Part 3

34.2K 2.5K 33
                                    

Masa perkuliahan yang menurut kebanyakan orang merupakan masa dimana kita bisa menemukan banyak hal-hal baru. Proses taransisi dari masa remaja ke dewasa, yang mana segala sesuatu lebih terasa nyata dan rumit.

Kita lebih bisa membedakan mana yang tulus dan mana yang modus. Banyak orang berlomba-lomba ingin terlihat sempurna hingga memilih untuk berpura-pura. Menyedihkan bukan?

Begitulah hidup. Menurutnya, berpura-pura hanya membuat kita lupa siapa diri kita sebenarnya.

Mempunyai banyak teman bukan berarti bisa menjamin kebahagiaan seseorang. Kadang sendiri itu perlu, mandiri itu harus. Karena tak semua orang akan tinggal selamanya di hidup kita. Hal ini yang selalu Izel yakini, bukan berdasarkan kutipan orang, tapi pengalaman hidup nya sendiri.

Tak mudah memilih pergi dan berdiri sendiri, lalu bangkit dan mencoba menata ulang tanpa harus mencari bagian hidup yang sudah hilang. Tak banyak teman bukan masalah baginya. Savika dan Edgar saja sudah cukup bagi Izel.

Sebelumnya, banyak yang ingin berteman dengan Izel, namun karena sifat dingin, ketus dan blak-blakannya membuat mereka lebih memilih untuk tidak mendekat padanya. Cih...

"Sendirian aja mba." suara yang mengagetkan Izel ang sedang bersantai dibawah pohon besar di area kampusnya. Tempat favoritnya ketika ia tak ingin diganggu oleh siapapun.

"Eh lo, Van. Kenapa?" yang tak lain dan tak bukan adalah Nevan.

"Gapapa. Gue duduk disini boleh?" tanpa dijawab pun Nevan sudah duduk disampingnya dari tadi. Lalu untuk apa minta izin? Namun tak urung Izel menganggukkan kepalanya pertanda bahwa ia tidak keberatan.

"Vika sama Edgar mana?" tanya Nevan karena tak melihat dua sahabatnya

"Lagi di kantin, pada makan." tadi Vika dan Edgar sudah memaksanya untuk ikut kekantin, namun Izel lebih memilih disini. Dan katanya mereka akan segera menyusul setelah selesai makan.

"Lo pulang nanti ada acara ngga Zel?"

"Ngga ada. Paling gue ke toko buku sama Vika." Izel memang gemar membaca terutama novel. Menurutnya dengan membaca novel ia bisa mengetahui banyak alur cerita kehidupan. Mulai dari happy ending, sad ending dan bagaimana si tokoh didalam cerita menghadapi kehidupan yang banyak konflik. Bukankah menarik?

"Gue anter aja yuk?" Nevan tampak antusias menawarkan diri untuk menemani Izel mencari novel.

Dengan berfikir sejenak akhirnya Izel menganggukkan kepalanya tanda setuju. "Boleh. Tunggu di parkiran kaya biasa aja ya Van."

"Siap bos. Yaudah gue mau masuk kelas dulu ya Zel, see you." lambaian tangan Nevan yang hanya dibalas senyum oleh Izel.

Menerima tawaran Nevan bukan berarti Izel dapat perlahan membuka hatinya. Namun jika dipikir-pikir, apa salah nya mencoba? Apalagi Nevan yang begitu sabar menerima penolakannya yang bahkan bisa dibilang sering, dan tak pernah menyerah untuk mendekatinya, tapi bukan dengan paksaan. Menghargai perasaan seseorang sekali-kali itu baik bukan?

•••

Setelah mata kuliah terakhir hari ini beres. Izel memberitahu Vika kalau ia tak perlu mengantarnya ke toko buku, dan Nevan yang akan menemaninya dan mengantarkannya pulang ke apartemen. Tentu saja hal itu membuat Vika dan Edgar yang juga sedang bersama mereka bersorak gembira. Satu kemajuan yang menurut mereka menakjubkan.

"Yaudah gue cabut duluan ya. Kalian jangan berantem terus kalo gaada gue. Gue yakin kalian itu jodoh." kekehan Izel sontak membuat Vika dan Edgar membelalakan matanya siap-siap berteriak tanda menolak keras apa yang Izel ucapkan. Namun sebelum teriakkan keduanya bergema Izel sudah berlari keluar sambil tertawa puas mengerjai kedua sahabatnya.

GRIZELLE [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang