SATU

1.8K 173 12
                                    

Lita memandang dengan mata berbinar gedung mewah dan megah dihadapannya sekarang ini. Gedung sekolah yang sudah sangat dinantikannya setahun lalu. Setahun yang penuh perjuangan untuk bisa ada di depannya sekarang sebagai salah satu murid sekolah swasta paling bergengsi dan sulit dimasuki bagi mereka yang sangat menginginkannya.

Gedung bercat putih dengan padanan warna hitam di pinggirannya, didominasi dengan dinding-dinding kaca sehingga aktivitas di setiap ruangan terlihat dengan jelas. Gerbang sekolah yang tidak kalah megahnya, berukuran sangat besar dengan pahatan indah, namun sulit ditembus.

Lita mencoba mengingat kejadian beberapa bulan lalu, dimana dia setengah mati membujuk orangtuanya agar mengijinkannya bisa bersekolah disini.

"Lita boleh kan daftar di Garuda Bangsa? Lita janji bakal rajin belajar dan nggak malas lagi bantuin Mama."


"Aduh, Lita, daftar di sekolah negeri biasa aja. Biayanya lebih murah dan sekolah negeri juga nggak kalah bagus dari sekolah swasta." Mama Lita kelihatan pusing dengan rengekan putrinya yang sudah ke sekian kali.


"Tapi, Ma, aku mau banget sekolah disana. Aku bisa usaha agar aku masuk kesana melalui beasiswa, jadi Mama sama Papa nggak perlu keluar biaya banyak." Lita masih berusaha meyakinkan mamanya yang malah sibuk memasak di dapur.


"Beasiswa?" Mama Lita mengalihkan pandangannya sebentar dari masakannya.


Lita mengangguk yakin, sementara adik perempuannya, Erin, sedang mati-matian menahan tawanya.


"Apa sih?" Lita mendelik sewot, karena akhirnya Erin tertawa terbahak-bahak.


"Kak Lita lucu. Mau dapat beasiswa di Garuda Bangsa? Tembus sepuluh besar aja di kelas susah." Erin langsung berlari ke kamarnya ketika melihat Lita melotot dan hendak mengejarnya.


"Biar aku aja yang nanggung biaya Lita sekolah, Mbak."


Lita langsung urung mengejar Erin dan menatap Tante Nilam, adik mamanya, seolah tantenya itu adalah malaikat penolong yang datang sangat tepat waktu.


"Jangan. Kamu sudah terlalu sering manjain dan beliin Lita sama Erin ini itu. Lagipula, biaya sekolah Lita sudah jadi tanggung jawabku dan Mas Arda." Mama Lita menolak tegas.


"Ayolah, Mbak, kalau bukan manjain Lita dan Erin, aku harus manjain siapa lagi?" Suara Tante Nilam terdengar memelas.


Mama Lita mengembuskan napas berat. Adik satu-satunya itu sudah hampir delapan tahun menikah dan belum juga dikaruniai seorang anak. Itu yang membuatnya sangat menyayangi dan memanjakan Lita, juga Erin.


"Biar aku yang tanggung semua biaya sekolah Lita, kalau dia memang bisa diterima di Garuda Bangsa. Mbak sama Mas Arda jadi bisa nabung untuk biaya sekolah Erin dan kuliah Lita nantinya. Untuk SMA Lita biar aku yang urus. Aku yakin suamiku pasti sangat setuju."


"Ma, aku beneran janji sama Mama dan Tante Nilam, aku pasti rajin belajar dan nggak malas-malasan lagi. Aku nggak akan ngecewain Mama sama Tante deh. Janji!"


"Sebenernya apa sih, yang bikin kamu ngebet banget mau sekolah disana?"

Pertanyaan mamanya itu masih sangat jelas di telinga Lita.

Lita kembali memandangi gedung sekolah barunya dan ketika pertanyaan mamanya itu terlintas di pikirannya, ia tersenyum kecil dan melangkahkan kakinya masuk ke sekolah barunya dengan semangat yang menggebu.

Semangat yang dikarenakan suatu hal yang sudah menjadi obsesi Lita sejak lama.


*



"Ya ampun, Kak Lita masih stuck sama BBF?" Suara cempreng Erin yang mengintip dari kamar tidur Lita dari depan pintu.

Almost Paradise [COMPLETED]Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon