BERHENTILAH MENJADI MAHASISWA SENI

183 3 0
                                    

A painting of mine works when it looks as though i had nothing to do with it... When something else took over.
Dorothea Rockburne

Menjadi mahasiswa seni sama saja sedang berupaya mengejar sesuatu yang cukup mustahil. Kecuali hanya menghindari kehidupan, sekedar bersenang-senang, melambatkan ritme dunia, terapi keseharian dari kemuakkan hidup, dan tak berupaya untuk menggapai apa pun. Itu tak lebih, dari sekedar menggali kubur yang dipersiapkan dengan lambat.

Instusi seni sendiri adalah kuburan besar orang-orang sakit. Tempat penumpukan sampah dan mirip dengan tempat pembuangan sampah akhir. Sejujurnya, institusi seni lebih mirip tumpukan sampah manusia berakhir. Sebuah tempat anak-anak muda berjejalan dari dunianya yang menekan dan akhirnya, mati di dalamnya tanpa menghasilkan apa pun.

Saat seseorang secara sadar ingin menginjakkan kaki di institusi kesenian. Dia harusnya mengerti, sejarah kesenian hanya dimiliki oleh segelintir orang. Jutaan sisanya adalah tak penting. Pencapain kesenian, kebaruan teknik, aliran baru, sampai kritik dan filosofi seni yang mengubah sudut pandang. Hanya sedikit yang mencapai itu dari jutaan manusia yang hidup di dalam institusi seni.

Instusi seni, kesenian, dan keinginan menjadi seniman itu sendiri bukanlah hal yang mudah. Dunia kesenian berkaitan dengan penciptaan, penemuan, perenungan, dan pendalaman akan kehidupanan. Ini bukanlah tempat para calon karyawan dari fakultas ekonomi berada. Atau anak-anak kesehatan yang selesai kuliah langsung kerja dan mendapatkan uang tanpa peduli dengan karya, ciptaan, kebaruan, atau hal yang semacam itu.

Dunia kesenian adalah dunia yang berat jika kita sudah bergerak dan mulai memikirkan teknik baru, konsep baru, aliran baru, dan sejarah serta filosofi kesenian itu sendiri. Ini adalah tempat di mana orang terus berpikir dan merasa. Suatu tempat di mana banyak orang mudah jatuh gila kalau terlalu lama memikirkannya. Kecuali, institusi seni diubah menjadi sanatorium atau rumah sakit jiwa. Mendatangkan para psikolog dan psikiater. Dan menjadikan institusi seni sebagai pusat terapi massal anak-anak muda yang gelisah, sakit, dan sedang lari dari kenyataan.

Saat institusi seni berubah menjadi sanatorium dan pusat terapi. Kewajiban moral atas diri sendiri atau kewajiban idealistik akan penciptaan seni yang hebat, besar, dan berbeda menjadi tak penting dan bukan keharusan. Mahasiswa kesenian kuliah hanya untuk sekedar bersenang-senang, keluar masuk galeri, mengobrol, bergaya ala bohemian, bercanda, bermain musik suka-suka dan melakukan apa pun yang membuat diri mereka bahagia dan terhindar dari perasaan cemas, sakit, kecewa, dan depresi. Saat mayoritas besar mahasiswa kesenian menjadikan institusi dan komunitas seni hanya semacam itu. Sejujurnya, itu tak ubahnya institusi seni hanyalah sebuah sanatorium.

Saat institusi seni sudah menjadi sanatorium. Maka yang terjadi adalah anak-anak seni yang kehilangan minat terhadap kesenian itu sendiri. Kesenian bagi mereka hanyalah tontonan dan sekedar ekspresi diri personal tanpa kewajiban untuk memperbaharui teknik, filosofi kesenian, atau mempertanyakan laku keseniannya sendiri. Seorang bisa melukis. Tapi apakah dia bisa disebut seniman? Ini sama halnya, seseorang bisa bermusik, membuat patung, dan berkuliah di institusi kesenian. Tapi apakah dia bisa disebut seniman? Jelas tidak. Pada kenyataannya, dari ribuan mahasiswa kesenian. Sangat sedikit yang akhirnya menjadi seniman. Dan yang paling tragis, episode bersenang-senang dan terapi diri di instusi dan komunitas seni berakhir saat sudah tak lagi menjadi mahasiswa kesenian.

Banyak anak kesenian berakhir menjadi gelandangan. Sebagian depresi dan tak tahu lagi harus kemana. Sebagian lagi membusuk di komunitas. Sebagian lagi malah bekerja di dunia industri dan melupakan secara total apa itu kesenian. Sebagian lainnya sekedar melanjutkan hidup. Sebagian lainnya menjadi orang biasa layaknya keluaran universitas biasa lainnya. Dan, selalu, hanya sediki-malah terlampau sedikit, yang benar-benar menjadi seniman. Ini pun, saat menjadi seniman, sedikit dari mereka yang berubah menjadi seniman layak secara kualitas karya atau pencapaian status sosialnya.

ESAI-ESAI KESEHARIANWhere stories live. Discover now