DUA PULUH LIMA

343 72 20
                                    

Sudah hampir seminggu Lita mati-matian menghindari Kay, Fiksa, Advin, Daffa dan Seran secara perlahan. Dirinya masih tetap mengikuti ekskul, tapi sebisa mungkin menghindari kontak mata dengan mereka.

Saat ekskul basket, meskipun Kay sudah pensiun jadi ketua basket, ia masih suka mengecek kinerja ketua baru. Sapaan Kay pada Lita ditanggapi angin lalu, Lita pura-pura tidak dengar atau saat Kay memanggilnya Lita berseru pada teman lainnya. Sikap Lita yang seperti itu tidak luput dari perhatian Gina yang mengawasi sambil bermain. Meskipun Gina tidak lagi asal-asalan melempar bola saat mengopernya pada Lita, tapi Lita tahu tatapan Gina padanya penuh kebencian sekaligus kemenangan.

Begitu juga saat ekskul renang, dengan patuh Lita menuruti semua instruksi Fiksa. Fiksa yang terkadang mengajaknya bergurau tidak juga ditanggapi, biasanya Lita sibuk bertanya teknik renang pada anggota renang lainnya. Hal itu berlaku pada ekskul-ekskul lainnya, termasuk ekskul PMR.

Segala macam kalimat permohonan sudah dilontarkan Lita pada Seran agar dirinya dibolehkan untuk tidak mengikuti pelantikan kenaikan tingkat di PMR, tapi Seran seperti biasa tidak bisa dibantah sama sekali.

“Waktu Daffa sama Kay menghadapi momen terakhir mereka di ekskul, elo selalu ada. Apa elo mau berlaku nggak adil sama gue? Pelantikan ini pelantikan terakhir sebelum gue bener-bener berhenti jadi ketua,” ujar Seran yang tangannya cekatan merapikan bidai-bidai.

Lita baru mau berkata ia tidak peduli atau bodo amat ketika Seran langsung menatap matanya dengan pandangan tidak biasa.

“Elo aneh.”

Sebelum Seran makin curiga Lita pun menyerah memohon dan bilang ia akan ikut pelantikan yang akan diadakan malam ini di sekolah. Pandangan menyelidik Seran membuat Lita takut.

Acara pelantikan berjalan mulai pukul sembilan malam. Masing-masing anggota akan di tes mengenai kemampuannya dalam menangangi Pertolongan Pertama (PP), membalut luka, membidai, membuat tandu serta tes tertulis yang berhubungan dengan dunia kesehatan.

Tes tertulis diadakan lebih dahulu, sebelum dilanjut dengan tes praktek. Segala tes sudah selesai dilakukan saat jam menunjukkan pukul dua belas malam, seluruh anggota diberi tempat di aula besar untuk tidur beralaskan matras yang sudah disiapkan.

Lita berusaha sekuat mungkin agar matanya tidak terpejam. Dirinya mengkhawatirkan sesuatu apabila dia tertidur. Namun, padatnya kegiatan malam itu membuatnya sangat lelah dan tanpa sadarnya matanya terpejam.

Seran mengambil alih tugas mengecek peserta pelantikan yang sedang tidur di aula besar. Ia harus memastikan semua ada di tempatnya. Tidak ada yang sembunyi-sembunyi keluar dari aula tanpa alasan tidak jelas. Seran mengecek aula sebelah kiri terlebih dahulu, tempat peserta laki-laki tidur. Sinar dari senter diarahkan secara teliti dari ujung ke ujung. Dirinya berjalan pelan diantara celah kecil yang terbentuk di sela-sela matras dan ketika Seran akan mengecek ujung terakhir terdengar teriakan histeris dari sebelah kanan aula besar, tempat peserta perempuan tidur. Seran berlari ke sumber suara, tidak peduli langkahnya justru membangunkan peserta lain. Ia tahu suara siapa itu.

Dengan mata terpejam tubuh Lita meringkuk diatas matrasnya dan terus berteriak histeris meminta tolong dan memohon.

“Tolong, plis… sana! Jauh-jauh! Pergi!” teriakan dan kata-kata memohon diserukan bergantian diiringi isak tangis.

Seran sampai ditempat Lita dan melihat peserta yang tadinya tertidur sekarang sudah duduk di atas matras masing-masing, memandang bingung Lita yang terus mengigau itu. Tidak ada yang berani membangunkannya, karena tubuh Lita memberontak saat ada yang berusaha menyentuh untuk membangunkannya.

Almost Paradise [COMPLETED]Where stories live. Discover now