membukakan pintu itu. Hati ini sudah terlampau sakit saat mengingat Megan telah menyetujui pernikahan itu. Sebenarnya apa yang terjadi? Mora benar-benar ingin tahu. Mengapa semuanya terjadi tanpa sebab? Setahu Mora, Megan pula yang tidak ingin semuanya terjadi dan meminta Mora untuk berjuang sama-sama. Tapi mengapa tidak sebanding dengan kenyataannya?

Nyatanya, Megan menyetujui pernikahan itu. Nyatanya, dari dulu hingga sekarang, Megan adalah patah hati terbaik Mora.

***

Gimana chapter yang ini? Mengundang emosi dan air mata nggak? Wkwkwkkw semoga kalian sukak ya!

Ada yg bisa tebak endingnya? Hmmmm coba coba wkwk comment dibawah!

Jangan lupa votenya guys! Thank you!❤️

-TBC-

Mora & Megan 2Where stories live. Discover now