Bab 19 (2)

106K 8.5K 711
                                    

Cieee.. ada yang seneng gak aku update, padahal masih 1,4K Vote. Baik ya, aku. 😄

Sekedar mengingatkan, ⚠ bab ini untuk 17 thn keatas. Yang di bawah umur vote dan komen aja ya, 😂
Kenapa tetap bab 19? Karena kemungkinan akan aku revisi dan disatuin sama yang sebelumnya.
Kalau komennya banyak aku update lagi.😘
Happy Reading... ❤
______________________________________________

Allah mentakdirkan umat-Nya berpasang-pasangan. Jadi, untuk apa merasa takut kehilangan. Sesuatu yang ditakdirkan milikmu orang lain tidak akan bisa mengambilnya.

Kalam Cinta Sang Gus

Gadis bernetra menawan itu berdiri sambil melipat tangan di dada. Iris beningnya sejak tadi tidak luput memperhatikan gadis remaja yang baru saja menerobos kamarnya itu dengan tatapan intens. Saat ini 'pun ia tengah duduk manja di sofa kamarnya.

"Kak Abel, bisa tidak ya? lain kali kalau ada yang ketuk itu mbok yo cepet di bukakno pintu to mbak'e." Adzkia langsung ngegas. "Emang harus rapat dulu cuma buka pintu doang?"

Alis sebelah kiri Abel terangkat. Bingung deh, yang gangguin orang siapa, yang marah siapa? Dasar gadis aneh, persis Kakaknya. Untung adik ipar, kalau adik sendiri sudah tak jewer pipinya. Dalam hati Abel mengeluh.

Semakin menyipit netra gadis itu ketika adik iparnya menguap, terlihat sekali dia mengalami rasa katuk akut. "Kenapa gak tidur aja sih, Dek. Kalo ngantuk."

Otomatis kepalanya yang tertutup hijab segiempat warna putih itu menggeleng. "Umi bilang aku gak boleh pergi sebelum Kakak-kakaku meminum minumannya." Jari telunjuk kia terarah pada dua gelas dengan larutan berwarna mocca di atas nampan yang tadi ia bawa lalu diletakkan di meja.

"Katanya mau buat teh, kok malah minuman Ini? Abel heran. "Ini minuman apa?" tanya Abel sembari mengangkat lalu menilik isi gelas itu, sesekali ia juga mencium aromanya yang seperti bau rempah yang dipadukan dedaunan dan akar aneh. Abel memang tidak asing perihal jamu, sebab dari kecil ia suka minum jamu daripada obat.

"Mana kutahu. Tadi Kak Nisa dicegah Umi. Katanya kalau habis kehujanan minumnya itu."

"Kan Abel gak kehujanan, kenapa dibuatin juga?"

"Ish! Kak Abel banyak nanya ih. Kalo kak Abel nanya aku, aku mau nanya siapa?" Pandangan Kia beralih pada Ilham yang asik selonjoran di tempat tidur. "A' Ilham cepet napa, gak liat nih mata aku udah sepet?" Adzkia membuka matanya dengan jari.

"Iya, nanti aku minum. Sudah sana kamu pergi."

Adzkia kembali menggerakkan kepala ke kiri dan ke kanan. "Sudah terlanjur janji mau bawa gelas kosongnya kehadapan Umi Ratu. Eh, kehadapan Umi maksudnya." Adzkia nyengir.

Tanpa menunggu lama Abel meminumnya hingga tandas. Adzkia sampai bergidik melihat minuman itu habis dalam beberapa tegukan. Padahal rasanya teramat sangat pahit, lebih pahit dari nunggu jodoh yang tak datang-datang. Adzkia sempat mencobanya seujung sendok ketika di dapur. Itupun tidak mampu ia habiskan, apalagi satu gelas. Ngeri sekali.

"Kak Ilham cepet minum." Abel menyerahkan gelas yang satu lagi.

"Tidak. Aku bukan kamu, Sya. Lebih baik aku disuntik daripada minum jamu. Pahit." Ilham pun menolak.

"Ayolah kak Ilham, gak liat mata Abel sudah sipit gini? Ngantuk." Abel mendekatkan wajahnya, sangat dekat, Ilham sampai mundur satu jengkal. Istrinya ini tidak tahu lagi ada anak kecil apa?

"Iya! Aku minum," sarkasnya. Kemudian merampas gelas dari tangan istri, menutup hidung lalu menenggaknya dengan cepat. "Huek." Ilham ingin muntah rasanya jika Abel tidak segera memberikan permen yang memang disediakan di atas nampan padanya. "Sudah sana kalian pergi," usir Ilham.

Kalam Cinta Sang GUS ✔Where stories live. Discover now