part 4

393 17 0
                                    

Jam istirahat Riana keluar kelas sendirian gam gajak gue, biasanya dia kalau ke mana-mana pasti ngajak gue. Apa jangan-jangan dia masih marah sama gue karena kejadian waktu hari Sabtu itu.

Gue berlari mengejar Riana. Gue tarik tangan Riana agar dia berhenti berjalan.

"Ri lo masih marah sama gue, gue minta maaf, dan gue janji deh gue bakal lupain dion tapi lo bantu gue yah ri." Gue memohon pada Riana.

"Gitu dong lo harus lupain dion cari kebahagiaan lo sendiri walau gak bersama dion, dan gue pasti bantu lo kok." Riana memeluk tubuh gue erat seperti teletabis.

"Makasih yah ri." Gue sangat bersyukur memiliki sahabat seperti Riana yang selalu ada buat gue dan selalu ngedukung gue.

"Iya sama-sama rev." Riana melepaskan pelukannya, lalu memegang tangan gue dan kita jalan ke kantin bersama.

"Lo masih inget kan janji lo Sabtu kemarin."

"Ya masih inget, gue nelaktir lo kan?" Gue langsung menganggukan kepala dengan semangat, dan gue lalu duduk di kursi.

"Lo mau pesen apa rev? nanti gue pesenin sekalian."

"Samain aja kaya lo."

Gue dan Riana makan bakso, gue perhatikan Riana tampak tersenyum bahagia dan tumben-tumbenan dia berpenampilan rapi gini biasannya rambutnya aja acak-acakan, dan dia biasannya memakai 3 gelang cowok di tangan kirinya tapi ini ngga, aneh.

"Kenapa lo liat gue kaya gitu banget rev?" Riana memasukan bakso yang sudah dia potong ke dalam mulutnya.

"Lo kenapa ri?" Tanya gue penasaran sambil menatap Riana lekat, meneliti tampilannya yang berbeda hari ini.

"Gue gak kenapa-kenapa kok Rev." Riana tampak begitu santai menjawab pertanyaan gue.

"Gue baru nyadar penampilan lo berubah gini, lo kenapa?" Pipi Riana tiba-tiba memerah dan Riana mencoba menahan senyum manisnya.

"Gue biasa aja kali rev gak ada yang berubah." Riana mencoba mengelak dari pertanyaan gue.

"Lo lagi jatuh cintakan? jujur sama gue ri!" Riana tersedak minuman yang sedang dia minum, dan gue yakin seyakin-yakinnya bahwa kata-kata gue barusan adalah benar, terlihat dari reaksinya yang berlebihan.

"Ngaco ah lo, siapa juga yang jatuh cinta." Riana lagi-lagi mengelak dari ucapan gue yang menyatakan fakta.

"Gue udah kenal lo lama ri dan lo gak bisa bohong dari gue." Gue menatap tajam ke arah Riana.

"Gue..." Riana tampak ragu untuk berbicara. "Gue jadian sama Rey yang kemarin teriak ke lo waktu di lapangan basket, dia sahabatnya cowok yang lempar basket ke kepala lo." Pipi Riana tambahan memerah.

"Cie udah jadian nih tapi lo gak cerita sama gue." Gue menyindir Riana sambil menyenggol tangan Riana, dan pipi Riana sudah seperti tomat rebus. Gue sangat suka liat pipi Riana yang gampang sekali memerah

"Apaan sih, orang tadi pagi baru jadiannya juga." Riana mengulum senyumnya, dan dia menundukkan wajahnya karena malu dengan pipinya yang memerah seperti tomat rebus.

"Masa sih." Gue menggoda Riana lalu tertawa terbahak-bahak.

"Reva lo jahat ah." Riana memukul tangan gue pelan dengan wajah yang masih menunduk.

"Hahaha pipinya makin merah seperti tomat rebus, cieee." Gue semakin gencar meledek Riana.

"Ih Reva, benci deh." Riana pura-pura ngamek ,dan membalikan badannya memunggungi gue.

"Ciee marah ciee."

"Terus aja lo ledek gue sampe lo puas!" Kata Riana sinis dan malah membuat gue semakin tertawa terbahak-bahak.

Love and PromiseWhere stories live. Discover now