11

12K 1.2K 21
                                    

ᴅᴏᴋᴛᴇʀ ʜᴡᴀɴɢ

Sudah satu minggu lebih Aeri berada di rumah sakit dan satu minggu juga Aeri tidak sekolah.

"Bun, Aeri kapan pulang. Aeri mau sekolah," rengeknya pada Suzy yang lagi membantu putrinya makan siang.

"Nanti kalau kamu sudah diperbolehkan pakai alat bantu tongkat," jawab Suzy dengan menyuapkan satu sendok makan ke dalam mulut Aeri.

Aeri cemberut, padahal ia kangen banget dengan teman-temannya. Walaupun kemarin Hana dan Nakana sudah menjenguk Aeri tetapi, karena mereka bertiga selalu bersama rasanya Aeri masih merasa kangen dengan mereka.

"Sayang," Panggil Suzy.

"Iya bun?"

Terdiam sejenak. "Kamu mau pindah sekolah?" tanya Suzy tiba-tiba.

Aeri terkejut dan langsung menatap sang bunda dengan heran. " tumben tanya itu?"

Suzy menghela napas. "Jeno." Aeri yang mengerti menundukkan kepala. "Bunda sudah tahu semuanya. Apa kamu kuat selama kamu masih satu sekolah dengan mereka?" lanjut tanyanya.

Aeri terdiam. "Sayang, bunda tahu kamu sayang dan mencintai Jeno. Tapi, apa kamu nggak lelah. Sepuluh tahun sayang, Jeno nggak membalas perasaan kamu," seru Suzy menatap putrinya sendu. Suzy sangat tahu kehidupan putrinya, bagaimana Aeri menyimpan perasaan pada Jeno dan memendamnya selama sepuluh tahun lamannya.

Aeri menarik napas dan menghembuskan perlahan. Menatap Suzy dengan senyuman. "Aeri nggak apa-apa bun. Aeri tetap ingin sekolah bareng Jeno," balasnya membuat Suzy menatapnya iba.

"Jeno masih jadi sahabat Aeri. Jeno nggak tahu kalau Aeri punya perasaan sama dia. Jeno nggak salah. Mungkin Aeri yang harus belajar untuk melerakannya," ucap Aeri lirih.

Suzy mengelus surai hitam Aeri lembut. Ia sangat sayang dengan putri semata wayangnya ini.

Pintu ruangan rawat terbuka. Aeri dan Suzy menoleh ke arah pintu. Senyum Suzy langsung merekah saat melihat kedatangan seorang dokter muda.

"Permisi, waktunya pergantian perban pada pasien," ucap Hyunjin.

Suzy mengangguk dan memberikan ruang pada Hyunjin. "Silahkan dokter," balasnya.

Hyunjin mendekati Aeri. Ia sedikit melirik gadis itu dengan mempersiapkan alat-alat. "Saya ganti perbannya?" izin Hyunjin lagi.

Aeri mengangguk dan seorang perawat datang untuk membantu Hyunjin mengantikan perban pada Aeri.

"Em, pelan-pelan, ya, kak," pesan Aeri pada Hyunjin.

Hyunjin terdiam dalam kegiatannya yang ingin mengganti perban. Dirinya sedikit terkejut saat gadis itu memanggilnya dengan sebutan 'kak'.

Menatap kegiatan Hyunjin. "Kak, aku kapan bisa jalan pakai tongkat?" tanya Aeri penuh harapan.

Hyunjin menghentikan kegiatannya dan menatap Aeri. "Saya akan lihat perkembangan anda. Jika sudah terlihat membaik, anda sudah di perbolehkan menggunakan alat bantu," jawabnya dengan bahasa formal.

Aeri mendengkus. Pria itu masih saja bicara padanya dengan bahasa formal.

"Kak, kamu lupa, ya?" tanya Aeri cemberut.

Hyunjin menaikan alisnya. "Jangan formal banget. Bukannya kita sudah sepakat untuk bicara santai?" lanjut Aeri.

Hyunjin melirik Suzy yang bisa di lihat, wanita paruh baya itu sudah tersenyum melihat interaksi anaknya dengan Hyunjin.

"Saya-"

"Tidak apa-apa dokter Hyunjin. Bicara dengan bahasa tidak formal saja. Aeri memang seperti itu," sambung Suzy dengan senyuman.

ᴅᴏᴋᴛᴇʀ ʜᴡᴀɴɢ [End]✔Όπου ζουν οι ιστορίες. Ανακάλυψε τώρα