SEKEDAR PEDAGANG BUKU

233 1 0
                                    

jumlah pedagang buku semakin menggila. dan rasa-rasanya kian meresahkan. sebagai seorang yang juga berjualan buku sesuka hati. aku menganggap diriku sendiri adalah semi pedagang buku. karena aku masih belum merasa nyaman berjualan dalam artian lama. hanya sekedar berjualan dan jangan sampai melakukan yang aneh-aneh, adalah kemustahilan bagiku. merusak kebebasan berpikirku demi menumpuk kekayaan, entah kenapa, terasa mengerikan. saat seseorang menjadi pedagang apa pun, atau hidup di dalam dunia birokrasi atau memiliki seorang bos. terpaksa harus menunduk, dan menyelamatkan gaji dan pekerjaannya dengan mengorbankan dirinya sendiri. atau yah, bermain licik untuk menaiki tangga jabatan dengan menjadi bawahan lebih dulu dan setelah ada kesempatan langsung mendepak semua pimpinan yang ada. untuk saat ini, aku merasa bahwa itu bukan duniaku. dan aku cukup tahu dunia semacam itu. orang tuaku, teman-temanku, dan para tokoh publik, melakukan hal yang sama. merendahkan dirinya untuk sekedar hidup. dan sebagai anak, aku mendapatkan makan dan segala sesuatunya dari sikap merendah dan status quo semacam itu. dan aku cukup paham dengan segala awal mula segala jenis kemakmuran dan semacamnya.

hal semacam itu juga menimpa dunia perbukuan. terutama para pedagang buku. ketika seseorang terlalu fokus menjadi pedagang atau berjualan untuk membiayai sesuatu dan hidup darinya. jelas, dia akan menjadi sangat jinak. benar-benar jinak. idealisme dan keberanian untuk berbeda, berseberangan, berpolemik, mengkritik keras, dan berbeda pandangan secara terbuka dengan teman, kolega, dan para pembeli tetap atau calon pembeli, musnah. sedikit saja analisa mendalam mengenai dunia kecil perdagangan buku. kita bisa membawanya ketingkat ekonomi makro dan perpolitikan nasional. di mana banyak orang menjadi mandul dan penakut demi mengamankan penghasilannya. kenapa hal ini bisa terjadi?

masyarakat dan pembeli menginginkan seorang pedagang, entah buku, pengusaha besar, atau pedagang politik, menjadi sekedar sosok pelayan dan sekedar penyalur saja. sebisa mungkin, jangan sampai orang-orang ini memiliki pandangan pribadi yang sangat mencolok dan berseberangan. seorang pedagang atau mereka yang mencari kekayaan harus netral dalam bersikap. maksudnya, jangan sampai menyinggung perasaan pembeli atau terlalu berbeda dengan pola hidup mereka. inilah awal dari segala yang kita kenal: nepotisme. korupsi. feodalisme. patronisme. hingga masa bodoh. setiap orang yang bekerja, terlebih yang sudah berkeluarga, akan sangat paham akan hal semacam ini. kita harus mengakui posisi rentan kita dalam bermasyarakat bukan?

berapa banyak pedagang buku yang berani secara terang-terangan membela dan menyuarakan opini pribadinya? atau menjadi intelektual murni, pemikir bebas, dan mungkin kritikus? dan berapa banyak yang berkarya dan hidup dalam mencari ide-ide? jawabannya jelas, sangat sedikit. luar biasa sedikit. kebanyakan pedagang atau pengusaha, akan selalu mandul atau licik. dalam dunia perpolitikan, mereka menggunakan kekayaannya untuk tujuan menang dalam segala cara. dalam ranah kecil atau pedagang kecil, mereka menjalankan status quo, diam, atau merasa tak berkepentingan.

masalah utamanya adalah, dari satu orang pedagang yang berstatus quo. orang-orang lainnya juga melakukan hal semacam itu. dari pedagang kecil hingga para akademisi dan bahkan presiden. ada yang berdagang barang. ada pula yang berdagang jasa dan gagasan. yang lainnya memperdagangkan keahlian dan tenaga seperti budak. inilah kelas birokrat yang kita kenal. dan embrionya ada di kita semua. kitalah embrio nyata dari hal yang seringkali kita cela.

diamnya kita dalam lingkup kerja. memilih aman agar tetap digaji. dan menyimpan pendapat pribadi agar memiliki pembeli. semua sudah cukup kita kenal dan harusnya kita cukup sadar diri kenapa negara masih saja kacau. kita ini tak ada bedanya dengan para politikus dan pejabat publik bermasalah yang kita hina dan maki bukan?

itulah kenapa sedikit pedagang buku yang menulis secara bebas dan mengutarakan pendapat dengan terang-terangan. terlebih berkarya dan menjadi aktivis hingga filsuf? melakukan hal semacam itu sama saja dengan bunuh diri. membuat para pembeli dan calonnya lari dan kabur. kebanyakan pedagang buku hanya sekedar pedagang buku.

ESAI-ESAI KESEHARIANWhere stories live. Discover now