Mata Aeri berbinar saat mendengar ucapan Hyunjin. "Serius, mau ajak aku ke sana?" tanya Aeri.

"Hmm, makanya mandi sana. Aku tunggu di bawah," jawab Hyunjin gemas.

Aeri mengangguk cepat dan turun dari kasurnya. "Tunggu dua puluh menit. Aku bakal selesai," ucapnya semangat.

"Hmm."

Aeri telah masuk kamar mandi sedangkan Hyunjin keluar kamar Aeri menuju lantai bawah.

Dua puluh menit berlalu, Aeri keluar kamar dan menuju lantai bawah. Menemukan Hyunjin yang sudah duduk manis di ruang makan

Aeri mendekati Hyunjin dan menarik kursi berhadapan dengan pria itu.

"Bibi kemana?" tanya Aeri saat dirinya tidak melihat wanita paruh baya itu.

"Pasar," jawab Hyunjin.

Aeri mengangguk. "Ini apa?" tanyanya saat melihat kotak makan di depannya.

"Sarapan pagi. Aku beli di tempat biasa aku makan pagi," jawab Hyunjin. "Makanan di sana di jamin sehat."

"Bibi kan masak. Kenapa kakak beli?" tanya balik Aeri,

Hyunjin cemberut. "Emang nggak boleh bawa makanan buat pacar?"

Aeri mengerjap mendengar respon Hyunjin. "Bo-boleh kok. Aku kan cuma tanya jangan sedih gitu dong wajahnya," balasnya heran. "Terima kasih sudah dibelikan," lanjut Aeri.

Wajah Hyunjin berubah ceria kembali dan mengangguk lucu. "Kok jauhan sih duduknya. Sini, deketan," ucapnya menepuk kursi disebelahnya.

"Nggak mau," tolak Aeri yang mulai memakan makanan yang di beli oleh Hyunjin.

Hyunjin tersenyum miring. "Duduknya deket aku atau aku suapkan makanan. Ayo pilih?"

Aeri menghela napas dan memilih berpindah duduk di samping Hyunjin membuat pria itu tersenyum.

"Dihabiskan makannya ya. Aku nggak mau punya pacar kurus," ucap Hyunjin menopang wajah dengan tangannya.

"Iye, bawel!" balas Aeri.

"Bawel-bawel gini pacar kamu tauk. Kalau kata orang, pacar bawel itu tandanya perhatian dan sayang," seru Hyunjin.

Aeri mendesis. "Uuhh.. tersentuh hati dedek, bang," balasnya tanpa mau melihat Hyunjin.

Hyunjin mengangkat tangannya ke udara. Menangkup sisi wajah Aeri dan mengarahkan wajah Aeri untuk menatapnya.

"Kenapa?" Hyunjin menggeleng dengan menatap Aeri lekat. Mengusap pipi mulusnya dengan ibu jarinya. "Mulai saat ini bergantung lah sama aku, Aeri."

Aeri mengerjapkan kedua matanya yang bulat melihat wajah Hyunjin yang begitu dekat dengannya. "Kenapa?" tanya Aeri. Suaranya mendadak hilang saat tangan Hyunjin kembali mengusap pipi Aeri dengan ibu jarinya.

"Aku hanya nggak mau lihat kamu selalu merasa sendirian, kesepian, dan kesedihan meski dengan cara kamu menutupinya dengan sikap ceria."

Hyunjin mengambil kotak makan yang dipegang Aeri dan meletakkannya di atas meja depan mereka. "Aeri punya aku. Aku punya kamu. Jangan selalu merasa sendirian dan jangan selalu bergantung sama Felix, karena sekarang aku akan selalu ada buat kamu," lanjut Hyunjin mendekatkan dirinya pada Aeri dan memeluk gadis itu.

Aeri menyembunyikan wajahnya di dada bidang Hyunjin. Harum dan nyaman yang Aeri rasakan. Tepukan lembut di punggungnya juga menenangkannya. Ia membalas pelikan Hyunjin dengan melingkarkan tangannya di pinggang pria itu.

"Jangan pergi," suara Aeri yang terendam di dada Hyunjin.

Hyunjin mengusap punggung Aeri dan tangan satunya lagi memeluk pundak Aeri. Hyunjin meletakkan pipinya di atas kepala Aeri.

"Aku nggak akan pergi kok. Aku selalu ada berada di samping Aeri. Panggil aku setiap kali Aeri membutuhkannya," balas Hyunjin dengan senyuman.

"Terima kasih, kak," ucap Aeri pelan namun, pendengar Hyunjin yang tajam masih  mendengar semuanya.

Hyunjin hanya mencium kening Aeri sebagai jawaban ia mendengar ucapannya.

"Sekarang lanjut makan gih!" kata Hyunjin melepaskan pelukannya.

Aeri mengangguk dan lanjut kembali memakan sarapan paginya.

"Oiya, mulai sekarang jangan terlalu ganggu Felix, ya," ucap Hyunjin membuat Aeri menaikan alisnya.

"Kenapa? Aku nggak ganggu kak Felix kok," tanya Aeri heran.

Hyunjin tersenyum. "Dia lagi pedekatan sama sahabat kakak," jawabnya.

"Sahabat, siapa?" tanya Aeri penasaran.

"Namanya Ahn Kyra. Cewek yang waktu itu pernah ketemu kamu," jawab Hyunjin.

"Dimana? Aku nggak ingat?" tanya Aeri dengan mengerutkan keningnya.

Hyunjin mengusap kening Aeri. "Jangan berfikir keras, Aeri," ucap Hyunjin, membuat pipi Aeri sedikit merona.

"Siapa Kyra?" tanya Aeri, berusaha mentralkan detak jantungnya.

Hyunjin menggaruk kepala belakangnya yang tidak gatal. Ia bingung menjelaskannya bagaimana.

"Eum...waktu...kamu mau cek up, terus pas kamu buka pin—"

"Oh yang itu!" ucap Aeri ketus.

Hyunjin meringis saat melihat perubahan raut wajah Aeri yang ketus.

"Jangan gitu dong wajahnya," ucap Hyunjin memelas.

"Emang wajah aku gimana?!" balas Aeri namun, masih sedikit ketus. Entah kenapa ucapan Hyunjin tentang Kyra membuatnya kesal.

"Cantik," jawab Hyunjin dengan cengiran.

Aeri memutar bola mata malas. Pria itu mengalihkan topik agar Aeri tidak marah padanya.

"Berita kita pacaran udah terdengar sampai orang tua aku loh," ucap Hyunjin yang sukses membuat Aeri kaget dan langsung menatapnya.

"Apa?! Kok bisa? Kakak kasih tau?" tanya Aeri bertubi-tubi.

"Kaya nggak tahu aja, ayah sama bang Carel kan kerja di rumah sakit jadi semua yang terjadi di rumah sakit, pada tahu."

"Tanggapan mereka gimana?" tanya Aeri ragu.

"Kamu tahu, betapa heboh luar biasa mereka saat tahu kita pacaran," seru Hyunjin semangat. "Apa lagi bang Carel, haduh! Aku di jahilin mulu sama dia," lanjutnya.

Aeri tertawa kecil. "Kok aku jadi mau kenal dekat sama kak Carel ya?" ucapnya dengan senyuman.

Mendengar ucapan Aeri, tatapan Hyunjin berubah menjadi tajam.

Vote, share and comments
Thanks

ᴅᴏᴋᴛᴇʀ ʜᴡᴀɴɢ [End]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang