BERHENTILAH MENJADI TENAGA MEDIS

182 9 1
                                    

Hidup itu pilihan. Seperti halnya menjadi tenaga medis adalah pilihan. Ada gengsi dan uang yang banyak di sana. Ada juga resiko yang besar yang siap menanti.

Para tenaga medis Indonesia, saat mereka kuliah atau ketika mereka sedang memimpikan masa depan mereka yang cerah. Mungkin tak pernah terlintas akan ada wabah besar bernama Korona yang mengganjal karir mereka untuk mendapatkan uang, kemapanan, hidup nyaman, gengsi, dan karir intelektual. Jika karir intelektual dunia medis memang ada.

Sebagian besar tenaga medis mungkin tak pernah berpikir jauh bahwa mereka kelak harus ditugaskan menjadi garda depan nasional di saat perang atau pandemi terjadi. Saat hal semacam itu terjadi, mereka pada akhirnya mengeluh dengan profesi mereka.

Tapi, kenapa mereka yang mengeluh tidak segera melepas jabatan dan status mereka sebagai tenaga kesehatan?

Menjadi tenaga kesehatan atau medis itu pilihan. Agar selamat, tenaga medis bisa meletakkan jabatannya. Lalu menjadi warga lainnya yang statusnya bukan sebagai tenaga medis. Dengan begitu, alibi sebagai penyelamat hidup akan seketika pupus.

Tapi kenapa hal semacam itu, melepas status pekerjaan, tidak segera diambil? Ada banyak hal tentunya. Salah satunya adalah bahwa status tenaga medis seperti halnya dokter adalah lahan mereka mencari uang, menyekolahkan anak, membeli mobil, rumah, membayar cicilan kredit, berpergian keluar negeri, dan penghasilan yang benar-benar membuat mereka menjadi mapan dan hidup lebih enak. Sebagiannya mungkin terpaksa karena hanya itu yang dimampu seperti halnya para perawat yang gajinya tak seberapa. Dan lainnya lagi, tak punya kemampuan lainnya selain menjadi tenaga medis. Walau taruhannya nyawa, mereka akan tetap bertaruh.

Jadi pada dasarnya, menjadi tenaga medis di masa pandemi adalah pertaruhan antara pekerjaan, mencari uang, dan kemanusiaan. Apakah kemanusiaan memang hal utama saat menangani pasien Korona? Ataukah demi mempertahankan statusnya sebagai tenaga medis dengan segala hal yang menyertainya?

Hal itu tak terlalu penting. Walau cukup menarik untuk dibahas. Karena apa? Motif apa pun di balik para tenaga medis masih mempertahankan statusnya sebagai tenaga medis, telah berjasa besar dalam menangani wabah Korona yang ganas. Inilah salah satu sisi menarik dari pekerjaan sebagai tenaga yang medis. Entah mereka demi mempertahankan karir, statusnya sebagai tenaga medis, atau itulah pekerjaan utamanya mencari uang. Tetap saja, status mereka terlalu penting di masa pandemi seperti ini.

Hanya saja, tenaga medis punya hak untuk berhenti sebagai tenaga medis jika mereka mengeluh nyawa mereka terancam dan mereka tidak bisa bertemu keluarga. Mereka bisa memilih untuk menjadi rakyat biasa yang bukan ahli kesehatan. Harusnya pilihan itu diambil dengan segala akibatnya. Soalnya hidup itu pilihan.

Menjadi tenaga medis itu pilihan. Mati sebagai tenaga medis di tengah pandemi Korona adalah pilihan. 

Saat pemerintah sekedar memanfaatkan mereka layaknya budak. Begitu juga masyarakat yang menganggap mereka layaknya budak. Berhenti sebagai tenaga medis adalah hak. Tapi, siapa yang mau? Sisa yang mau menerima tatapan nyinyir dari kolega? Dianggap pengkhianat? Atau terlucuti hak mewahnya sebagai tenaga kesehatan?

Saat para tenaga medis tak berani mundur sebagai tenaga medis. Maka, mereka harus mau tak mau menangani pasien Korona dari kalangan kurang beradab atau dari kaum suka-suka. Statusnya sebagai tenaga medisnya yang dipertahankannya adalah resiko dari pilihan hidupnya sendiri.

Mereka juga punya hak untuk mengabaikan pasien, tak peduli, atau terserah. Atau berdemo dan mogok kerja. Semuanya adalah pilihan. Tergantung para tenaga medis berani melakukannya atau tidak.

Mulai hari ini, mereka yang ingin menjadi tenaga medis, entah itu perawat sampai dokter. Harus mulai memasukkan list sebagai tenaga medis militer atau pandemi yang kelak bisa terjadi kapan saja. Entah perang saudara, perang kawasan, atau pandemi baru merajalela.

Selama ini anak-anak kedokteran jarang pernah dididik bahwa kelak mereka harus terpaksa mempertaruhkan hidupnya di saat perang atau pandemi wabah terjadi. Mereka selama ini lebih sering dididik giat belajar dan menambah keilmuan untuk hal-hal selain itu. Atau hal normal yang selama ini kita tahu. Itulah sebabnya, pandemi Korona seolah menjadi pukulan berat bagi profesi mereka yang tidak dipersiapkan menangani hal semacam ini.

Ternyata menjadi tenaga medis tak hanya kelak akan mudah menjadi mapan dan kaya. Ternyata juga harus mempertaruhkan nyawa demi orang-orang yang tak jelas dan bodoh. 

Tapi, mereka masih bisa memilih. Bekerja keras dan kemungkinan tertular akibat Korona. Atau memilih berhenti menjadi tenaga medis dengan segala akibatnya.

Yah, sudah saatnya para tenaga medis memilih. Dan siap dengan pilihan hidup yang mereka ambil.

ESAI-ESAI KESEHARIANWhere stories live. Discover now