Bab 12

97.9K 7.6K 189
                                    

Happy Reading ❤

_____________________________________________

Terkadang, cinta bukanlah alasan yang akan membuat seseorang bertahan, kadang cinta itu sendirilah yang membuat seseorang terpaksa Menyerah. Karena adakalanya rasa itu hadir hanya di satu sisi, sedang di sisi lain hanya ingin menjaga hati.

Kalam Cinta Sang Gus

Sore di awal bulan Desember langit Surabaya tidak terlalu cerah, deretan awan sedikit kusam menguasai hamparan langit dengan begitu rapi, sampai-sampai mentaripun enggan menampakkan diri. Persis seperti senyum gadis yang kini merajuk di depan rumahnya, sejak pagi lengkung yang biasa memancar di bibirnya enggan terbit. Bersebab sang suami sudah menyiapkan mobil untuk mereka pergi hari ini.

Rumah Sakit umun yang tidak terlalu jauh dari pesantren adalah tujuan mereka hari ini, kepulangannya ke Bogor sudah berhasil Abel cancel dengan beribu alasan, namun satu alasan 'masih ingin mengunyel-unyel pipi ponakan pertama' adalah yang paling mempan. Akan tetapi Abel selalu menolak ketika di ajak langsung kerumah sakit.

Namun sore ini, ajakan Ilham untuk menjenguknya secara langsung sudah tidak terbantahkan. Jika tidak, hari ini Ilham akan membawanya kabur dari Jawa Timur. Menurut informasi dari kerabat yang di sana, putra Akbar lahir dengan selamat di sepertiga malam dengan jenis kelamin laki-laki.

"Kak Ilham, Abel di rumah aja ya," rengeknya.

Ilham menggeleng, sembari tangannya membukakan pintu mobil untuk Syabella, lelaki itu takut istrinya kembali membuat masalah jika ditinggal sendirian. Lenguhan pasrah terdengar kentara dari mulut gadis ayu tersebut, karena dengan terpaksa dia harus masuk area yang menurutnya sangat menakutkan. Sejak kecil Abel memang paling anti jarum suntik, jika sakit pun gadis itu akan lebih memilih minum jamu buatan almarhumah Nyai sepuh alias Neneknya dari pada di bawa ke klinik atau rumah sakit. Bahkan pernah Abel menangis histeris hanya karena di sekolahnya ada suntikan.

Tidak butuh waktu lama, kini mobil itu sudah menuju tempat parkir rumah sakit. Padahal Abel belum turun dari mobil tapi wajahnya sudah pucat, rasa malulah yang membuatnya sungkan mengatakan pada si suami.

"Sya, turun," desak Ilham karena terhitung hampir tiga menit ia membuka pintu mobil, gadisnya tidak juga berkenan turun.

"Gak mau, Abel mual kalo nyium bau obat," alibinya.

"Tidak semua ruangan ada bau obat, Sya." Ilham meraih tangan istrinya agar ikut masuk.

"Gak mau, Kak Ilham." Abel menolak.

"Sya, ini perintah! Lagipula kamu sudah sebesar ini masih takut disuntik, yang benar saja?" tandas Ilham, bukannya tidak tahu alasan di balik penolakan keras sang istri, Ilham tahu semuanya dari pesan yang di kirimkan Akbar padanya. Hanya saja Ilham ingin tahu reaksi Abel saat di rumah sakit seperti apa? Jahil memang.

"Kok Kak Ilham bisa tahu kalo Abel ...."

"Salah jika suami mencari tahu semua tentang istrinya? Salah sendiri tidak mau jujur."

Abel merengut, tangan suaminya ia tepis lalu dengan tidak sabaran keluar dari mobil. Meski kakinya sedikit bergetar karena takut, si rasa gengsi tetap membuatnya bungkam untuk bicara dan terus melangkah.

"Katanya mau jadi istri seutuhnya, masak hal sekecil ini saja tidak mau terbuka."

Kaki Abel mendadak terhenti di atas paving yang terpasang rapi di parkiran rumah sakit. Sejenak otaknya berputar pada kejadian semalam, dia memang bilang kalau 'ingin jadi istri seutuhnya.' Dan itu serius ia katakan, tapi balik pada sang suami, lelaki itulah yang masih enggan menjadi suami yang sebenar benarnya. Tubuhnya berbalik sembari menatap suaminya dengan tajam. "Hal kecil kata Kak Ilham?" Abel mendengkus, "Kak Ilham percaya nggak? Bahkan katanya 'Hal Kecil' itu lebih sulit dikendalikan daripada hal besar tau." Abel memberi penekanan dibeberapa kata.

Kalam Cinta Sang GUS ✔Where stories live. Discover now