Bab 42

40.5K 6.6K 1.6K
                                    

Happy Reading...💖💖

Kesel ya dapet notif? Maaf udah terlanjur janji sama hati kalo aku bakal update jika vote sudah 3k, eh baru sehari udah 3k. Wkwk

Jangan pelit tekan bintang dulu di pojok bawah 😄
👇

Jika fisik yang terluka, salep bisa jadi obat. Tapi, jika hati yang terluka, maka dzikir merupakan obat paling tepat.

Kalam Cinta sang Gus

Semua yang hidup pasti pernah merasakan terluka bahkan tersakiti, senyuman hanya dijadikan topeng menutupi rasa hati. Banyak jiwa yang rapuh, bahkan sampai hilang iman hanya karena apa yang direncanakan tidaklah sesuai harapan. Padahal jika seseorang senantiasa menerima ketentuan yang telah Allah tetapkan, pasti tidak akan ada yang namanya kekecewaan.

Belajar untuk percaya, bahwa Allah memberi rasa sakit tidak lain hanya untuk menumbuhkan kekuatan baru dalam diri. Sehingga di masa depan tidak mudah tumbang jika harus menghadapi kesakitan yang sama.

"Jadi, tugas yang kemarin belum selesai?"

Santri dengan sarung batik bunga warna coklat itu menjawab, "afwan, Ning." Sambil menunduk.

"Maju ke depan."

Sungguh, ning Abell tidak sedingin ini sebelumnya. Meski tegas, selalu tampak manis dengan senyumnya. Namun kali ini, senyuman itu tidak nampak sama sekali. Ekspresinya kosong.

"Sebutkan shighat dari lafadz ُزَوْجَتَه" pinta Syabella.

"Isim maf'ul, Ning. Eh, isim masdar maksudnya," koreksi santri itu.

"Fi'il madinya?"

Terlihat sekali gadis bertubuh kurus itu jarang belajar, pertanyaan segampang itu masih berpikir lama. "َزَوَج" ucapnya senang.

"Isim dhomir waqi' jama' mudhakar muhathab?

"Antum," jawabnya lagi.

"Fi'il mudhori' waqi' jamak muannas muhathabah?"

Gadis itu mendesah. "َتَزْوُجْن"

"Qhiyas isim dhomir dan isim masdharnya."

"Sekarang, Ning?"

"Tidak, nanti kalau anti sudah menikah."

"Oh, na'am Ning." Dengan tanpa dosanya gadis itu hendak kembali ke tempat duduk.

"Hasna," panggil Syabella lembut.

"Na'am, Ning? Limadha?" Polos sekali gadis itu. (Iya, Ning? Kenapa?)

"Al-ān!" titahnya tegas. (Sekarang juga!)

Santri itu menunduk, wajahnya cemberut. Lalu membaca qhiyasan sesuai titah Ningnya.

"زَوْجًا زَوْجَيْنِ أَزْوَاجاً زَوْجَةً زَوْجَتَيْنِ زَوْجَاتٍ"
"هُوَ هُمَا هُمْ هِيَ هما هن انت انتما انتم انت انتما انتن انا نحن"

"Tasrif menurut fathukasrin."

Tidak hanya santri itu, santri lain juga sampai menelan ludah getir. Mereka saling pandang seolah bertanya, "Ning kita kenapa?"

Kalam Cinta Sang GUS ✔Where stories live. Discover now