Part 34

19 2 0
                                    

3 Tahun kemudian

Seorang anak perempuan berusia 2 tahun lebih 1 bulan berlarian sambil tertawa dengan riangnya. Dress berwarna biru dengan rambut di kuncir satu membuat anak itu semakin terlihat cantik. Anak perempuan yang menjadi kebahagian daddy, mommy, papah, mamah dan semua keluarga gue dan Byan.

Chaiza Taleetha Ghumaisha nama anak perempuan itu, wajahnya mirip dengan Byan tak ada sedikitpun yang mirip dengan gue.

Byan berlari mengejar Guma, yah ayah dan anak itu seperti lem. Bahkan Guma enggan ditinggalkan oleh papahnya itu.

"Papah." Byan mengangkat Guma ke atas, tawa keduanya tercipta meramaikan rumah.

"Anak cantiknya papah." Byan mencium seluruh wajah Guma.

Pemandangan inilah yang selalu gue lihat semenjak Guma lahir, Byan seolah-olah berpaling dari gue dan menemukan cintanya yang baru.

Guma anak cantik yang murah senyum, dengan kecerewetan dan tingkah lucunya membuat semua orang gemas dan tertawa.

Bahkan daddy dan mommy kadang selalu membawa Guma pergi walaupun Byan tidak mengijinkannya, dan sekarang Guma sudah sebesar ini gue gak nyangka.

"Papah lopyu." Guma berbicara dengan mulut yang sengaja dikerucutkan.

Setelah itu, Byan menyuapi Guma karena waktunya jam makan siang. Mereka terus saja bercanda, dan melupakan gue yang sedang menatap mereka dari ruang televisi.

"Papah nteng."

"Papah uma." Guma berbicara sambil memegang pipi kiri Byan.

"Papah buat mamah aja akh." Setelah memastikan bahwa Guma selesai makan, gue menghampiri Byan dan langsung memeluknya erat. Wajah Guma memerah dan pasti akan menangis.

"Love you papah." Gue mencium pipi Byan dengan mesra.

Suara tangis Guma terdengar sangat kencang, misi gue berhasil membuatnya menangis karena cemburu pada papahnya.

"Papah uma, no mama no."

"Papah." Guma merentangkan tangannya minta digendong oleh Byan.

Gue tertawa kencang melihat ekspresi Guma yang menurut gue lucu, anak itu cemburu pada gue.

"Mama gak boleh gitu akh."

Byan berdiri dan menggendong Guma. Tangis Guma semakin kencang dan membuat telinga gue sakit.

"Udah yah cantik gak usah nangis hmmm."

"Mama atan (nakal)." Guma menunjuk gue dengan tampang yang dibuat seakan-akan dia tengah marah.

Gue berdiri menghampiri Byan dan memeluknya erat, Guma menyingkirkan tangan gue di tubuh Byan dengan tangisan yang masih terdengar ditambah dia marah-marah dengan bahasanya yang belum lancar.

"Papah." Guma memeluk leher Byan dengan kencang.

Anak itu selalu saja cemburu jika ada yang dekat dengan Byan termasuk ke gue. Bahkan gue merasa bahwa gue adalah pihak ketiga diantara hubungan mereka.

"Kita ke mall yuk mama."

"Hayu asik tau aja aku gabut." Gue berlari ke arah kamar untuk siap-siap.

"But but." Guma berteriak dengan kencang menirukan ucapan gue.

Sesampainya di mall gue berjalan di samping Byan yang sedang menggendong Guma. Anak itu tidak mau pakai stroller dia lebih senang jalan dan kalau dia udah cape paling minta di gendong.

"Anak papah uhhhh manja."

"Mama no no."

Byan hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah gue dan Guma, hal yang biasa jika kita berdua selalu adu mulut.

"Mau kemana kita?" Kata Byan.

"Belanja."

"Mainan."

Gue dan Guma berbicara berbarengan, dan Byan langsung tertawa dengan suara yang cukup kencang.

"Kalian berdua gemesin tau gak si."

"Macih tapi mama gak mes."

"Anak kecil ngeledek terus mamahnya."

"Alin."

"Cari makan dulu yuk, papah lapar belum makan."

Oh gue lupa saking asiknya dengan lamunan gue pas menjelang siang hari, sampe gak sadar bahwa gue belum masak di rumah. Ditambah bibi pulang kampung jadi gak ada yang bantuin gue.

Kita makan disebuah lestoran jepang, entahlah gue tiba-tiba pengen makan sushi. Untungnya Byan gak banyak protes dan menuruti semua keinginan gue.

"Aku nambah lagi boleh kan By?"

"Boleh kok."

Gue memesan sushi lagi, karena gue masih ingin makan. Sedangkan Byan dari 5 menit yang lalu sudah selesai makan, dan dia hanya menatap gue dengan senyuman, yah salah satu hal yang buat gue meleleh adalah tatapan Byan ke gue. Sedangkan Guma anak itu tengah asik memainkan jari-jari Byan sambil tertawa.

"Gak makan berapa bulan kamu?"

"Lapar banget By." Kata gue sambil mengunyah makan.

"Padahal aku gak setega itu buat gak ngasih makan loh."

Air mata gue turun begitu saja mendengar perkataan Byan, dan hati gue langsung sakit.

"Kok nangis si?" Byan terlihat panik.

"Kamu gak ikhlas yah nafkahin aku?" Gue berbicara sambil sesenggukan, untunglah ruangan ini privat jadi gak mengganggu orang-orang yang sedang makan.

"Siapa yang bilang?"

"Uh mama ngeng (cengeng)" kata Guma meledek gue, dan itu malah membuat tangis gue semakin kencang.

"Tadi kamu bilang gitu, kamu gak ikhlaskan takut uang kamu habis."

"Dear aku gak maksud gitu bener deh. Kamu mau makan apapun itu aku masih sanggup bayarin kamu kok."

Air mata gue terus mengalir tanpa henti, dan gue gak bisa untuk menghentikannya.

"Udah dong jangan nangis yah, aku gak bisa liat kamu kaya gini." Byan menghapus air mata gue, yah Byan selalu terlihat frustasi ketika melihat gue menangis.

"Makan lagi yah, aku suapin."

Gue mengangguk sambil menangis, seperti anak kecil. Untungnya Guma mau duduk sendiri, dan membiarkan gue untuk disuapi.

"Udah yah nangisnya."

"Gak bisa berhenti air matanya." Air mata gue malah semakin banyak keluar. "Ini sushinya asin kena air mata aku."

Byan sekuat tenaga menahan tawanya. Dia gak mau gue semakin kencang menangis. Byan terus saja menghapus air mata gue dengan tisu, sambil menyuapi gue.

"Yey habiskan cantik makannya pinter deh." Byan memuji gue layaknya gue adalah anak kecil.

"Mau makan apa lagi cantik, atau mau kemana?"

"Mau pulang By."

"Beli mainan mama." Suara Guma terdengar, setelah dari tadi dia hanya diam.

"Ya udah kita beli mainan dulu yah, terus pulang." Byan pergi ke kasir membayar makanan yang kita pesan.

Setelah itu gue, Byan, dan Guma berjalan ke toko mainan. Gue memilih untuk duduk di depan toko mainan, entahlah rasanya memasuki toko itu membuat gue pusing dan mual. Alhasil hanya Byan dan Guma yang masuk ke dalam.

"Dear kamu aneh banget si udah seminggu ini." Kata Byan sambil menenteng paper bag berisi mainan, lalu duduk di sebelah gue. Sedangkan Guma dia sedang joget-joget tidak jelas di depan gue dan Byan, sehingga menarik perhatian semua orang karena kelucuannya itu.

"Pengen pulang." Kata gue merajuk.

"Ya udah yuk. Guma pulang yuk sayang."

Guma langsung merentangkan tangannya ke arah Byan, dan kita langsung pulang ke rumah.

Love and PromiseWhere stories live. Discover now