Bab 40

40.8K 5.8K 1.5K
                                    

Absen pake love favorit kalian dulu sini...

Happy Reading.... 💖💖

Perihal mencintai, semua wanita sama.
Sama-sama butuh dihargai dan diistimewakan sebagaimana mestinya.

___________________

Kronologi terjadinya kecelakaan sedang tayang di depan Ilham. Kedua kakinya sampai ngilu karena mobil yang melaju kencang hampir menabrak sang istri. Jika Mala tidak menarik tangannya mungkin Syabella sudah celaka. Ilham memejamkan matanya dengan erat. Dia bingung harus bersikap seperti apa pada Syabella. Satu sisi Ilham bahagia istri dan bayinya bisa selamat. Tapi di sisi lain ia merasa bersalah pada Mala dan Uminya.

Jika bukan karena Syabella mereka tidak akan berada di ujung maut seperti sekarang.

"Gus, bukankah ana sudah mengirim video ini ke nomornya gus? Kenapa masih mencari video ini lagi?" tanya ustadz Fawaid. Pasalnya sudah sejak habis adzan dzuhur ia mengirim video itu ke ponsel Gus Ilham.

"Tidak ada di hape saya." Gus Ilham memijat kepalanya yang terasa pening. Apa mungkin Irham yang menghapusnya?

Kening Ustadz Fawaid sontak mengkerut. Bagaimana bisa? Jelas jelas ia mengirimkannya siang tadi.

Brak!!

Ustadz Fawaid sampai terlonjak kaget waktu Gus Ilham memukul meja dengan tiba-tiba. Santri senior berpeci putih itu sampai menekan dadanya yang hampir jantungan karena terkejut.

"Tolong minta para Ustadzah untuk menemani Ning Abel. Saya akan kembali ke rumah sakit." Keputusan Ilham sudah bulat, ia tidak akan bisa meninggalkan Umi Zulfa setelah tahu jika penyebab celakanya adalah sang Istri sendiri. Padahal baru tadi pagi Uminya berkata akan memasakkan makanan favorit Ilham. Tapi, lihat sekarang. Beliau tidak sadarkan diri.

Tepat di depan ruang kontrol CCTV, Syabella menghadang langkahnya. Ilham berdiri mematung menatap mata sayu milik istrinya. Dia bersyukur Syabella dan bayinya baik-baik saja. "Kamu istirahat saja di kamar, aku akan kembali ke rumah sakit," ucapnya datar, namun terkesan dingin.

"Kak Ilham, boleh Abel ik--"

"Sya!" Ilham mengangkat tangan. "Jangan sekarang. Aku mohon."

Dia tidak marah ataupun emosi, tapi kebungkamannya sungguh menyakiti. Syabella tahu suaminya sedang sedih, dia khawatir pada umi Zulfa. Tapi tidak tahukah iya? Jika Syabella juga butuh dirinya, butuh pundaknya untuk mengurangi beban di hati. Sekuat apapun seorang wanita ia tetap butuh sandaran untuk berkeluh kesah.

Laahaula walaaquwwata illa billah. Kamu tidak sendiri, Syabella. Kamu punya Allah dan malaikat kecil dalam rahimmu. Semua akan baik-baik saja. Hanya itu yang bisa Syabella lakukan pada hatinya ketika melihat punggung suaminya perlahan menjauh. Syabella mengerti, sungguh ia mengerti keadaan suaminya. Tapi, tidak bisakah sebentar ... saja, ia meminjamkan dada untuk mendekapnya? Syabella benar-benar membutuhkannya sekarang. Rasa bersalah ini membuatnya menderita.

Umi, Abi, Abel rindu. bisiknya ketir, kedua kakinya melangkah gontai menuju kembali ke kamar. Sesak di dadanya membuat kedua mata Abel memanas, tanpa mampu ia tahan bendungan di pelupuk matanya pecah, aliran sungai kecil namun deras terbentuk di pipinya. Syabella menangis dalam diam.

Sebenarnya dia ingin sekali menangis dengan keras atau kalau perlu berteriak agar hatinya yang seperti terhimpit ribuan beton dapat bernapas lega, tidak sesak seperti sekarang. Syabella segera mengunci pintu ketika sampai di dalam kamar. Lalu membaringkan tubuh di atas kasur, ia tak memperdulikan ketukan para santri di luar kamar. Lelah, tidak hanya di fisik tapi seluruh jiwanya juga.

Kalam Cinta Sang GUS ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang