30. | Menjauh Untuk Menjaga

20 4 0
                                    

Sudah beberapa minggu semenjak Clara dan Riksa saling diam dan menjauh keduanya sama-sama saling merindu. Namun, mereka juga sama-sama tak mau saling mendekat lagi karena tak mau melanggar sebuah janji.

Clara tengah sibuk memilih sebuah buku di perpustakaan. Matanya berbinar kala ia mendapati buku yang ia inginkan. Saat ia ingin mengambil buku itu salah seorang dari belakang juga mengambil buku yang sama. Karena kalah cepat Clara gagal mendapatkan buku itu.

Ia mendengus sebal lalu pergi tanpa menoleh sekali pun ke arah orang itu.

"Lo mau buku ini?"

Suara yang familier membuatnya menghentikan langkah. Tubuhnya terasa membeku di tempat. Untuk beberapa detik ia harus mengembalikan kesadarannya.

"Ra?" ucap orang itu lagi.

Clara membalikkan badan namun tetap dengan posisi yang menunduk.

"Lo duluan aja yang baca," ujar orang itu lagi.

Ia menyerahkan buku itu pada Clara. Tangan gadis itu terulur menerima buku itu. "Thanks, Sa."

"Iya, belajar yang pinter," nasihat Riksa sebelum pada akhirnya ia pergi dari hadapan Clara.

Clara menahan senyumnya. Jujur saja ia masih mencintai Riksa tetapi ia harus merelakan semuanya agar tidak melanggar apa yang telah agamanya tetapkan. Ia akan memperbaiki diri. Ia percaya jika Riksa memang jodohnya pasti Allah akan kembalikan Riksa lagi untuknya.

Gadis itu memilih untuk duduk di kursi yang berada di perpustakaan itu. Dari kejauhan Riksa memperhatikannya. Seseorang menepuk pelan pundak Riksa dari belakang membuat cowok itu menoleh dengan sedikit terkejut.

"Belum bisa move on, ya?" tanya Nevan.

"Seperti yang lo lihat."

"Lo ngerti matahari sama bumi nggak? Menjauh untuk menjaga. Lakuin itu untuk Clara."

"Lo udah seiman sama dia, Sa. Suatu saat jika lo masih diberi kesempatan lo bisa ngelamar dia, lo bisa nikahin dia. Gue yakin Clara juga masih punya rasa sama lo. Lo satu-satunya cowok yang berhasil bikin dia jatuh cinta, Sa. Lo cinta pertama bagi Clara."

Riksa tersenyum mendengar ucapan Nevan. "Thanks, Nev. Jujur ini berat. Tapi, gue harus bisa. Nanti kalau udah saatnya gue bakal datang menemui orang tua Clara untuk membuktikan rasa cinta gue ke dia."

Nevan merangkul bahu Riksa. "Nah, gini dong. Ini baru temen gue."

"Emang lo temen gue?" canda Riksa.

Nevan menarik tangannya malas. "Serah lo, dah."

Ia meninggalkan Riksa malas. Sedangkan Riksa hanya tertawa geli melihat Nevan yang sok-sokan merajuk. Ia melangkah mengikuti Nevan dan merangkulnya dari belakang.

"Canda, Nev."

"Y."

"Ke Rooftop, yuk."

"Udah jam segini, nanggung. Bentar kagi juga bel."

"Serah lo dah, Gue mau ke rooftop bentar. Kalau mau ikut, ayo," ucap nevan sembari berdiri dsdi bangku untuk menuju rooftop.

"Tunggu! Gue ikut!" seru Riksa sembari berdiri mengejar znevsn yang sudah terlebih dahulu meninggalkannya.

"

Keduanya langsung menuju rooftop. Sesampainya di sana mereka mendapati Adrian yang sudah lebih dahulu berada di sana. Cowok itu menoleh ke arah Nevan dan Riksa yang baru saja datang.

"Udah di sini duluan aja lo, Yan," ujar Nevan.

"Kebiasaan gue emang di sini."

"Ngapain di sini sendirian?" tanyanya lagi.

Riksa dan Nevan mengambil posisi duduk di sebelahnya.

"Enak aja di sini. Nggak rame kayak di luar."

Dari atas mereka bisa melihat pemandangan dari bawah. Siswa-siswi yang berlalu lalang di bawah sana memang terlihat sangat ramai. Ketiga orang perempuan tengah berjalan bersama menuju gazebo yang berada di depan kelas. Adrian memandang mereka dari kejauhan. Melihat Adrian yang mengarah pada ketiga perempuan itu Nevan menyenggolnya hingga membuat Adrian tersadar dari lamunannya.

"Lihatin Lavina kan lo?" tebaknya asal.

Adrian mulai menunjukkan dirinya yang salah tingkah saat Nevan berhasil memergokinya tengah melihat Lavina dari kejauhan.

"Sok tau!"

"Ngaku aja kenapa sih, Yan. Gue tau lo suka sama Lavina."

"Lavina temennya Clara?" Riksa ikut menimbrung.

"Iya, Sa. Emang di sekolah ini Lavina ada berapa. Kan, cuma ada dia doang."

"Lucu ya kalian berdua bisa suka sama orang yang masih satu circle. Kayaknya lucu ya kalau kalian nantinya nikah bareng-bareng."

"Sekolah dulu. Baru juga kelas sebelas," balas Adrian.

"Halu dulu nggak apa-apa, lah."

"Terus lo ganti suka siapa, Nev?" tanya Riksa.

"Nggak ada," balasnya datar.

"Udah, pikir yang sekarang aja. Kita nggak tau kedepannya bakal gimana. Udah bel tuh mau ke kelas nggak lo berdua?" kata Adrian.

Cowok itu sudah terlebih dahulu meninggalkan Riksa dan Nevan yang masih setia di sana.

"Males gue, Sa. Bolos, yuk," ajak Nevan tanpa dosa.

"Ini nih, ajaran sesat!" Riksa berdiri. "Kalau mau bolos sendiri aja. Riksa ganteng nggak mau ikut-ikutan."

Nevan ikut mendirikan tubuhnya lalu menjitak dahi Riksa hingga berbunyi 'Tak'. Riksa merasa kesakitan sementara Nevan justru kegirangan.

"Sakit, woi!"

"Rasain." Nevan berjalan cepat meninggalkan Riksa sendiri di sana yang masih mengusap-usap jidatnya yang terasa sakit.

•••

Pulang sekolah Clara tak menyadari bahwa rok belakangnya memerah. Ia baru aja berdiri di antara bangkunya. Riksa tak sengaja melihatnya. Ia berjalan dengan sedikit berlari mendekat ke arah Clara untuk memberitahukannya.

"Ra, duduk dulu."

"Hah?" Clara tak mengerti dengan maksud Riksa.

"Udah, duduk aja dulu, pliss."

Clara mengikuti perintah Riksa. Untungnya tidak ada orang lain yang melihat ini. Riksa bernapas lega saat Clara mengikuti ucapannya. Cowok itu merogoh ponsel yang sedari tadi ia selipkan di antara saku. Ia menuliskan sesuatu di ponsel itu.

Riksa

Maaf gue nggak sengaja lihat. Rok lo merah, Ra. Lo tunggu di sini dulu gue ambilin jaket gue di loker

Clara membelalakkan matanya. Bagaimana dirinya saja tidak menyadari hal itu. Ia sangat malu sekarang.

Cowok itu tak berpikir apa pun lagi. Ia langsung menuju loker untuk mengambil jaket yang ia taruh di sana. Tak menunggu lama cowok itu segera kembali menemui Clara dengan langkah yang terburu-buru.

"Pakai." Riksa memberikan jaket itu pada Clara. Clara dengan senang hati menerimanya. Ia memakainya cepat dan menutupi bagian yang terdapat darah itu.

"Ra, lo pulang sama siapa?" tanya Riksa pada gadis itu.

"Sama adik gue." Clara memang mempunyai satu adik perempuan yang masih berada di kelas sepuluh. Keduanya hanya berjarak satu tahun saja.

Riksa mengangguk mengerti. Ia mulai menyiapkan diri untuk melangkah pergi lagi meninggalkan Clara sendiri.

"Ya udah. Kalau gitu gue pulang dulu. Hati-hati di jalan."

Tadinya Riksa akan berniat mengantar gadis itu jika ia tidak pulang bersama adiknya. Ia hanya takut jika terlalu lama meninggalkan Clara sendiri keadaan yang yang ia lihat tadi justru akan semakin parah. Riksa hanya berniat untuk membantu sekaligus melindungi. Baginya Clara adalah bidadari kedua selain mamanya yang harus ia jaga.

NaCl [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang