Truck menggeleng, lalu meringis lagi. "Nah, sepertinya pengecualian untuk Cyone yang bukan Multi-fervent."

Truck berjalan di antara bebatuan, meninggalkan Alatas dan Erion. Aku mencoba mengekorinya, tetapi tidak bisa. Kurasa, Truck masih belum seterbuka itu untuk menunjukkan ingatan pribadinya padaku.

Erion memandangi kepergian Truck, lalu menoleh pada Alatas, meminta penjelasan.

"Dia punya beberapa bekas luka yang tidak bisa hilang," beri tahu Alatas. "Truckey punya Cyone yang hebat. Jadi, orang-orang NC yang jahat itu penasaran sejauh apa batas stamina dan regenerasinya. Mereka memberinya jadwal khusus, dosis PF13-nya terus dinaikkan lebih daripada yang lainnya, dan dia mendapat pelatihan fisik yang sepuluh kali lebih berat dari kami. Sampai pada satu titik, pembuluh darah di kakinya pecah—dan lebamnya tidak hilang sampai sekarang, seperti permanen. Cyone-nya tidak mempan untuk luka-luka yang itu. Sejak itu, Truck jadi seperti ... harus terus melakukan jadwal rutinnya, seperti gerakan otomatis. Pukul sekian, harus tidur. Begitu bangun, langsung berjalan kaki—kalau jadwal itu tak dilakukannya, dia bilang kakinya terasa seperti akan lumpuh."

Kini aku mengerti kenapa Truck seolah punya alarm sendiri dalam kepalanya—dan selalu dia yang membagi tugas jaga saat kami tidur begantian. Aku ingat, saat kami tersesat di hutan Garis Merah dulu, ketika kami bertiga sudah kepayahan, Truck malah mendesak, Kita baru jalan beberapa jam. Hal itu membuatku bertanya-tanya ... memangnya dia terbiasa berjalan berapa jam sehari?

"Tapi, kurasa sekarang dia sudah agak baikan," kata Alatas lagi. "Dia dan jadwal itu sudah agak melonggar. Dulu dia parah sekali, seperti robot. Suatu malam ada penembakkan di lorong dekat kamar barak kami di Herde—sementara kami berlindung ke bawah dipan dan tak tidur semalaman, Truck tetap tidur di atas tempat tidurnya. Aku dan teman ranjang tingkatku sampai sepakat jangan-jangan Truck mati dalam selimutnya—sampai kemudian dia mengorok keras sekali. Untung saja baku tembak tidak masuk ke kamar kami."

Erion meraih ranting dan mulai menggambar di tanah. Sekilas, aku mengira dia membuat jajar genjang dengan dua lingkaran di bawahnya, lalu ada tanda tanya besar di samping jajar genjang itu. Butuh waktu lama untukku menyadari bahwa dua lingkaran itu dimaksudkannya sebagai roda. Erion membuat gambar mobil, mencoba mengatakan truk. Dia lalu menunjuk ke arah Truck pergi.

Tak disangka-sangka, Alatas paham. "Kau bertanya kenapa namanya Truck?"

Erion mengangguk dan menambahkan dalam hati, Kenapa namanya bukan Mobil Tangki atau Pengaduk Semen?

"Soalnya Truck ditemukan di bak sebuah mobil truk, dan dia tidak mau menyebut namanya saat ditanyai."

Erion mengerjap. Benaknya mengemukakan pertanyaan, Apa aku bakal dinamai Brankas kalau aku tak bilang namaku Erion waktu itu?

"Tapi, lucu juga—kau bakal bernama Brankas Baja kalau kita menamai satu sama lain dengan cara Truck," celetuk Alatas. Bahkan tanpa mendengar suara Erion pun dia masih bisa berkomunikasi teramat baik dengan anak itu. Terlampau baik, sampai-sampai Erion membelalak takjub, mengira Alatas bisa membaca pikirannya. "Kalau aku, namaku jadi .... Entahlah. Aku diciduk orang NC di rumahku. Masa namaku Rumah?"

Erion memutar bola matanya. Mending, daripada mobil truk dan lemari baja.

"Tidakkah menurutmu akan asyik kalau kita punya anak cewek di sini," ujar Alatas lagi. Tangannya ikut mencoret-coret tanah dengan kawat logam yang didapatnya entah dari mana. "Tahu, 'kan, sebagai pemanis di antara kita, yang mungkin bakal bawel tentang ini-itu, mengurusmu kayak seorang ibu .... Atau mungkin aku cuma sedang kangen ibuku."

Wajah Alatas berubah sendu. Dia memandangi coretan yang dia buat di tanah—stickman, orang-orangan berbadan dan berkepala seperti jarum pentul dengan tangan dan kaki berupa lidi.

RavAgesDonde viven las historias. Descúbrelo ahora