Perawat sudah senyum-senyum sendiri melihat interaksi mereka.

"Hmm," balas Hyunjin melangkah menuju meja dan mengambil berkas Aeri.

"Kamu sudah boleh pergi. Terima kasih sudah membantu," ucap Hyunjin pada perawat.

Perawat itu mengangguk dan keluar ruangan rontgen.

"Ikut saya," ucap Hyunjin setelah perawat itu pergi.

"Mau kemana?" tanya Aeri heran.

Hyunjin menghela napas. "Lapar tidak kamu?" tanyanya.

Aeri tersenyum manis. "Kok tahu aja aku lapar," balasnya semangat.

"Ikut saya," ucap Hyunjin yang melangkah menuju pintu.

Aeri mengangguk dan berdiri dengan memakai tongkat yang Hyunjin berikan padanya.

"Wahh! Kok nyaman ya tongkatnya," gumam Aeri senang, ia merasa nyaman dengan tongkat pemberian Hyunjin. Biasanya saat menggunakan tongkat yang lama lengannya pasti ada yang terasa mengganjal.

"Buruan!" seru Hyunjin tak santai, karena Aeri lama.

Aeri mendengkus. "Sabar!" balasnya tak santai juga.

Beberapa menit berlalu, akhirnya Aeri dan Hyunjin tiba di kafetaria rumah sakit.

Hyunjin menatap Aeri datar. "Mau makan apa?"

Aeri menatap sekitar kafetaria. Ia tidak tahu menu di sini. "Eum, samakan saja kaya punya kak Hyunjin," jawabnya.

"Ya, sudah. Kamu tunggu disini," ucap Hyunjin dan meninggalkan Aeri.

Aeri mengangguk, setelah Hyunjin pergi. Aeri kembali menatap sekitar kafetaria dan telinganya mendengar seseorang sedang membicarakan Hyunjin.

"Ehh, pasien dokter Hyunjin cewek loh!"

"Serius! Tahu dari mana lo?"

"Tadi Nina bantu dokter Hyunjin cek up pasien."

"Serius?!"

"Hmm, katanya masih muda juga."

"Wahh! Kok gue jadi penasaran, ya, cewek mana yang bisa buat dokter Hyunjin mau merawatnya."

"Katanya Nina, cantik dan masih muda."

Tanpa sadar Aeri tersenyum  mendengar para staf rumah sakit, yang membicarakannya.

"Ngapain kamu senyum-senyum sendiri," ucap Hyunjin tiba-tiba dengan dua nampan di tangannya dan duduk di kursi hadapan Aeri.

Seketika Aeri memasang wajah datarnya. "Nggak apa-apa!"

Hyunjin meletakan nampan berisi makanan di meja depan Aeri. "Habiskan," ujarnya.

Aeri mendesis. "Aku bakal habiskan kok. Di kira anak kecil yang suka sisa makanan!" balasnya tidak terima.

Hyunjin memilih tidak merespon. Pria itu mulai menyantap makanan yang di pesannya.

"Ehh, itu pasiennya dokter Hyunjin?"

"Pantes, cantik."

"Kayanya anak kuliahan deh. Tapi, mukanya kelihatan masih SMA gitu."

"Nggak usah di dengarkan. Makan aja yang benar," seru Hyunjin tiba-tiba membuat Aeri tersedak.

Uhuk...uhuk...

Hyunjin yang melihat Aeri tersedak, langsung memberikan air minum. "Pelan-pelan makannya!" ucapnya spontan dengan tangannya yang memukul pelan punggung Aeri.

Aeri menatap Hyunjin namun, masih dengan batuknya, bahkan wajahnya sudah terlihat merah.

Setelah di rasa batuk Aeri telah mereda, Hyunjin kembali melanjutkan makannya. Tapi berbeda dengan Aeri yang masih menatap Hyunjin, entah kenapa ada sesuatu yang membuatnya ingin terus menatap pria itu.

"Iya tahu, saya tampan," celetuk Hyunjin percaya diri membuat Aeri segera mengalihkan tatapan ke arah lain.

"Ge'er banget!" balas Aeri kembali melanjutkan makannya.

Sepuluh menit berlalu, akhirnya mereka telah selesai makan.

"Uang untuk makan yang kakak beli," ucap Aeri memberikan dua lembar uang seratus ribu.

"Nggak usah," balas Hyunjin tenang.

"Ih! Nggak mau. Nggak enak aku sudah merepotkan kakak," ucap Aeri tidak enak.

Hyunjin berdecak. "Nurut aja. Saya belikan makanan untuk kamu dengan ikhlas. Mending uang kamu simpan untuk beli permen yang di mini market itu," serunya sedikit jahil.

"Permen jelly?" tanya Aeri polos.

"Nah, itu. Kesukaan kamu aneh, kaya bocah aja," balas Hyunjin.

Aeri mendengkus. "Aku bukan bocah lagi. Aku udah remaja!" ketusnya.

"Terserah tetapi, kelakuan kamu masih kaya bocah. Cerewet, cengeng, suka ngambek dan nggak jelas," seru Hyunjin.

Aeri mengerang kesal. Ia bangun dari duduknya. "Nggak apa-apa di bilang masih bocah. Daripada kamu masih muda sudah seperti orang tua, suka marah-marah!" balasnya tidak mau kalah kemudian, langsung pergi dari area kafetaria, takut Hyunjin akan mengomelinya. Terlebih suara Aeri bisa di dengar oleh para pengunjung kafetaria.

Hyunjin yang mendengar ucapan Aeri hanya bisa memejamkan matanya, menahan kesal. Apa lagi para pengunjung kafe mulai memperhatikannya. "Awas aja. Bakal saya balas gadis cerewet," ucapnya dalam hati.

Hyunjin bangun dari duduknya dan menampilkan raut wajah dingin seolah-olah tidak terjadi apa-apa dan meninggalkan kafetaria dengan langkah santai.

Setelah Hyunjin pergi dari kafeteria, para staf rumah sakit mulai heboh saat melihat interaksi Hyunjin dan Aeri yang sangat lucu. Mereka sangat senang melihat sikap Hyunjin yang langka ini.

ᴅᴏᴋᴛᴇʀ ʜᴡᴀɴɢ

Vote, shares and comments
Thanks

ᴅᴏᴋᴛᴇʀ ʜᴡᴀɴɢ [End]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang