BERHENTI MEMBACA SASTRA INDONESIA

107 4 8
                                    

Seekor burung kecil, burung madu atau cabai atau mungkin burung yang lain, terlihat sedang bergerak-gerak di sebuah pohon turi yang tengah berbunga indah, berwarna putih kekuning-kuningan. Pohon itu tingginya mungkin sekitar delapan sampai sepuluh meter. Berdampingan dengan beberapa pohon lamtoro, yang jika kita melihat daunnya secara sekilas, terasa hampir mirip. Hanya saja, daun pohon turi jauh lebih besar dan tak terlalu rapat. Bahkan jika kita hanya sekedar melihat bentuk luar kulit kayunya, atau yang lebih dikenal dengan kambrium, dua pohon itu memiliki warna, bentuk, dan pola yang nyaris sama: berwarna abu-abu kecokelatan. Perbedaan mencoloknya terletak pada diameter pohon turi yang lebih kecil, menjulang lebih lurus ke atas dan sedikit memiliki ranting atau cabang. Dan di bawah pohon-pohon itu terdapat banyak pohon pisang yang masih berembun, talasan-talasan yang bergerombol, beberapa puluh singkong, yang jika lihat lagi di bawahnya, dipenuhi oleh salah satu tumbuhan rambat yang pola daunnya sangat mirip dengan daun dari pohon mapel yang banyak ditemui di Eropa. Tumbuhan itu bernama kangkung. Merambat bersama segala jenis rerumputan dan paku-pakuan yang bersaing di lahan yang tak terlampau luas.

Seekor burung cabai panggul hitam atau cabai panggul kuning, kadang hampir mirip dengan burung madu-polos atau lebih dikenal dengan plain sunbird. Dan jika tak awas bisa juga salah dengan burung-madu gunung, atau juga dikenal dengan white-flanked sunbird. Dan sebenarnya, aku sangat tak yakin, burung kecil yang ada di depan mataku itu termasuk dalam spesies yang mana. Lagian, sebagian besar burung yang aku sebutkan, lebih sebagai burung yang memiliki habitat di luar Jawa. Entahlah, setidaknya, pemandangan dan suasana pagi ini terasa cukup menghiburku.

Saat aku tengah berusaha mengamati burung kecil itu lewat teropong monokular yang aku miliki. Mendadak saja, burung itu lenyap dan hilang entah ke mana. Dalam sekejap saja, saat aku menurunkan penjagaanku, burung itu terbang tak aku ketahui. Tapi anehnya, beberapa detik kemudian, seekor burung pengicau, kemungkinan besar adalah kutilang yang juga dikenal dengan bulbul, atau sikatan yang di Eropa dikenal sebagai flycatcher, hinggap di batang pohon lamtoro, seolah ingin menggantikan keberadaan burung yang lebih kecil tadi. Burung itu pun hanya bertengger sejenak. Mungkin hanya sekedar singgah, beristirahat, atau tengah berpatroli, mengawasi kawasan berburunya di pagi yang mana, sinar matahari mulai menjalar hangat dari arah timur.

Cekakak sungai, atau di Eropa lebih dikenal dengan collared kingfisher dan di Indonesia sendiri, juga dikenal sebagai raja udang tiba-tiba terbang dan hinggap di salah satu ranting dari pohon lamtoro yang tadi sempat dipijaki oleh burung kutilang atau sikatan yang barusan saja terbang. Berjarak hanya sekitar tujuh meter dari pandangan mataku. Burung itu terlihat sangat indah, dengan warna biru berkilauan yang memenuhi sebagian besar tubuhnya, dan warna putih bersih yang menutupi seluruh dada, bagian leher dan dagu. Paruhnya yang besar, yang bagian atasnya berwarna hitam atau abu tua dan bagian bawahnya sedikit berwarna jingga, terlihat begitu sempurna di mataku. Bisa dibilang, sejak kecil aku sudah terlanjur mengagumi raja ujang dan kini, saat burung itu tiba-tiba bertengger di sebuah pohon tepat di depan mataku, aku benar-benar begitu senang.

Kenapa raja udang ini, hinggap di cabang pohon yang sama dengan burung tadi? Hal yang membuatku agak penasaran, dan tentunya sangat mendebarkan jika seandainya saja aku tahu perilaku burung-burung yang ada di pulau ini.

Melihat hal semacam itu, dengan cepat pikiranku membayangkan sebuah buku dari pengarang Inggris bernama Christopher Perrins dengan bukunya yang berjudul New Generation Guide Birds of Britain and Europe, yang kata pengantarnya ditulis oleh David Attenborough yang terkenal itu dan salah satu ahli biologi yang aku sukai.

Buku itu, dipandang dari segala sisi, benar-benar buku panduan yang aku inginkan. Dalam artian, aku selalu mengandai ada buku khusus mengenai burung-burung di Indonesia yang ditulis seperti itu. Buku yang berkaitan dengan burung-burung Indonesia yang begitu sangat ingin aku miliki adalah A Photographic Guide to the BIRDS of Indonesia karya Morten Strange, yang harganya masihlah sangat mahal. Sekitar empat ratu ribu rupiah dan hanya ada di Periplus. Dan hingga saat ini, aku hanya bisa menatapnya dengan perasaan cemburu.

ESAI-ESAI KESEHARIANWhere stories live. Discover now