LIMA

427 113 6
                                    

"Yang disana jangan lari kalo ada yang mau oper bola!"

"Heh, itu kenapa malah bengong? Masukin ke ring bolanya!"

Ekskul basket minggu itu didominasi oleh teriakan Kay yang dingin, tapi nyaring. Entah berasal darimana suara lantang itu, padahal badannya kurus.

"Lo yang rambutnya digerai, keluar lapangan!" Kali ini Lita yang kebagian jatah diteriakin Kay.

"Kenapa, Kak?" Lita ngos-ngosan habis oper sana oper sini, lari sana-sini.

"Rambut lo. Mau gue botakin apa lo iket?" Kay berkacak pinggang, gerah melihat Lita lari-larian di lapangan outdoor dengan rambut yang digerai.

Lita menghela napas dan celingukan ke bawah, matanya mencari-cari sesuatu. Lalu, memungut sesuatu dari aspal pinggir lapangan basket dan mengikat rambutnya asal-asalan.

"Udah kan, Kak? Saya latihan lagi." Lita sudah berlari lagi memasuki lapangan.

Kay jadi bingung sendiri ada perempuan macam Lita. Disuruh merapikan rambutnya yang pendek itu biar tidak ribet selama latihan, tapi malah ambil karet gelang dari jalanan yang habis diinjak-injak entah oleh berapa orang yang lewat. Mana menguncir rambutnya asal-asalan, anak rambutnya masih berkeliaran di sekitar wajahnya yang basah oleh keringat.

"Sha, oper sini sini." Lita melambai-lambaikan tangannya meminta operan bola dari Marsha, teman satu timnya.

Marsha tengok kanan-kiri sebelum mengoper bola ke Lita.

"Bentar, Sha, bentar. Jangan oper dulu." Angin yang tiba-tiba berhembus kencang membuat anak rambut Lita yang tidak ikut terkuncir masuk ke matanya.

Sayangnya, Lita sedang sial. Marsha keburu melempar bola dan sukses mengenai kepala Lita membuat dirinya mundur dengan mata terpejam dan menabrak tiang.

"Aduduh... sejak kapan sih tiang ring pindah kesini?" Lita mengucek-ucek matanya agar mau terbuka, karena perih tertusuk rambutnya sendiri.

"Sejak sekarang."

Eh? Kok tiang bisa ngomong?

Lita membuka mata. "Kak Kay, maaf. Saya kira tiang."

"Andin, masuk! Lo, keluar."

"Loh, kok saya diganti, Kak? Kan belum selesai." Lita mengikuti Kay yang berjalan ke pinggir lapangan, tapi yang ditanya hanya diam.

"Kak, kenapa saya diganti?"

Kay masih diam, memerhatikan anggota tim basket putri yang sedang latihan.

"Kak, kenapa saya diganti? Gara-gara saya ngira kakak tiang? Maaf, Kak, saya beneran nggak tau. Bukannya sengaja mau ledekin kakak. Maafin saya dong, Kak. Saya boleh ikut main lagi kan, Kak?"

"Kayak petasan. Ngerepet terus ngomongnya." Kay mendekat ke tepi lapangan.

"Marsha, yang bener kalo ngoper jangan asal lempar. Vani, sekali lagi bengong gue keluarin dari lapangan!"

Lita menghentakkan satu kakinya kesal. Sampai jam ekskul selesai, ia jadi pajangan di pinggir lapangan mendengarkan Kay teriak-teriak memberi perintah.

*

"Kok gerakannya kayak paus keseleo sih?" Fiksa berseru dari tepi kolam renang.

"Mestinya gimana, Kak?" Lita sudah kewalahan mempraktekkan gaya kupu-kupu yang sebelumnya sudah Fiksa ajarkan.

"Elo nyuruh gue ngajarin lagi?" Fiksa mulai terdengar menyebalkan seperti Kay.

"Bukan, Kak, nggak gitu maksud saya..."

Almost Paradise [COMPLETED]Where stories live. Discover now