Bab 6

109K 8.6K 260
                                    

Sebelum lanjut, kuucapkan Selamat Hari Santri buat para santri di seluruh dunia.

____________________________________________

"Semua orang punya masalalu. Termasuk kamu. Jika kau terus terpaku pada masalalu, masa depanmu tidak akan ada harapan."

Kalam Cinta Sang Gus

Semua keluarga terlihat sendu menyaksikan tangis diam Syabella di halaman pesantren, gadis itu tidak protes sedikitpun tentang kepulangan orang tuanya.

Ilham bersandar di badan mobil menyaksikan istrinya bermanja dengan sang Umi,  usai memasukkan dua koper besar ke dalam bagasi, kini bersiap untuk mengantar mertuanya ke Bandara, sebab mereka akan kembali ke Surabaya hari ini.

Abel masih menangis tersedu di dekapan Umi Aisyah, keinginannya untuk ikut pulang tidak berani dia utarakan. Setiap ingin membantah, lagi-lagi dia teringat pesan Abinya, 'Abel harus selalu ingat, seorang perempuan yang sudah menikah, bukan tanggung jawab orang tua. Semua tanggung jawab beralih pada suami, dan kamu harus selalu mematuhinya. Karena suami bagaikan nahkoda, meski dalam badai dia akan tetap memastikan kapalnya berlayar sampai pelabuhan. Jadi jangan meyusahkannya lagi.' Terkesan menggurui memang, tapi itu memang tugas orang tua bukan? Untuk selalu mengingatkan anaknya.

"Mas, memangnya harus ada resepsi lagi di Surabaya?" tanya Ilham pada Abi Aziz yang sejak tadi mengelus lembut puncak kepala putrinya di dekapan sang istri.

Bagaimanapun, Syabella putri bungsu yang teramat disayangi Abi Aziz. Abel sudah seperti separuh hatinya. Tapi, tetap saja dia seorang putri yang cepat atau lambat harus diserahkan pada pria lain, yaitu suaminya. Berat memang, mengingat betapa manjanya Abel, betapa kekanakannya Abel, dan juga betapa cengeng putri bungsunya ini. Tapi, Abi Aziz yakin Abel akan selalu menuruti orang tua. Meski pernah kecolongan satu kali, dia yakin didikannya tidak selemah itu sampai Abel akan merusak ikatan ini, dan mempermalukan nama baiknya.

Mulut Abi Aziz sudah terbuka hendak menjawab pertanyaan mantunya, namun urung mendengar rintihan Ilham.

"Aw aw aw, Umi kenapa narik telingaku?" protes Ilham ketika tangan lembut Umi Zulfa menarik telinganya.

"Beliau ini sudah jadi Abi mertuamu, jangan panggil Mas lagi, paham?" Zulfa mengangkat tangan hendak menepuk pundak Ilham, namun secepat kilat lelaki itu menghindar. Mengundang gelak tawa semua keluarga.

"Iya, iya, Umi. Maaf, namanya juga lupa."

Dalam tangisnya Abel sempat tergelak melihat suaminya dijewer Umi Zulfa. Membuat Aisyah gemas dan mencubit pelan pipi sang putri yang sering menangis dalam pelukannya. Setelah ini Umi Aisyah berharap ada pundak lain menggantikan posisinya ketika si cengeng ini menangis.

Demi mengalihkan sedihnya Aisyah berkata, "iya, Ilham. Karena di Surabaya banyak kerabat kami yang hidupnya sederhana, jangankan untuk tiket kesini, untuk kebutuhan sehari-hari saja mereka harus banting tulang. Kami tidak ingin membebani mereka, jadi dengan resepsi di sana silaturahmi kita semakin erat. Sekaligus memperkenalkan mantu kami pada semua kerabat di sana." Ucapan lembut Aisyah membuat Ilham mengangguk paham.

"Ya sudah, kami pulang dulu ya, Nduk."

Abel mengangguki ucapan Abinya dengan sedikit cemberut, kemudian melepas perlahan pelukan Umi Aisyah. Gadis ini memang memutuskan untuk tidak ikut ke Bandara, dia tidak ingin mempermalukan dirinya sendiri dengan menangis di depan umum nanti.

Ilham sempat terpaku melihat ratapan sendu Syabella yang terbiasa dengan wajah cerianya. Kini wajah manis itu terlihat sedih meski dicover dengan senyuman. Tapi Ilham tidak bisa berbuat apa-apa, dia sudah terlanjur menyanggupi permintaan abi Aziz untuk menahan Abel tetap di sini.

Kalam Cinta Sang GUS ✔Where stories live. Discover now