SRP

1.4K 32 7
                                    

Dylana POV

   
    Reider's kalian tahu gak dua bulan lagi Adhit bakalan berangkat Amerika, maka mulai saat itu juga aku harus mulai terbiasa dengan kesendirian ku. Dulu abangku yang harus pergi ke luar kota untuk melanjutkan kuliahnya yang membuat ku sedih, namun kesedihan ku tak bertahan lama karena ada sosok Adhit yang selalu menemaniku menggantikan sosok abangku. Namun saat ini aku harus merelakan Adhit untuk pergi dari ku, meninggalkan ku sama seperti yang abangku lakukan. Namun hal itu ia lakukan untuk masa depannya, dan hal itu tak akan menjadi halangan bagiku atau pun dia untuk saling bertemu, toh sekarang teknologi dan transportasi sudah modern jadi aku bisa kapan saja menghubunginya, atau pun mengunjingan saat aku merindukan nya. Adhit mungkin sahabatku, namun dia memiliki porsi yang lebih dari sekedar sahabat. Pasti kalian juga tahu apa yang ku maksud, pasti diatara kalian juga ada yang pernah mengalami apa yang aku alami saat ini.

  Namun disaat Adhit akan pergi ke luar negeri untuk melanjutkan pendidikan nya, Tuhan mengirimkan ku seorang adik yang saat ini masoh bersemayam di dalam perut bunda ku. Mungkin adik ku lah yanv akan menjadi penawar sepi ku disaat abanga dan Adhit jauh dariku. Meskipun aku memiliki kedua sahabat yang selalu ada untukku, tapi tetap saja mereka tidak akan selalu berada disisi ku selama dua puluh empat jam, mereka mempunyai kehidupan dan urusannya masing-masing.
Reider's udah dulu ya soalnya aku denger bunda ku manggil-manggil terus, jadi aku harus cepet-cepet samperin bunda.


Byeeee reider's ku sayang ✋✋

________________________________________________

      Dylana pun menghampiri sang bunda yang tadi memanggil nya dari arah dapur, namun saat Dylana ke dapur ternyata bundanya tidak ada. Malahan sang bunda tengah bersantai di gazebo belakang rumah, Dylana pun menghampiri bunda dengan membawa buah apel dan segelas susu coklat.

"Bunda kok disini, Dy kirain bunda di dapur?" tanya Dylana, sambil duduk disamping bundanya

"Tadinya emang bunda lagi di dapur, tapi tiba-tiba bunda ngerasa gerah ya udah bunda ke sini aja deh buat cari angin" jelas Dira

"Bun ayah belum pulang ?"

"Udah, lagi mandi"

"Kirain belum pulang, padahal Dy mau nitip sesuatu"

"Emangnya mau nitip apa ?" tanya Dira sambil mengelus rambut putri cantiknya itu

"Mau nitip beli seblak ceker"

"Buat aja di rumah, biasanya juga kamu teh buat sendiri" ucap Dira

"Lagi pengen beli, tapi besok aja deh sekalian nemenin bunda cek kandungan"ucap Dylana sambik mengelus perut sang bunda " bunda nanti kalau adeknya cewek mau di kasih nama siapa, terus kalau cowok siapa ?"tanya Dylana sambil menatap sang bunda

"Belum bunda pikirin dek, kamu mau bantuin bunda gak buat cari nama buat si adek ?" ucap Dira

"Ya udah nanti Dy cari namanya yang paling bagus buat si dedek"kata Dylana dengan penuh semangat

"Sekarang bunda panggilnya teteh ya, kan bentar lagi adek lahir"ucap Dira

"Iya dong bunda, lucu juga ya aku bentar lagi di panggil teteh"

"Kan dipanggil teteh mah, kami udah biasa"ucap Dira

"Iya si, tapi kan itu sama sepupu atau adek kelas, yang ini kan spesial, di panggil nya sama adek sendiri"

"Kamu nih ada-ada aja" ucap Dira sambil terus menggelus-elus rambut Dylana

   Dira senang anak-anaknya bahagia akan kehadiran calon adik kecil mereka ini, Dira sangka anak-anak nya akan marah saat tahu ia hamil. Namun dugaanya salah, Dylana malah langsung memeluknya dan langsung mengajak Dira untuk pergi ke dokter untuk memastikan bahwa keadaan janin di perutnya sehat, apalagi anak laki-laki pertama nya malah sengaja pulang dari yogjakarta hanya untuk memasikan kabar tersebut. Dira benar-benar senang dibuatnya, malahan Dira rasa, rasa syukur yang ia panjatkan kepada sang pencipta tak sesuai dengan kebahagian ya g telang sang pencipta berikan pada dirinya dan keluarga kecilnya itu.

"Bun kamu liat ponsel ayah gak ?" tanya Rangga (ayah Dylana)

"Enggak"jawan Dira santai

"Kamu dek ?" tanya Rangga pada Dylana

"Enggak"

"Terus ponsel ayah dimana dong ?"

"Makannya kalau nyimpen barang itu jangan sembarangan"ucap Dira

    Rangga tak membalas perkataan istrinya, Rangga lebih memilih untuk kembali ke kamar untuk mencari ponselnya. Sedangkan Dira menatap punggung suaminya dengan tatapan kesal, entah mengapa semenjak ia hamil dia begitu kesal pada suaminya itu. Padahal suaminya itu tak melakukan kesalahan, tapi setiap melihat wajah suaminya Dira selalu merasa kesal, dan hal ini dirasakan Dira saat usia kandungan nya masuk 6 bulan.

Hallo reider's ku yang ku sayang dan ku bangga kan ✋

Kali ini chapternya aku buat gak panjang, jadi para reider's kesayangan ku ini gak akan bosan 😇

Jangan lupa Vote sama comment nya, vote sama comment dari kalian adalah dukungan dan referensi buat aku 😊

See you next chapter 😘😘😘




SAHABAT RASA PACARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang