Chapter 11 - Bicara pada Mora

Start from the beginning
                                    

Megan terdiam lagi, hanya menunduk.

"Papa tidak akan menarik lagi ucapan Papa. Kamu akan menikah dengan Renatha entah itu kamu setuju atau tidak," ujar David, "Jika tidak, Papa sendiri yang akan bicara pada Mora. Bahwa Papa tidak ingin melihatnya lagi berhubungan denganmu!"

Megan langsung saja mengalihkan pandangannya pada sang Papa, "Jangan, Pa.. Jangan lakukan hal apapun padanya. Mora bisa menangis, atau bahkan sakit hati nantinya. Megan nggak mau menyakiti hati perempuan yang Megan cintai. Biar Megan yang bicarakan semuanya baik-baik."

"Kalau begitu bagus. Esok lusa, Papa tidak mau kau menyebut namanya lagi, Megan."

Megan menundukkan wajahnya lalu menjawab dengan bibir yang bergetar, "Megan akan lakukan apapun untuk Papa. Walaupun itu jelas membuat Megan sakit, semuanya adalah untuk Papa, orang tua Megan. Tapi.. biarkan Mora bahagia. Jangan lakukan apapun dan jangan katakan apapun padanya. Mora tidak boleh tahu kenapa Megan pergi dari dia. Mora tidak boleh tahu apa alasan Megan. Mora— Mora harus bahagia walaupun bukan dengan Megan, melainkan dengan yang lain."

David hanya diam, lalu kemudian membalikkan tubuhnya dan melangkahkan kakinya pergi dari kamar Megan tanpa merasa berdosa. Sementara Megan yang masih berada disana hanya bisa menangis. Entah kapan terakhir kali Megan menangis, tapi ini adalah yang paling menyakitkan.

Setelah berpikir lama, akhirnya Megan langsung bersiap untuk kembali ke Jakarta, menemui Mora. Dengan mengendarai mobilnya, Megan langsung tancap gas untuk membicarakan semuanya pada Mora dengan berat hati. Mora tidak perlu tahu soal perjodohan itu, tetapi yang Mora harus tahu adalah, perpisahan itu nantinya akan menjadi jalan yang terbaik untuk mereka, karena sesungguhnya hati Megan hanyalah untuk Mora seorang. Tidak akan ada orang yang bisa menggantikannya. Mora hanyalah satu, tidak ada Mora kedua ataupun Mora ketiga. Cintanya hanya untuk satu perempuan saja.

Mobil itu kini sudah melaju di dalam tol dengan kecepatan penuh, buru-buru ingin bertemu Mora dan memeluknya erat. Megan bahkan merutuki jalanan yang entah kenapa kali ini terasa begitu jauh dan lama. Dan sialnya, baru saja berada di tengah-tengah jarak antara Bandung dan Jakarta, Megan harus pula terjebak macet yang walaupun tidak begitu padat tapi tetap saja menyita waktunya. "Sial! Kenapa harus pake macet segala sih!" Serunya sembari memukul stir mobilnya kesal.

**

Mora berjalan sendirian di kampus sore ini sembari melamun. Dia belum berani untuk memberikan kabar apapun pada Megan, takut kalau-kalau Megan akan memarahinya lagi. Mora begitu takut lebih dulu memberikan kabar, ia hanya ingin Megan kembali memberikan pesan padanya seperti dulu tanpa harus memakai emosi, bahkan inginnya, Megan sudah melupakan semua masalah kemarin itu.

"Hey! Mau kemana?" Seseorang tiba-tiba saja menyadarkan lamunan Mora, Alivio lalu berjalan berdampingan di sisi Mora sembari menampilkan senyumannya. "Hm, masih cemberut. Jangan bete gitu dong, apa mau jalan-jalan lagi?"

Mora menggelengkan kepalanya pelan, "Vi, apa.. apa gue kontak Megan duluan aja kali ya? Gue sebenarnya takut sih, cuma.. Megan benar-benar nggak kabarin gue dari waktu itu. Lo pikir ini semua wajar nggak sih? Megan tuh nggak biasanya kayak gini.."

Alivio mengangguk, "Hm— boleh, jangan gengsi buat kontakin Megan duluan deh Ra. Kalau lo kangen bilang aja kangen, masa pacaran lama masih gengsi-gengsian sih? Gimana Megan mau tahu perasaan lo? Gimana Megan mau tahu kalau lo kangen orang lo nya aja nggak pernah hubungin dia?"

Mora menghembuskan napasnya pelan, lalu segera mengeluarkan ponselnya, mencari nama Megan disana sembari berjalan keluar kampus.

"Nah, mulai sekarang nggak boleh gengsi-gengsi lagi. Megan itu kan pacar lo, Ra. Lo harus bilang apa yang ada di dalam hati lo itu ke dia. Seandainya gue jadi Megan pun, gue bakal melakukan hal yang sama kok. Gue pasti bakalan setakut itu kehilangan lo, Ra," ujar Alivio pelan, namun Mora masih terfokus pada ponselnya, tidak mendengarkan.

Mora & Megan 2Where stories live. Discover now