DUA PULUH TUJUH

363 67 25
                                    

Rasa marah dan lega bercampur jadi satu saat melihat rekaman dari ponsel Marsha. Marah karena melihat dan mendengar makian-makian serta rentetan kata-kata sinis dan ancaman dari Tania dan genknya, terutama Gina yang terlihat begitu memojokkan Lita saat itu. Lega karena laki-laki brengsek yang diduga memperkosa Lita ternyata tidak melakukannya, hampir melakukannya kalau saja Lita tidak pingsan ketika kepalanya dihantam ke dinding mobil. Semua yang ada didalam mobil seketika panik saat Lita tidak sadar, mereka langsung memindahkannya ke mobil Marsha agar segera dibawa pergi.

Tanpa sepengetahuan Tania atau Gina, Marsha memang merekam kejadian di mobil itu diam-diam dengan ponselnya yang ditaruh di saku seragam. Awalnya, Marsha merekam kejadian itu hanya iseng, tapi saat melihat ternyata Tania menyuruh seseorang kenalannya untuk berbuat tidak senonoh pada Lita, dirinya takut dan tidak tega.
Bagaimana pun juga ia tahu betul Lita tidak layak diperlakukan kelewat batas seperti itu. Keributan yang ia dengar saat sedang memperlihatkan permainan basketnya di hadapan Kay, membuatnya penasaran. Mengetahui kalau yang diributkan adalah Tania yang hampir ketahuan, hati kecil Marsha berkata kalau dirinya harus melakukan tindakan yang tepat dan benar, yaitu menyerahkan rekaman yang ia simpan dengan rasa bersalah pada Lita.

Disaat Kay, Seran, Advin dan Fiksa melaporkan kejadian itu pada kepala sekolah dan Kim yang membantu mengurus ke kepolisian, sementara Daffa meminta atau lebih tepatnya memaksa Tania memberitahu siapa laki-laki yang menjadi suruhannya saat kejadian itu. Begitu tahu laki-laki bejat itu hanya seorang pengangguran yang kerjanya mabuk-mabukan. Daffa tidak segan-segan menghampirinya dan melayangkan beberapa pukulan, sebelum akhirnya dibawa ke kantor polisi.

“Angkat, Kay! Berisik banget itu bunyi terus,” protes Fiksa mendengar ponsel Kay terus berdering.

“Dari Lerina.” Kay mengedarkan pandangannya yang cemas.

Mereka semua tahu Lerina dan Mary sedang berusaha membujuk Lita yang lagi marah berat, karena dua sahabatnya itu memberitahukan semua rahasianya.

“Halo?” Kay mengangkat telepon itu dan diam beberapa saat mendengar lawan bicaranya disebrang sana.

Fiksa, Seran, Advin, Kim beserta Daffa yang baru bergabung menunggu Kay berbicara, memberitahu apa yang baru dibicarakan Lerina.

“Lita nggak mau ketemu kita,” desah Kay putus asa.

*

Termenung adalah kegiatan baru yang menjadi favorit Lita akhir-akhir ini. Lerina dan Mary sudah menceritakan semua padanya, kalau kasus yang menimpanya sudah diurus oleh Kay, Seran, Daffa, Advin, Fiksa dan juga Kim.

Lita tidak habis pikir kenapa dua sahabatnya itu menceritakan semua pada mereka. Padahal Lita berjuang sendiri untuk menutupinya agar keselamatan dan kesehatan Liona terjamin baik. Walaupun ada kelegaan dalam dirinya saat dikabarkan bahwa dirinya tidak mungkin hamil, karena Tania dan genknya keburu panik saat ia pingsan dan tidak sadar juga, meskipun sudah ditampar berkali-kali.

Tapi, rentetan kejadian mengerikan dan menyakitkan yang pernah dialaminya tidak bisa hilang begitu saja dari benaknya. Mulai dari hal kecil saat kamus Perancis yang dikiranya hilang, lalu ditemukan basah di ruang bilas, hingga penculikan itu yang bisa saja benar-benar merenggut kehormatannya andai saja dirinya tidak pingsan.

Dibalik itu semua, satu yang membuat Lita justru merasa bersalah. Setelah mengetahui semua yang menimpanya pasti Kay, Seran, Daffa, Fiksa dan Advin pasti akan kembali ke sikap dingin mereka lagi. Sia-sia sudah perjuangan Lita selama ini membuat mereka berlima agar benar-benar menjadi idola di sekolah yang bisa membuat sekitarnya bahagia hanya dengan senyum mereka yang tulus.

“Kak Litaaaa!” seruan girang Erin membuat Lita yang melamun jadi terlonjak.

“Ada tamu dari luar negeri mau ketemu kakak.”

Almost Paradise [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang