27 | Tak ingin Melepaskan

22 3 0
                                    

Seorang pria bersandar pada pintu kamar Riksa dengan tangan yang terlipat di dadanya. Ia menatap Riksa yang tengah sibuk mengemasi baju-bajunya karena ia akan segera pindah dari tempat ini. Tatapannya yang tadinya seram kini berubah menjadi sayu. Dari tatapan mata pria itu saja sudah sangat terlihat bahwa ia tengah merasa sedih.

Lama terdiam pria itu menyiapkan sebuah keberanian. Perlahan ia mendekati Riksa.

"Riksa," panggilnya pelan.

Seseorang yang dipanggil namanya itu menoleh ke arah orang yang memanggilnya setelah ia menghentikan aktivitasnya sejenak. Ia sedikit merasa aneh, tumben sekali papa angkatnya memanggilnya dengan selembut itu. Padahal biasanya saja selalu membentak dan selalu berucap dengan nada tinggi.

Pria empat puluh tahunan itu menarik napasnya pelan sebelum akhirnya ia membuka suara mengeluarkan argumen yang sedari tadi tertahan. Sungguh sikap pria itu berbeda 360 derajat dari biasanya.

"Kamu beneran mau pergi dari sini?"

"Iya, Pa. Riksa mau kembali ke keluarga kandung Riksa."

"Jangan."

"Maksud, Papa?"

"Tetap tinggal lah di sini bersama kami. Maaf dulu Papa sangat keras sama kamu. Itu semua Papa lakuin karena Papa sayang kamu, Riksa. Cara Papa nunjukin kasih sayang Papa ke kamu berbeda, tapi percayalah bahwa semua yang Papa lakuin untuk kebaikan kamu juga."

Cowok itu mematung tak percaya. Papa angkatnya terlihat sangat berbeda. Bahkan ucapannya menjadi sangat lembut. Riksa tersenyum dan memeluk papanya.

Papanya balas memeluknya juga. Menepuk-nepuk pelan punggung Riksa. Pria itu baru menyadari bahwa Riksa sangat berharga dalam hidupnya. Rezvan menyesali perbuatannya terhadap Riksa. Caranya dalam mencurahkan kasih sayang terhadap Riksa salah dan justru membuat anaknya tertekan dan merasakan sakit hati.

Dua orang memperhatikannya dari balik pintu. Mereka adalah Nela dan juga Lily. Keduanya terdiam menyaksikan Rezvan untuk pertama kalinya memeluk Riksa dengan tulus. Senyuman haru sekaligus sedih keduanya rasakan sekarang.

"Ma, Lily nggak mau kakak pergi dari sini. Lily udah anggep Kak Riksa sebagai kakak Lily sendiri."

Nela merangkul dan menatap anaknya tulus. "Mama juga nggak mau kakakmu pergi dari sini. Tapi orang tua kandung kakakmu lebih membutuhkannya. Mereka yang lebih berhak mengasuh kakak kamu, Lily."

Mereka berdua mendekat ke arah Rezvan dan Riksa yang masih senantiasa berpelukan. Menyadari Nela dan Lily mendekat keduanya melepaskan pelukan.

"Ma, Pa. Makasih udah rawat Riksa sampai sebesar ini. Makasih udah didik Riksa sebaik mungkin. Terima kasih atas segala hal yang kalian berikan untuk Riksa. Maaf jika Riksa belum bisa jadi anak yang baik. Riksa nggak tau harus dengan cara apa Riksa membalas budi kalian. Rasanya apa pun yang akan Riksa beri nantinya tidak akan sebanding dengan apa yang telah Riksa dapatkan. Apalagi jasa dan kasih sayang kalian."

Riksa beralih menatap Lily. "Dan untuk lo Lily. Maafin kakak jika kakak belum bisa jadi kakak terbaik buat Lily. Maafin kakak jika kakak masih belum becus jaga Lily. Meskipun gue nggak tinggal di sini lagi lo tetep gue anggep jadi adik gue. Lo tetep boleh anggep gue kakak. Jangan pernah sungkan buat cerita lagi ke gue. Bilang ke gue kalau ada yang nyakitin lo. Gue bakal datang dan ngasih pelajaran buat orang itu. Sampai kapan pun gue bakal tetap ngelindungin lo, Lily. Sampai kapan pun gue bakal tetep jadi kakak lo."

Mereka berhambur memeluk Riksa secara bersama-sama. Tanpa sadar air mata mereka mengalir membasahi pipi tak rela melepaskan Riksa saat ini.

"Janji sama Mama kalau kamu nggak akan ngelupain Mama dan bakal tetep sering-sering main ke sini."

"Riksa janji bakal sering-sering main di sini, Ma, Pa, Ly."

Mereka kembali melepaskan pelukan. "Ini kamu udah selesai beres-beresnya?" tanya Nela.

"Udah, Ma."

"Ayo, Papa antar kamu ke rumah orang tua kandung kamu."

Riksa mengangguk menuruti ucapan Rezvan. Dibalik topengnya yang kaku lelaki yang hampir menuju pertengahan abad usia itu sebenarnya adalah pria yang sangat lembut. Hanya saja pria itu terlalu gengsi menyuarakan kasih sayang secara terang-terangan.

Mereka berempat segera menuju rumah kedua orang tua kandung Riksa saat sudah selesai memasukkan koper berisi baju-baju maupun barang-barang Riksa yang akan dipindahkan ke sana.

Hanya butuh waktu beberapa menit saja menuju ke sana. Sesampainya mereka di sana, di halaman rumah yang sangat luas itu kedua orang tua Riksa sudah berada di sana untuk menyambut kehadirannya.

Riksa turun dari mobil menampilkan senyum terbaiknya. Kedua orang tua angkatnya juga mengikutinya turun dari mobil. Rezvan membuka bagasi mobil untuk mengambil barang-barang Riksa.

Seorang asisten rumah tangga yang bekerja di rumah orang tua kandung Riksa mendekat membawa barang-barang Riksa.

"Biar saya aja yang bawa."

Riksa mendekat ke arah Mama dan Papa kandungnya. Kedua orang tua angkat dan juga adiknya mengikuti di belakangnya.

"Terima kasih sudah merawat anak kami selama ini. Terima kasih sudah menyayangi Riksa seperti anak kalian sendiri. Saya tidak tau harus membalas kebaikan kalian dengan cara apa, tapi saya akan selalu berdoa kepada pencipta agar kalian selalu diberi kebahagiaan." tutur Edwin pada kedua orang tua angkat Riksa.

"Saya yang harusnya terima kasih. Selama ini Riksa sudah menebar kebahagiaan untuk keluarga kami. Dari dulu saya menginginkan anak laki-laki dan Riksa hadir mewarnai kehidupan kami," balas Nela.

"Betul kata istri saya. Riksa itu laki-laki yang hebat dan sangat baik. Selama hidup bersama kami dia bahkan tidak pernah melawan. Atau bahkan ketika dia tak sengaja melakukan kesalahan dan saya menasehatinya Riksa hanya diam tanpa melawan sedikit pun. Saya sangat salut terhadap anak kalian," sambung Rezvan menimbrung.

"Tentunya semua itu karena didikan kalian. Kalian sangat hebat bisa mendidik putra kami hingga menjadi anak yang baik seperti ini. Kalian adalah orang tua yang hebat," jelas Eisha.

"Kalian tetap bisa menganggap Riksa sebagai anak kalian sendiri. Pintu rumah kami selalu terbuka lebar untuk kalian. Kapan pun kalian akan ke sini kami akan mempersilakan," ujar Edwin.

"Maaf, jika selama ini Riksa berbuat salah kepada kalian entah disengaja maupun tidak," kata Edwin lagi.

"Tidak, Riksa tidak pernah melakukan kesalahan. Dia melakukan kesalahan juga karena salah saya sendiri. Riksa itu anak baik. Saya bangga pernah merawatnya. Selain tampan anak kalian juga suka menolong. Dia sering kali ke panti asuhan untuk berbagi makanan maupun mainan untuk anak-anak di sana," terang Rezvan panjang lebar.

Rezvan memang sering kali tidak sengaja berpapasan dengan Riksa di jalan dan melihat cowok itu selalu membagikan makanan untuk anak-anak.

"Benar itu Riksa?" tanya Eisha.

Riksa tersenyum malu-malu. "Iya, Ma. Selagi Riksa bisa kenapa enggak."

Edwin memandang ramah kedua orang tua angkat Riksa.

"Saya nggak tau lagi harus bilang apa lagi pada kalian, yang jelas kalian itu sangat hebat bisa mendidik putra kami hingga seperti ini. Saya tidak bisa membayangkan jika saja Riksa jatuh pada didikan yang salah."

NaCl [END]Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu