EMPAT

465 125 5
                                    

"Hahahahahahahahahaha......."

"Heh! Mana ada cewek anggun ketawa nyablak gitu? Si ketua golf kabur baru rasa lo." Lita bersungut kesal mendengar ketawa Lerina yang lebar dan nyaring.

Lerina menutup mulutnya, namun Lita tahu temannya yang kadang judes banget itu lagi setengah ampun menahan tawa yang mau menyembur lagi.

"Nih, tisu basah. Siapa tau itu merah-merahnya ilang dielap ini." Erick menyodorkan tisu basah yang berasal dari saku jasnya. Agak takjub ada cowok bawa tisu basah sih, tapi kalau Erick bukan hal aneh lagi.

Lita mengambil juga tisu basah yang diberikan Erick, walaupun ia tahu tisu itu tidak akan bisa menghilangkan bekas merah di pipinya dalam sekejap.

"Jadi, kemarin kamu asal nyebur dan itu pipi ketampar air, karena kamu nggak tau gimana loncat yang bener dari papan loncat?"

"Nggak usah diperjelas lagi, Mar!" Lita mendorong bahu Mary gemas.

"Hahahahahaha.... malu-maluin abis." Tawa Lerina kembali menyembur dari mulutnya.

"Diem sih." Lita menelungkupkan kepalanya di atas meja.

Lita masih merasa malu banget kalau ingat kejadian tadi sore. Gara-gara terlalu emosi dibilang manja sama Fiksa, dia loncat begitu saja kedalam kolam. Lita lupa kalau sebelumnya dia tidak memerhatikan anggota ekskul renang sebelumnya bagaimana mereka melompat, bagaimana ancang-ancang atau gaya mereka. Akibatnya, wajahnya duluan yang menghantam air dan itu sangat menyakitkan. Lebih menyakitkan lagi karena seluruh anggota ekskul yang ada di kolam renang menertawakannya, sedangkan Fiksa hanya diam memandangnya dengan mata yang disipitkan.

"Terus, terus gimana kelanjutannya?"

"Kalo gue ngalamin kejadian malu-maluin aja lo demen banget nanya. Giliran gue nanya-nanya sama lo, lo males-malesan jawabnya." Lita mendelik pada Lerina yang masih tertawa di sela ucapannya. 

"Nggak ada terus-terus. Gue diketawain sama anggota lain disana sampe jam ekskul kelar. Puas lo?"

Tidak ada jawaban. Hanya ada Lerina yang ngakak puas, sepertinya Lerina lupa mempertahankan image anggun bak seorang putri raja khasnya, Erick yang menatap sok iba dan Mary yang senyum sedikit. Menatap ketiga orang di depannya, sebenarnya Lita bersyukur ada tempat mencurahkan segala kejadian yang dialaminya, termasuk kejadian memalukan kemarin.

Lerina yang pada awal sekolah sangat anti pada Lita, lama-lama mulai menjawab dan membalas setiap perkataan Lita yang kadang tidak penting, walaupun masih tetap mempertahankan gaya sombongnya. Tapi, Lerina terkadang lupa sama gaya princess, seperti sekarang ini dia masih tertawa puas atas kejadian yang menimpa Lita.

Sementara Erick memang dari awal sekelas sama Lita adalah murid laki-laki yang paling dekat dekat dengan Lita. Lita hanya santai dan menganggap godaan Erick adalah bercandaan yang bisa menghiburnya, meskipun kadang suka bikin bete. Erick tetap teman pria satu-satunya yang dekat sama Lita dengan gaya metroseksualnya yang lebih rapi, bersih, fashionable, dari Lita yang seorang perempuan. Dan Mary, masih dengan sikap dan sifatnya yang memang 'Mary banget'. Kadang bisa ngomong sepotong saja, mengangguk pelan, tapi kadang juga bisa ngoceh panjang lebar melebihi guru Bahasa Indonesia yang lagi mendongeng.

"Hari ini ekskul apa?" tanya Erick tengah sibuk merapikan rambut jigraknya yang memang sudah rapih.

"Siang PMR. Sorenya paduan suara." Lita menjawab sambil melihat catatan kecilnya.

"Kalo ada kejadian lucu lagi, jangan lupa cerita-cerita. Oke?" Lerina kembali tertawa.

"Mending kamu siap-siap sekarang. PMR mulai jam satu, kan?" Mary mengingatkan.

Almost Paradise [COMPLETED]Where stories live. Discover now