DUA PULUH ENAM

363 75 29
                                    

Lerina memacu mobilnya seperti orang kesetanan. Mary yang duduk di kursi penumpang hanya diam sambil memegang erat seat belt-nya. Sudah tidak terhitung berapa lampu lalu lintas berwarna merah diterobos saat tak terlihat polisi.

Cerita dari Lita di makam tadi membuat Lerina seketika diam, namun saat itu dia menarik Lita dan membawanya pulang. Alasan yang diberikan Lerina dan Mary ketika berhadapan dengan Mama Lita adalah mengatakan kalau Lita tidak enak badan dan harus pulang sebelum jam sekolah selesai.

Tadinya Lerina dan Mary memutuskan sekalian saja bolos setelah mengantar Lita dari rumah sakit dan makam, tapi begitu mendengar kejadian yang menimpa Lita mereka tidak bisa tinggal diam. Lerina memaksa Mary harus ikut dengannya kembali ke sekolah, meskipun sekarang jam pelajaran sudah usai. Ada hal penting yang harus diurus.

“Lerina, kamu harus tenang.” Mary mengingatkan sambil berusaha menjajarkan langkahnya dengan langkah Lerina yang terburu-buru menelusuri koridor.

Bukannya memperlambat langkahnya, Lerina justru mempercepatnya menuju ruang musik. Ia hapal betul orang-orang yang harus ditemuinya saat bel pulang berbunyi pasti ada disana. Dengan kasar Lerina membuka, atau lebih tepatnya mendobrak, pintu ruang musik tanpa mengetuknya. Lima orang yang ada disana seketika menghentikan aktivitasnya dan memandang bingung Lerina serta Mary yang ngos-ngosan di belakang.

“Gue nggak peduli kalian senior disini, yang jelas gue cukup tau dan jelas banget kalian semua ini brengsek!” Lerina menuding satu-persatu mulai dari Kay, Advin, Seran, Fiksa dan Daffa.

“Maksudnya?” Seran maju selangkah merasa tidak terima dengan perkataan Lerina.

Lerina yang tidak takut pada Seran menunjukkan ekspresi menantang.
“Elo dan empat temen lo lainnya ini brengsek! Kalian mestinya ada disamping dia sekarang, bukannya santai-santai disini!” Mata Lerina melirik sinis Fiksa yang memerhatikannya sambil menyedot sekotak minuman dengan wajah polos yang kebingungan.

“Dan elo!” Telunjuk Lerina menunjuk Daffa. “Gue tau elo punya perasaan lebih sama dia, tapi disaat terpuruk begini elo malah mundur ngehibur dia, hanya karena gelang pemberian elo nggak dipake sama dia.”

“Kita lagi ngomongin siapa sih?” Fiksa berbisik ke Advin yang langsung mendapat hadiah timpukan buku.

“Elo bisa duduk disini sambil cerita.” Kay menggeser kursi ke arah Lerina.

Lerina menendang kursi itu. “Nggak usah sok baik sama gue.”

“Orang yang lo sebut-sebut ‘dia’ dari tadi itu maksudnya Lita?” Advin menghadapi Lerina dengan tenang.

“Emang siapa lagi sih selain Lita? Cuma dia cewek bego yang gara-gara deket sama kalian diserang abis-abisan sama cewek-cewek di sekolah ini! Cuma dia yang diem aja pas beberapa kali dikunciin di toilet, disekap, bahkan tangannya disayat cutter dan nggak mau bilang sama kalian, karena takut kalian berubah dingin kayak dulu lagi. Cuma dia cewek tolol yang sering dikirim teror foto, baju basketnya dirusak dan ditaro bangkai di lokernya dan memilih cuek demi kalian! Cuma dia cewek bego, tolol yang... tetep sabar jadi sahabat gue yang sombong ini…” Lerina masih terus berteriak, namun kata-katanya diselingi isakan kecil tertahan, membuat Mary yang matanya mulai berkaca-kaca pun mengusap pundak Lerina.

“Cuma dia… Lita… yang tetep kuat dan diem aja meskipun dia diculik dan...” Lerina makin sulit berbicara, isakannya sulit ditahan.

“Dia diperkosa cuma karena dia dekat sama kalian!” Tangis Lerina meledak dan langsung berlari keluar ruang musik, sambil menarik Mary yang juga sudah tidak bisa menahan airmatanya.

Ruang musik hening. Hanya ada suara benturan keras berasal dari Daffa yang habis meninju meja kaca di hadapannya. Kay yang menunduk frustasi. Fiksa yang matanya memerah dan Advin yang membanting buku ditangannya. Serta Seran yang wajahnya menegang dan tangan terkepal kuat.

Almost Paradise [COMPLETED]Where stories live. Discover now