12 | Curiga

45 5 0
                                    

Riksa memberhentikan motornya tepat di halaman rumah Clara.

"Kamu nggak mau masuk dulu?" tanyanya saat sudah turun dari motor.

Cowok itu menaikkan kaca helm-nya. "Enggak, lain kali aja ya, aku mampir."

"Oke."

"Aku duluan, ya?"

"Iya, hati-hati di jalan. Jangan ngebut!" perintah Clara.

"Iya, Sayang."

Kaca helm-nya kembali ia turunkan dan bersiap melaju meninggalkan gadis itu. Clara melambaikan tangannya, begitu pula dengan Riksa yang balas melambaikan tangannya.

Clara menunggu Riksa hingga cowok itu hilang jauh dari pandangannya sebelum pada akhirnya ia melangkah menuju rumahnya.

Riksa memarkirkan motornya pada garasi motornya saat dirinya sudah selesai mengantarkan Clara. Baru saja ia melangkah memasuki rumahnya, papanya sudah berdiri dari balik pintu sembari melipat tangannya dan menatapnya dengan tatapan garang. Tanpa Riksa sadari sebenarnya papanya sempat melihat Riksa membonceng Clara di jalan sebelum ia sampai di rumah.

"Dari mana saja kamu? Siapa cewek yang kamu bonceng tadi? Pacar kamu?"

Ia masih senantiasa membisu tak menjawab pertanyaan dari papanya. Urat wajah di pria empat puluh tahunan di depannya itu semakin tercetak jelas menandakan bahwa ia sedang marah.

"Kamu punya mulut, kan? Jawab!"

"Iya," balas Riksa singkat dan tanpa sadar yang masih senantiasa menunduk.

"Bagus ya kamu melanggar perintah Papa! Siapa yang mengizinkan kamu pacaran? Jadi alasan kamu pindah ke SMA Cendrana karena dia, hah?"

Riksa bergidik ngeri melihat papanya yang tengah marah, ia merutuki dirinya sendiri karena keceplosan dalam bicara.

"Seharusnya kamu sadar posisi kamu di rumah ini itu siapa, Riksa! Papa nggak pernah mendidik kamu seperti ini."

"Maaf, Pa."

"Maaf? Kamu kira hanya sebuah maaf bisa membuat rasa kecewa Papa hilang? Tidak, Riksa!"

Tak tahan dengan emosi yang semakin meluap pria itu melayangkan sebuah tamparan pada pipi kiri Riksa dengan keras.

Riksa memegangi pipinya yang terasa nyeri. Namun, baru saja ia merintih papanya kembali berganti melayangkan pukulan yang lebih keras daripada tamparannya tadi hingga membuat sudut bibir Riksa terluka dan sedikit mengeluarkan darah.

Mendengar suara keributan Nela keluar dari kamar dan menghampiri sumber suara. Ia membekap mulutnya tak percaya saat ia melihat suaminya tengah melayangkan tamparan bertubi-tubi pada Riksa tanpa ampun. Riksa tak membalas sedikitpun, cowok itu hanya diam tanpa membalas setiap perbuatan papanya.

Sebenarnya ia ingin sekali membalas papanya juga. Namun, mengingat dirinya yang hanya anak angkat ia mengurungkan diri untuk melawan.

"Cukup, Mas!" pekik Nela dari kejauhan.

Rezvan menggeram kesal dan menatap istrinya. "Dia harus diberi pelajaran! Berani-beraninya dia membohongiku untuk pindah ke SMA Cendrana dengan alasan sekolah itu lebih bagus padahal itu hanya alasan dia untuk bisa pacaran."

Rezvan menatap Riksa sekilas. "Anak tidak tau diri!" ucapnya lalu berlalu pergi meninggalkan Nela dan Riksa di sana.

Nela melongo tak percaya ucapan Rezvan. "Benar itu Riksa?"

"Maaf, Ma. Papa benar," balasnya sembari masih sibuk memegangi pipinya yang terasa ngilu.

Nela menggeleng tak percaya. Namun, mau bagaimanapun ia tetap tidak bisa marah pada Riksa. Ia menangkup pipi Riksa.

NaCl [END]Where stories live. Discover now