38 | Wisuda

16 4 3
                                    

Gaun indah berwarna pink kecoklatan dengan model bawahan duyung dengan motif bercampur dengan brokat di beberapa bagian serta sebuah mahkota berwarna silver menghiasi wajah cantik Clara terlihat sangat pas. Meskipun kebanyakan acara wisuda memakai hijab yang dililit di leher kali ini Clara tetap memakainya dengan model yang menutup dada. Tak lupa juga sepatu high heels tiga senti yang menancap di kakinya membuat penampilan Clara semakin sempurna.

Eye shadow dan blash on pun turut menghiasi rona wajah Clara dengan cantik. Bulu mata yang lentik semakin membuat gadis itu tampil sangat cantik.

 Bulu mata yang lentik semakin membuat gadis itu tampil sangat cantik

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Ia bercermin di sebuah kaca besar di kamarnya. Saat ini ia sedang bersama kedua sahabatnya yang juga memakai baju serupa. Mereka tidak pergi ke salon karena bisa bersandan sediri dengan alat make up yang mereka punya.

"Lavina, Ria. Gue udah cantik belum?" tanyanya pada kedua sahabatnya.

"Udah, lo udah cantik banget, Ra. Udah bikin pangkling banget," balas Lavina.

"Udah, Ra. Udah cantik banget. Beneran nggak bohong," kata Ria.

"Foto dulu, yuk," ajak Clara.

Clara mengarahkan kamera pada mereka, berpose dan mengambil beberapa gaya. Ia melihat hasilnya sebentar kemudian menyimpan kembali ponselnya.

"Lo berdua udah, kan?" Lavina dan Ria mengangguk mantap. "Ayo kita berangkat."

Mereka segera menaiki mobil masing-masing. Saat ini kedua orang tua dari Lavina dan Ria juga tengah berada di sana. Hari ini Clara akan diantarkan oleh Papa Mamanya begitu juga dengan Lavina dan Ria. Tak membutuhkan waktu lama mereka sampai di sekolah. Pintu mobil terbuka menampilkan tiga bidadari yang sangat cantik hingga menarik banyak mata untuk melihat ke arah mereka.

Dengan langkah senang dan hati-hati mereka segera memasuki sebuah gedung megah yang sudah ramai oleh kerumunan remaja yang memakai kebaya bagi yang cewek dan jas bagi yang cowok.

"Ma, Pa. Om, Tante kalian duduk di sini, ya." Clara memberi tau kedua krang tuanya dan kedua orang tua dari Lavina dan Ria. Mereka semua mengangguk.

"Mama, Papa. Lavina tinggal dulu, ya."

"Aku juga, Pa, Ma. Ria tinggal dulu, ya."

Anggukan dari mereka membuat mereka mengembangkan senyum. Dengan cepat mereka segera mencari tempat mereka. Namun, di tengah jalan mereka berhenti.

"Itu Riksa, Adrian, dan Nevan, kan?" tanya Clara menunjuk ke arah mereka yang tampak tengah asik bercengkerama serta sesekali mengambil foto bersama.

Ria mengangguk. "Iya, itu mereka."

"Adrian ganteng banget." Ucapan yang keluar dari mulut Lavina tanpa sadar membuat cewek itu seketika menutup mukutnya. "Eh, astaghfirullah."

Clara tersenyum menggoda dan sedikit menyenggol lengan Lavina.

"Ciye, ternyata selama ini suka Adrian."

"Ehm." Lavina berdeham pelan untuk menetralkan rasa gugupnya. "Enggak, gue cuma muji doang."

"Ngeles aja lo."

Melihat suasana yang semakin ramai ketiganya segera beranjak dari tempatnya berdiri untuk duduk di kursi yang sudah diatur oleh panitia sesuai kelas dan nomor absen. Rencananya mereka akan berfoto bersama nanti setelah acara selesai karena Clara dan mereka berbeda kelas.

Serangkaian acara telah dimulai sejak beberapa menit yang lalu. Saat ini adalah bagian sesi pemberian samir. Mereka maju satu per satu setiap kali nama mereka dipanggil ke depan.

Beberapa saat kemudian adalah sesi pemberian penghargaan atas prestasi yang diraih para siswa-siswi di sana.

"Peraih nilai Ujian Nasional tertinggi diperoleh oleh siswa yang bernama Clara Luthfya. Untuk saudari Clara dimohon untuk maju ke depan."

Riuh suara tepuk tangan mengiringi langkah Clara naik ke podium. Sesampainya di sana ia diberi sebuah sertifikat dan menghadap kamera untuk berfoto bersama kepala sekolah.

"Peraih nilai Ujian Nasional tertinggi kedua diperoleh oleh siswa yang bernama Adrian Daffandra."

Adrian maju dengan langkah cool-nya. Dari kejauhan Lavina memperhatikannya dengan mata yang berbinar. Sepertinya gadis itu menyukai Adrian.

"Peraih nilai Ujian Nasional tertinggi ketiga diperoleh oleh siswa yang bernama Nevan Cyrus Alaric."

Nevan maju dengan lengkungan senyum yang melebar. Cowok itu merasa senang karena ia mendapatkan nilai yang tinggi ketiga.

Papa Nevan tersenyum. "Papa tetap bangga sama kamu, Nevan."

Acara demi acara telah dilalui hingga tak terasa saat ini sidah berada di penghujung acara.

"Teman-teman ayo kita bikin foto kenang-kenangan kelas kita." Suara Deo cukup sukses menggelegar hingga membuat seluruh penghuni kelas XII IPA 1 berkumpul. Begitu juga dengan Lavina dan Ria yang tengah berkumpul dengan anak-anak kelasnya juga.

Seluruh anggota kelas XII IPA 1 segera berkumpul untuk berfoto bersama. Dan mungkin ini foto yang terakhir sebagai kenangan yang mungkin terlalu indah untuk ditutup pada tiap helaian lembarannya.

"Ra, mau foto sama gue nggak?" Suara Riksa mengagetkan Clara dari belakang.

Clara pun membalikkan badan untuk melihat Riksa. Ia cukup speechless, setelah menegok ke belakang dan mendapati Riksa yang tengah tersenyum.

Meskipun ragu Clara mengangguk karena baginya tak salah jika menjadikan foto ini sebagak kenangan terakhir semasa SMA.

"Fotoin gue, Nev."

Saat memotret mereka Nevan sedikit terkekeh. Keduanya tidak berfoto dengan jarak yang terlalu dekat masih ada celah diantara keduanya. Namun, hal ini cukup membuat Clara salah tingkah dan ada getaran aneh yang sedang berpacu dalam setiap detak jantungnya. Riksa selalu bisa membuatnya salah tingkah.

Tak hanya mereka saja Adrian dan Lavina juga tengah berfoto dengan jarak yang tidak terlalu dekat juga sebagai kenangan terakhir semasa SMA.

Setelah mereka berdua berfoto, mereka berganti berfoto bersama-sama bersama Ria dan juga Lavina yang sudah kembali dari kelasnya. Mereka berfoto berganti-ganti gaya dan juga partner foto. Tak hanya berfoto bersama mereka saja mereka juga berfoto dengan teman yang lainnya dan juga orang tua mereka.

Sepenggal cerita SMA ini telah usai. Selama tiga tahun menjalin sebuah persahabatan yang dipenuhi oleh canda tawa dan duka lara dan juga sebuah indah dan lukanya cinta. Tak mudah memang melupakan itu semua. Tapi, harus berpisah untuk meraih masa depan yang telah diimpikan oleh setiap orang. Semua cerita yang telah tertulis indah akan menjadi sebuah kenangan yang tak mudah dilupakan.

"Kalian jangan lupain gue, ya," kata Clara dalam pelukan bersama kedua sahabatnya.

"Nggak bakal." Lavina membalasnya.

"Kita harus sering-sering ketemu meskipun udah nggak bareng-bareng lagi," kata Ria.

"Harus," jawab Lavina dan Clara bersamaan.

Mereka perlahan melepaskan pelukannya. Clara menengadahkan tangannya di depan Clara dan Lavina.

"Sahabat selamanya, deal?" Clara membuka suaranya.

Lavina dan Ria saling berpandangan, keduanya mengikuti Clara. Tangan Lavina berada di atas Clara serta tangan Ria berada di atas tangan Lavina.

"Deal."

NaCl [END]Where stories live. Discover now