Aeri yang melihat pria itu panik tersenyum tipis. Ia sangat suka menjahilinya.

"Apa yang sakit?" tanya Hyunjin lagi, karena Aeri tidak meresponnya.

Aeri sudah tak bisa menahan tawanya.

"Pfffftt-haha..." tawa Aeri pecah dengan menunjuk wajah Hyunjin yang terlihat bingung. "Wajah kakak lucu banget saat panik!" lanjut Aeri di selingi tawanya.

Raut wajah Hyunjin langsung merubah datar. Aeri yang melihat perubahan itu langsung berhenti tertawa dan digantikan dengan wajah takutnya.

"Ma-af," ucap Aeri pelan dengan menunduk. Sepertinya ia sudah keterlaluan.

Hyunjin tetap menatap Aeri datar bahkan tak berkedip sedikit pun.

Tjak!

"Aww!" Hyunjin menjitak kening Aeri pelan dan langsung pergi begitu saja, membuat Aeri mengerjap bingung.

"Ih, kok aku malah di tinggal sih!" Aeri kembali kesal.

Hyunjin tidak menghiraukannya. Ia masih terus berjalan. Aeri yang tidak ingin di tinggal berusaha menyamakan langkahnya dengan Hyunjin.

"Kak tung—aww!" ringis Aeri yang kali ini benar-benar terjatuh.

Hyunjin yang sudah sedikit menjauh tidak menghiraukannya, ia takut Aeri akan kembali jahil padanya.

"Hiks...sakit!" Pekik Aeri dengan isakan karena kakinya yang terasa begitu sakit.

Hyunjin langsung menghentikan langkahnya dan berbalik badan. Di jarak yang cukup jauh, Hyunjin melihat Aeri yang sudah terduduk dengan tangisnya.

"Hiks...Aeri benaran jatuh..." ucapnya dengan menangis.

Menghela napas pelan, Hyunjin mendekati Aeri dan menatapnya datar. "Masih mau jahil?"

Aeri menggeleng dengan sesegukan. "Ma-maaf...hiks."

"Bangun," seru Hyunjin dengan melihat ke bawah. Dimana Aeri masih terduduk di lantai.

Aeri menghapus air matanya dengan cemberut

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Aeri menghapus air matanya dengan cemberut. "Nggak bisa, kaki aku sakit," lirihnya.

"Makannya jangan jahil," seru Hyunjin.

Aeri menunduk. "Kan sudah minta maaf." Hyunjin yang melihatnya tidak tega.

Srek!

Di angkatnya tubuh Aeri dengan  Hyunjin membuat Aeri terkejut bukan main.

Hyunjin menggendongnya ala bridal style. "Ka-kak," ucap Aeri tertahan dengan menatap Hyunjin gugup.

"Diam dan nurut," balas Hyunjin dengan wajah datarnya membuat Aeri langsung terdiam.

Hyunjin menggendong Aeri sampai ke ruangannya. Para staf rumah sakit yang melihat langsung berbisik-bisik, bahkan mereka diam-diam tersenyum melihat sikap Hyunjin yang gentle.

"Kak, turunin aku malu di lihat orang," ucap Aeri berbisik namun, Hyunjin tidak merespon.

Karena malu, Aeri menyembunyikan wajahnya di dada bidang Hyunjin.

Hyunjin menunduk, menatap Aeri yang menyembunyikan wajahnya. Senyum tipis tercetak, gadis cerewet ini bisa malu juga ternyata.

Mereka tiba di ruangan.

"Ekhm," dehem Hyunjin.

Aeri langsung mendongak. "Masih mau seperti ini?" lanjut Hyunjin dengan menaikan alis.

Aeri langsung turun dari gendongan Hyunjin. "Terima kasih," ucapnya dengan kedua pipi merah merona.

"Hmm," balas Hyunjin.

Aeri melangkah menuju sofa dan duduk. Keadaan menjadi hening, tak ada yang bicara sepatah katapun.

Hyunjin, pria itu mulai sibuk dengan berkas-berkas pasien.

Aeri melihat ke sekeliling ruangan Hyunjin untuk menghilangkan rasa canggung. Beberapa menit berlalu, Aeri mulai merasa bosan.

Menghilangkan kebosanan, Aeri memilih membuka buku pelajarannya dan mengerjakan PR sekolah. Sedangkan Hyunjin sesekali melirik Aeri yang terlihat sibuk dengan buku sekolahnya.

Sepuluh menit berlalu...

"Eum, kak Hyunjin," ucap Aeri pelan, membuat pemilik nama menatap Aeri.

"Hm?"

"Bisa ajarin aku nggak?" tanya Aeri ragu. "Aku ada PR matematika. Tapi nggak mengerti cara pengerjaannya, dari tadi selalu stuck di tengah jalan," lanjutnya bercerita.

Hyunjin menghela napas. "Mana yang tidak bisa?" tanyanya.

Aeri tersenyum senang. Hyunjin mulai mendekati Aeri dan duduk di sofa berhadapan.

"Ini!" jawab Aeri semangat dengan memberikan bukunya.

Hyunjin melihat buku pelajaran Aeri.

"Coba kerjain dulu nanti saya yang periksa," ujar Hyunjin.

Aeri mengangguk dan mulai mengerjakan PR nya. Lima menit kemudian...

"Gimana, benar nggak?" tanya Aeri dengan memberikan buku tulisnya pada Hyunjin.

"Salah. Sini saya berikan contoh," ucap Hyunjin dan mulai menggoreskan tinta hitam di buku tulis.

Aeri menatap dengan lekat tulisan tangan Hyunjin. "Seperti ini, soal yang kamu kerjakan tidak beda jauh," ucapnya dan mengembalikan buku pada Aeri.

"Okee! Aku kerjakan," balas Aeri semangat.

Hyunjin tersenyum tipis dengan tingkah gadis di depannya. "Sudah! Coba di periksa, benar nggak?" lanjut Aeri.

Hyunjin memeriksa hasil pekerjaan Aeri. "Hmm, betul."

"Yess!"

Hyunjin mendesis. "Ternyata kamu bukan murid pintar, ya," ucapnya jahil.

Mata Aeri mendelik. "Aku pintar kok! Cuma lagi bodoh aja sekarang. Nggak bisa konsentrasi karena ada kakak," balasnya.

Alis Hyunjin terangkat. "Saya?"

Aeri mengangguk mantap. "Ada kakak di sana buat aku nggak konsentrasi. Apalagi tatapan datar itu, ih! Buat takut," jawabnya polos.

"Ohh, gitu?"

"Iya! Makanya kalau sama aku jangan galak. Seram tahu!"

"Alasan, bilang aja nggak pintar."

"Benar ih!"

Hyunjin mendesis. "Udah, kerjakan lagi. Kalau ada yang tidak mengerti bisa tanya," serunya dan kembali ke mejanya.

Aeri berdecak. "Iya!"

ᴅᴏᴋᴛᴇʀ ʜᴡᴀɴɢ

Vote, share and comments
Thanks

ᴅᴏᴋᴛᴇʀ ʜᴡᴀɴɢ [End]✔Where stories live. Discover now