"Habis ngapain?" tanya Felix heran.

Hyunjin menatap depan. "Ada urusan sebentar," balasnya dan masuk mobil. "Aeri—nggak apa-apa?" lanjut tanyanya membuat Felix menaikan alis.

"Nggak, Aeri—"

"Gue tahu, karena Jeno bukan?" Selak Hyunjin berubah dingin.

Felix mengerjap. "Lo tau?" Terkejutnya.

"Hmm, jelas banget," jawab Hyunjin tenang.

"Sejak kapan?" tanya Felix penasaran.

"Waktu Jeno main ke rumah sakit. Wajah Aeri berubah senang dan itu sudah buat gue tahu kalau adik lo suka cowok itu," jawab Hyunjin menjelaskan.

"Ternyata lo perhatian banget sama Aeri!" seru Felix heboh.

Hyunjin memutar bola mata jengah. "Cabut, gue malas berlama-lama di sini," serunya. Entah setelah bertemu dengan Jeno perasaannya menjadi campur aduk. Hyunjin tidak menyukai cowok itu.

Felix mengangguk dan melajukan mobilnya untuk pulang.

Di sepanjang perjalanan, Hyunjin melirik Aeri lewat kaca spion pengemudi.

"Iya tahu, adik gue cantik," gumam Felix tanpa menatap Hyunjin karena sedang fokus menyetir.

Hyunjin langsung mengalihkan tatapannya ke luar jendela mobil.

Felix tersenyum tipis dengan respon Hyunjin. Sepertinya sudah ada perubahan diantara Aeri dan Hyunjin.

Tidak butuh waktu lama, mereka tiba di rumah Felix. Hyunjin ikut Felix karena ada berkas yang ingin ia ambil di rumah pria itu.

Felix keluar mobil dan langsung menggendong Aeri untuk di bawanya ke kamar Aeri. Keluarga Felix sengaja membuatkan kamar khusus untuk Aeri, karena mereka sudah menganggap Aeri menjadi salah satu bagian dari keluarganya.

"Jin, gue boleh minta tolong nggak?" tanya Felix saat sudah membaringkan Aeri di kasur dan sekarang berada di ruang keluarga.

"Apa?"

"Tolong jaga Aeri sebentar bisa. Badannya panas, kalau dia habis menangis pasti langsung sakit," jawab Felix memelas.

Hyunjin menghela napas. "Memangnya lo mau kemana?"

"Jemput nyokap gue di bandara," jawab Felix.

Hyunjin menghela napas untuk kedua kalinya. "Ya, sudah, buruan," balasnya terpaksa.

Felix tersenyum. "Siap, gue bakal ngebut kok. Tolong jaga Aeri dulu yaa. Dia ada di kamar pintu warna biru muda," ucap Felix dan langsung pergi meninggalkan Hyunjin.

Hyunjin melangkah menuju lantai dua dimana kamar Aeri berada.

Pintu kamar berwarna biru muda Hyunjin buka dan ia bisa melihat Aeri tertidur.

Hyunjin diam sejenak, ia jadi bimbang ingin masuk atau tidak.

Menghela napas dan akhirnya Hyunjin memilih masuk. Ia melangkah menuju sofa samping kasur dan duduk di sana. Ditatapnya Aeri yang sedang tertidur.

"Hmm...." Aeri mengigau membuat Hyunjin yang sedang sibuk dengan ponsel menatap gadis itu.

Hyunjin bangun dari duduknya dan ingin memastikan keadaan adik sahabatnya itu.

Hyunjin melihat Aeri meremas selimut yang menutupi tubuhnya. "Jangan tinggalkan...aku," lirih Aeri pelan. "Aku mohon...." lanjutnya lagi namun, kali ini dengan air mata.

Hyunjin memilih duduk di pinggir kasur dan menatap Aeri lekat.

Bisa Hyunjin lihat, gadis itu terlihat gelisah dengan keringat yang banyak keluar dari keningnya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Bisa Hyunjin lihat, gadis itu terlihat gelisah dengan keringat yang banyak keluar dari keningnya. Karena tidak tega, Hyunjin menepuk-nepuk lengan Aeri agar tenang.

Setelah Hyunjin menepuk lengan Aeri. Aeri sudah berhenti mengigau namun, air matanya masih mengalir. Ragu-ragu, Hyunjin menghapus air mata dengan ibu jarinya.

"Lo, buat gue penasaran gadis kecil," gumam Hyunjin.

ᴅᴏᴋᴛᴇʀ ʜᴡᴀɴɢ

Pagi hari, setelah kemarin di taman rahasia. Aeri sudah melupakannya walaupun kadang-kadang masih memikirkannya. Keadaannya juga sudah membaik setelah diberikan obat oleh Felix setelah pria itu kembali dari bandara.

"Pagi kak!" sapa Aeri dengan wajah cerianya.

Felix tersenyum. "Pagi dek," balasnya.

Felix menarik kursi untuk Aeri di sebelahnya. Setelah Aeri duduk, Felix menyentuh kening Aeri yang untungnya panas tubuhnya sudah turun.

"Kenapa?" tanya Aeri bingung.

"Tadi malam kamu demam tinggi," jawab Felix tenang.

"Ohh ya? Tapi kok, aku nggak tau sih?" tanya Aeri terdengar lucu membuat Felix gemas.

"Kamu tidur dan karena demam jadi mengigau dan nggak sadar," balas Felix dengan mengusak surai hitam Aeri lembut.

"Ohh."

"Ya sudah, sarapan dulu. Nanti berangkat sekolah kakak antar," ucap Felix.

"Siap kak!"

Aeri sudah tiba di sekolah setelah diantar oleh Felix dan sekarang sedang berjalan di koridor sekolah.

"Aeri!" panggil seseorang.

Aeri menghela napas. Ia sangat mengenal suara itu. Aeri yang sudah muak memilih mengabaikannya.

"Aeri!" panggil Jeno lagi dan sekarang sudah sudah berjalan di samping Aeri.

"Nggak dengar," balas Aeri singkat.

Jeno terdiam sejenak. "Sini aku bawakan tas kamu," ucap Jeno yang ingin mengambil alih tas Aeri, namun Aeri langsung menepis pelan tangan cowok itu.

"Nggak usah. Aku, bisa sendiri," tolak Aeri membuat Jeno menghentikan langkah dan menahan tangan Aeri.

"Aku ada salah, ya?" tanya Jeno menatap Aeri lekat. Terlihat jelas wajah cowok itu yang sendu.

Aeri menghela napas. "Nggak ada," balasnya berbohong. Aeri tidak ingin mengungkit masalah yang ingin dilupakannya.

"Tapi kenapa kamu jutek sama aku?" tanya Jeno lagi.

Aeri mendesis. Ia mulai jengah dengan sikap Jeno. "Aku lagi badmood," jawabnya ketus dan melepaskan tangan Jeno agak kasar dari lengannya. "Jangan ganggu dulu," lanjutnya dan kembali melangkah meninggalkan Jeno yang menatapnya terkejut.

"Aeri berubah," gumam Jeno kecewa dan ia jadi mengingat ucapan pria yang sempat mengaku menjadi teman Aeri.

'Gue harap lo ngerti dan nggak akan buat Aeri lebih sakit lagi.'

"Maksudnya apa?" gumam Jeno bingung. "Atau jangan-jangan...."


ᴅᴏᴋᴛᴇʀ ʜᴡᴀɴɢ


Vote, shares and comments
Thanks

ᴅᴏᴋᴛᴇʀ ʜᴡᴀɴɢ [End]✔Where stories live. Discover now