20 | Bertengkar

26 4 0
                                    

Setelah Riksa mengantarkan Navy pulang ia berencana untuk meluruskan masalah tadi dengan Clara. Tak lupa pula ia membawa barang yang tadi ia berikan untuk Clara. Gadis itu tadi meninggalkannya begitu saja.

Riksa sudah bersiap-siap dengan motornya. Kaca helm-nya ia turunkan dan segera melajukan motor. Untungnya jarak taman dengan rumah Clara tidaklah jauh, sehingga ia bisa cepat sampai di rumah gadis itu.

Riksa menurunkan standard motornya dan melepas helm-nya. Ia sedikit menggeleng-gelengkan kepalanya agar rambutnya kembali rapi dan sedikit menyisir rambutnya dengan tangan.

Setelah sudah di rasa rapi, cowok itu turun dari motor dan membawa barang yang ia berikan tadi menuju rumah Clara.

Suara pintu yang diketuk dari luar membuat Clara berjalan gontai ke arah pintu dan membukanya dengan malas.

Sekarang orang tuanya tidak ada di rumah, keduanya tengah berada di luar kota karena ada bisnis yang harus diurus berdua.

Pintu terbuka menampilkan Riksa yang berdiri dari balik pintu. Clara menatapnya malas dan hendak menutup pintu kembali. Namun, Riksa berhasil menahannya.

"Dengerin aku, Clara. Dia cuma teman aku."

"Iya, percaya," balasnya malas.

"Dia adalah teman aku yang empat tahun lalu pergi. Dia dikabarkan meninggal dan sekarang aku mengetahui kenyataan bahwa dia masih hidup. Meskipun..., dia lumpuh," kata Riksa.

"Apakah harus dengan peluk-pelukan?"

"Ra, kita cuma teman tidak lebih!"

Clara menampilkan senyum kecutnya. "Teman? Tapi kamu memperlakukan dia lebih dari teman, Riksa. Nggak ada cewek yang mau cowoknya deket sama cewek lain."

"Begitu juga dengan aku."

Riksa menatap tajam Clara. "Kamu pikir aku nggak cemburu ketika kamu sama Nevan berduaan? Aku cemburu, Ra."

"Kamu egois, Ara. Kamu nggak mau lihat aku sama cewek lain sedangkan kamu sendiri juga begitu."

Clara tertawa pelan. "Ternyata gini ya sifat asli kamu. Bodoh memang aku percaya sama cowok yang hanya aku kenal secara virtual."

"Ra, aku nggak bermaksud buat bilang gitu. Tapi, sikap kamu bener-bener keterlaluan. Dia temen aku, bahkan sekarang dia udah nggak sempurna kayak dulu."

"Aku tau dia nggak sempurna dan punya kekurangan. Tapi cara kamu memperlakukan dia itu berbeda. Apa kamu bisa menjamin bahwa dia nggak punya rasa sedikitpun sama kamu? Aku tau Isa. Dari mata dia udah kelihatan jelas kalau dia suka sama kamu."

"Dia cuma teman aku, hargai dia, Ra. Kamu tau sendiri dia punya fisik yang nggak sempurna."

"Tuh kan, kamu terus-terusan belain cewek lumpuh dan peyakitan itu!"

"Ra! Kamu bener-bener keterlaluan. Aku kecewa sama kamu. Ini yang nggak aku suka dari kamu. Kamu terlalu membesarkan masalah kecil. Kita udah sama-sama dewasa, kan. Bahkan, kamu sampai menghina dia kayak gitu."

Clara terdiam. Ia menyadari ucapannya barusan sangat menyakitkan. "Aku butuh waktu sendiri."

Clara menutup pintu rumahnya menginggalkan Riksa di luar sendirian. Cowok itu mematung di tempat. Kenapa Clara bisa mengucapkan kalimat sejahat itu.

Ia meninggalkan rumah Clara dengan penuh emosi. Ia juga meninggalkan barang yang ia bawa tadi di depan rumah Clara, tak peduli Clara akan mengambilnya atau membuang barang itu.

Seharusnya saat ini keduanya sudah baikan, hanya saja Clara terlalu cinta dengan Riksa hingga membuat gadis itu sedikit egois dengan keinginannya.

Riksa melajukan motornya menuju rumah Navy. Jarak antara rumah Clara dan Navy ternyata tidak terlalu jauh hanya berjarak sekitar dua kilometer saja.

Setibanya Riksa di sana, Navy tengah duduk di kursi rodanya di pinggir kolam rumahnya. Riksa tersenyum tipis dan menghampirinya.

"Navy," panggil Riksa.

"Riksa." Navy menoleh ke arah Riksa. "Gimana tadi? Udah baikan?"

Riksa mengembuskan napasnya panjang dan duduk di sisi kolam di dekat Navy.

"Belum. Gue nggak ngerti sama jalan pikiran Clara. Dia terlalu egois."

"Sa! Dia pacar kamu loh."

"Vy, waktu gue nyamperin dia, dia ngucapin kalimat yang engga banget. Dia bener-bener keterlaluan. Itu yang nggak gue suka."

"Boleh anterin aku ke rumahnya nggak, Sa?"

Riksa menoleh dengan sedikit menyipitkan matanya. Apa maksud Navy mengatakan itu?

"Buat apa?"

"Aku nggak mau hanya karena aku hubungan kalian jadi kayak gini. Anterin aku, ya?" pintanya.

"Enggak!"

"Pliss, Sa. Aku mohon."

Cowok itu terdiam. Ingin mengatakan iya tapi ia takut Clara akan megatakan hal jahat terhadap Navy. Ingin tidak mengiyakan tetapi ia tidak tega melihat tatapan Navy yang terlihat sedih.

"Oke, ayo. Gue pulang dulu ambil mobil. Lo tunggu di sini dulu, ya."

Ia mengangguk sementara Riksa segera pulang untuk mengganti kendaraannya dengan mobil.

Hanya butuh beberapa menit saja Riksa kembali dengan mobil putihnya. Ia turun dari mobil dan membawa Navy masuk ke dalam mobil secara perlahan.

Setelah Navy berhasil masuk ke dalam mobil, ia melipat kursi roda Navy dan memasukkannya ke dalam bagasi.

Tak menunggu waktu lama ia segera melajukan mobil menuju rumah gadisnya.

Riksa turun dari mobilnya kala dirinya sudah sampai di depan rumah Clara. Ia mengambil kursi roda Navy terlebih dahulu sebelum menuntun Navy untuk turun.

Riksa dengan telaten menuntun Navy untuk duduk di kursi rodanya pelan-pelan. Setelah sudah berada di posisinya Riksa mendorong kursi roda itu menuju ke depan pintu rumah Clara.

Suara ketukan pintu membuat Clara keluar. Ia menatap satu per satu orang-orang yang ada di depannya. Hatinya memanas kala mendapati Navy bersama Riksa.

"Mau ngapain?"

"Hai, aku Navy. Aku cuma mau bilang sama kamu. Aku cuma teman Riksa tidak lebih. Kamu tau sendiri aku punya fisik yang nggak sempurna. Aku cukup tau diri, kok."

"Jangan salah paham lagi, ya? Kamu yang lebih berhak untuk Riksa. Bukan aku si cewek yang lumpuh ini," imbuh Navy membuat Clara terdiam.

Sepertinya ucapannya tadi sangatlah menyakitkan. Navy saja bisa sebaik ini padanya lantas mengapa tadi ia bersikap kurang ajar seperti tadi.

Clara masih terdiam tidak bisa berkata-kata. Sementara Riksa bersiap untuk membuka suaranya.

"Dia hanya teman aku, Ra. Kamu yang ada di sini." Riksa menunjuk ke dadanya.

Gadis itu masih sama seperti tadi. Ia terdiam, jujur saja ia merasa bersalah apalagi terhadap gadis yang lumpuh itu. Clara tertunduk dalam.

"Maaf."

Riksa memeluk gadis itu. "Aku punya kamu, Ara. Jangan mikir macam-macam, ya?"

Navy menatap mereka dengan hati yang teriris. Mau tak mau ia harus merelakan Riksa menjadi milik orang lain.

Clara mengangguk disela-sela pelukannya dengan Riksa lalu beralih menghadap Navy yang masih terdiam di kursi roda.

Ia berjalan mendekat ke arah gadis itu dan memeluknya dengan posisi sedikit berjongkok mengimbangi tingginya dengan Navy yang memakai kursi roda.

"Maaf, Vy. Gue emang terlalu jahat dan egois. Maaf kata-kata gue nyakitin lo padahal lo sendiri aja sebaik ini sama gue."

"Udah, jangan diinget-inget lagi. Lo sama Riksa harus bahagia, ya?" ucap Navy menepuk-nepuk punggung Clara.

"Semoga," balas Clara disertai anggukan di sela-sela pelukannya dengan Navy.

NaCl [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang