39. Pergi

455 24 0
                                    

Mata Sam tak hentinya berdecak kagum saat memasuki gerbang rumahnya sendiri. Dia sangat terkesima memandang rumah megah dengan nuansa serba putih gading itu. Juga taman yang berisikan tanaman hijau segar disertai air mancur. Sam menurunkan kopernya sendiri. Meski sopir Tom berusaha untuk membantu.

"Udah Pak biar Sam aja." Tolak Sam sewaktu Pak Yono ingin membawakan koper milik Sam.

"Gak apa den, udah tugas saya, kok." Ucap pak Yono tidak enak.

"Tenang aja, Sam bisa kok. Bapak mending istirahat. Belom ngopi kan pasti." Pak Yono tertawa mendengar anak majikannya itu.

"Si aden bisa aja."

"Saya Sam Pak, bukan Aden."

"Sam ayo masuk." Nina dan Tom masih berdiri di depan pintu, menunggu anaknya yang masih saja ngobrol dengan Pak Yono.

Sam berjalan memasuki rumah yang menurutnya sangat megah. Dimana-mana mengkilap, tidak ada debu. Persis seperti rumah Spongebob yang habis di pel.

Tom mengajak Sam untuk langsung menuju kamarnya yang berada di lantai dua. Masih dengan membawa kopernya sendiri, padahal tadi ada seorang perempuan paruh baya yang memperkenalkan diri sebagai pembantu rumah tangga, menawarkan diri untuk membawakan koper tapi Sam menolaknya. Pak Yono saja tidak boleh apalagi perempuan.

"Sam ini kamar kamu." Tom membukakan sebuah ruangan kamar, interiornya di dominasi warna hitam dan coklat gelap. Sangat cocok dengan Sam yang menyukai warna hitam. Sam memasuki kamarnya lalu merebahkan diri di kasur king size miliknya.

"Pa kasurnya kok kayak roti, empuk banget." Ucap Sam sambil terus memantulkan tubuhnya seperti anak tk.

"Yaudah kamu istirahat yaa. Papa ke bawah dulu." Tom menutup pintu kamar Sam dan meninggalkan Sam seorang diri di kamar.

Sam merasakan mimpi yang sangat mustahil untuk terwujud kini menjadi nyata. Dapat bersama dengan keluarganya, dipeluk Mama, dan melihat senyum hangat Papa. Sam merasa dirinya sangat bahagia. Meski sempat berpisah selama belasan tahun, tapi itu membuatnya sadar bahwa kehidupannya yang sebelumnya di panti bukanlah mimpi buruk. Dia mengenal Buda Rose yang lembut dan penyayang, mengenal Daniel yang seperti saudaranya sendiri, dan juga adik-adik panti yang menjadikan Sam sebagai Kakak bagi mereka.

Ternyata wanita di masa lalu yang ingin mengadopsi dirinya adalah orangtuanya sendiri. Namun tuhan memiliki skenarionya tersendiri yakni takdir yang sangat indah untuk Sam.

"Kareeelllll!!" Tiba-tiba ada seseorang masuk ke kamar Sam dan memeluk Sam dengan sangat erat.

"Gue kangen banget sama lo!!!" Ucapnya kencang.

"Gilak!! Gilakk!! Lo udah gede yaa sekarang. Ganteng juga kayak gue!!" Cowok itu memperhatikan penampilan Sam dari ujung kaki hingga ujung rambut.

"Ehh tapi kok gue kayak kenal ya sama lo?" Frans berpikir seperti pernah melihat Sam, tapi dimana. Emang dasar pikun.

"Hai kenalin saya Frans, oh ya jangan panggil bapak yak, panggil Kakak aja soalnya saya masih muda." Sam menirukan gaya bicara Frans sewaktu memperkenalkan diri sebagai guru peganti di sekolahnya.

"Ohh iyaa lo anak tengil yang disekolah kerjaannya cuma main game sambil naikin kaki di meja itu?!" Ucap Frans mengingat kelakuan tengil adiknya itu. "Nakal banget lo asli!!" Frans menjitak kepala Sam.

"Bang, tadi lo panggil gue apa? Karel?"

"Iyaa, nama lo dulu Karel, Karel Tom Danendra, masa lo lupa."

"Bukan lupa bang, tapi gak tau. Gue kan ilang pas bayi kalo gue inget pulang juga gue balik sendiri." Frans terkekeh mendengar perkataan adiknya itu.

¤¤¤ A.M.O.R ¤¤¤


Kini Sam sudah berada di meja makan bersama dengan Frans dan kedua orangtuanya. Nina membuat makanan sangat banyak seperti mau syukuran.

"Ma, Ken mana?" Tanya Sam karna daritadi ia tak kunjung melihat Ken.

"Ken sakit sayang, nanti abis makan malam kita ke rumah sakit ya." Nina berusaha setegar mungkin di depan anak-anaknya. Meski sebenarnya hatinya sangat rapuh kala mengingat bagaimana keadaan Ken saat ini. Meskipun Ken bukan anak kandungnya, tapi Nina telah menganggap Ken sebagai anaknya sendiri.

Makan malam kali ini tampak sangat hangat, dengan disilingi gurauan yang Sam buat. Dimana saja dan kapan saja Sam memang mampu mencairkan suasana. Sudah cocok jadi komika. Namun, seketika telpon rumah berdering. Nina beranjak dari kursinya untuk mengangkat telpon tersebut.

"Assalamualaikum, siapa ya?" Tanya Nina.

"Iyaa benar."

"Apaa!! Baik saya akan segera ke sana." Ucap Nina menaikan beberapa oktaf suaranya. Wajahnya memucat disertai guyuran keringat dingin yang membasahi dahinya.

Frans, Sam, dan Tom melihat kearah Nina dengan penuh tanda tanya. "Ada apa Ma?" Tanya Tom bingung.

"Kita harus ke rumah sakit sekarang." Ucap Nina gemetar.


"Semesta, jangan jahat. Kali ini saja."

A.M.O.R ✔Where stories live. Discover now