30. Tanda

424 29 8
                                    

Tiba-tiba saja Vallery, Cut, dan Sam menatap ke arah Ken tanpa berkedip. Ada cairan merah mengalir dari dalam hidungnya. Ken panik dan langsung meraih tisu yang berada di meja.

"Lo?" Tanya Sam kaget karena melihat cairan merah itu mengalir dari hidung temannya. Sedangkan yang ditanya malah sibuk membersihkannya dengan tisu.

"Panas dalem. Gue jarang mandi." Sahut Ken sambil terkekeh setelahnya.

Vallery menatap Ken dengan tatapan yang begitu dalam. Mencoba melihat gestur yang Ken tampilkan. Ia merasa sedikit curiga dengan alasan Ken barusan.

"Jangan bilang sekarang lo belom mandi?" Alis Cut terangkat sebelah, berusaha mencari ciri kebohongan yang dapat ia kenali.

"Hari ini udah dong, kan mau ketemu pacar." Sahut Ken sambil tersenyum menatap Vallery.

"Bisa saja kau pantat kambing." Ledek Vallery mencairkan suasana. Entahlah hatinya tidak dangdutan seperti dulu kalau di gombalin sama Ken. Jadi biasa aja gitu. Memang pada dasarnya balikan sama mantan itu rasanya gak bakal sama kayak dulu. Pasti ada perbedaan.

¤¤¤ A.M.O.R ¤¤¤

Ken memasukan mobilnya ke garasi rumahnya. Kali ini ia sengaja tidak diantar oleh sopir, Ken ingin mengendarai mobil sendiri. Karna baru saja mendapatkan SIM dua hari yang lalu. Maklum dikit lagi kan dirinya mau lulus SMK jadi wajar saja. Ken melihat ada mobil jeep berwarna hijau army terparkir di garasi. Juga sebuah mobil sedan putih ikut terparkir disebelahnya. Rupanya tempat parkirnya kini sudah sangat lengkap. Bagai mengoleksi mobil. Kalau di jual lumayan bisa buat beli cireng.

Ken berjalan di teras rumah manuju ke pintu utama. Pintu besar dengan cat berwarna putih gading. Ken berjalan memasuki rumah yang sudah ia tinggali selama dua belas tahun.

Begitu hendak menaiki tangga karena kamar Ken yang berada di lantai dua, ada suara bariton yang memanggil namanya. Suara itu berasal dari Tom yang tak lain adalah Ayahnya. Disana juga ada Frans yang sedang duduk sembali memakan kacang garuda. Pasti ia mengambil kacang milik Ken yang ada di kulkas. Lihat saja di bungkus kemasannya ada label 'punya Ken'.

"Ken, Papa mau ngomong sesuatu sama kamu." Ken duduk disebelah Frans dan memperhatikan Ayahnya berbicara dengan serius.

"Kamu yakin dengan keputusan kamu?" Tom menanyakan pertanyaan yang sama untuk yang kesekian kalinya. Tom khawatir keputusan Ken ini malah dapat berujung fatal.

"Aku yakin Pa, sangat yakin. Pokoknya Papa percaya aja ya, Ken kan kuat." Jawab Ken meyakinkan lalu memperlihatkan ototnya sambil terkekeh.

"Papa percaya sama Ken. Ken harus kuat ya, nak." Tom mengusap rambut anaknya. Tidak terasa ternyata Ken telah tumbuh besar, meski harus melewati masa-masa sulit.

"Iyadong Pa. Adik Frans kan emang kuat dari dulu. Saking kuatnya sampe pernah banting Frans ke matras." Frans merangkul Ken dengan sangat akrab. Lalu tertawa begitu mengingat kejadian sewaktu mereka kecil, dimana saat itu Ken dan Frans sedang latihan karate bersama Tom. Lalu Ken mempraktikan hasil latihannya dengan membanting Frans yang ukuran tubuhnya lebih besar darinya.

Itumah bukan kuat, tapi tenaga kuli.


¤¤¤ A.M.O.R ¤¤¤


Ditempat yang berbeda, Sam sedang duduk di ruang tamu bersama tumpukan buku dan pasukannya seperti stabilo, pulpen, dan lain sebagainya. Sam masih fokus belajar untuk UN yang tinggal menghitung hari. Dirinya harus bisa meraih nilai UN tertinggi. Itulah yang Sam cita-citakan dari dulu. Meskipun terlihat jarang belajar di lingkungan sekolah, bukan berarti Sam siswa yang bodoh apalagi memiliki nilai yang jelek. Sam belajar jika sedang mood. Kedengeran kayak cewek? Hmm.. menurutnya tuh gini, percuma belajar kalau di paksain apalagi kalau lagi gak mood. Mending cari kegiatan yang bisa naikin mood seperti main game ataupun tidur. Jadi kalau belajar dengan mood yang baik, insyaallah bakal nyangkut permanen di otak. Itu menurut Sam.

Disebelahnya, terdapat Darren yang fokus chattan sama doi. Siapa lagi kalau bukan Catryn. Darren kalau sudah begini udah kayak orang gila, senyum senyum sendiri, kadang tertawa ngakak, kadang juga guling gulingan karna kesal.

"Assalamualaikum." Terdengar suara seorang wanita di luar sana. Darren membukakan pintu setelah sedikit beradu debat dengan Sam. Ternyata wanita itu adalah Nina.

"Aduhh Bunda ganggu ya? Kalian lagi pada belajar." Nina merasa tidak enak karena telah mengganggu Darren dan Sam.

"Engga kok Tante, yang belajar cuma Sam, Darren cuma numpang napas doang." Sahut Sam sambil melirik ke arah Darren, lalu melempari Sam dengan keripik kentang.

"Oohh begitu. Oh ya panggilnya Bunda aja ya jangan Tante. Kayaknya jadi anu banget kalo dipanggil Tante."

"Anu apa, Tan?" Tanya Darren bingung.

"Kesannya kayak tua banget gitu."

"Ashiapp Bunda!" sahut Darren sambil bergaya hormat.

"Oh ya Bunda Rose kemana ya?" Tanya Nina.

"Kayaknya lagi ngurus tanaman di taman belakang deh Bun, bentar ya Darren panggilin dulu." Darren langsung berinisiatif memanggilkan Bunda Rose.

"Oke, makasih sayang." Ucap Nina lembut.

Sam sudah kembali fokus ke bukunya. Kali ini ia harus belajar lebih ekstra keras lagi. Disisi lain, Nina tampak memperhatikan Sam. Sepertinya Sam memiliki tekad yang kuat dan konsisten dalam meraih mimpinya. Nina tersenyum melihat keuletan anak muda dihadapannya. Hingga pada satu titik membuat Nina terlonjak kaget. Tanda tahi lalat di pundak sebelah kanan. Nina tak asing dengan tanda lahir itu. Wajar jika Nina dapat melihat tanda lahir itu karna kini Sam hanya mengenakan kaus oblong dan celana pendek.

"Sam, kamu udah lama tinggal disini?" Tanya Nina tiba-tiba.

"Lumayan, Bun." Jawab Sam singkat sambil terkekeh.

"Dari?"

"Dari Sam baru lahir." Jawab Sam. Seketika Nina merasa tenggorokannya tercekat. Bagaimana mungkin ini semua bisa kebetulan.


"Kenangan itu tak ubahnya seperti kabut, ia tidak akan bisa sepenuhnya hilang ketika berusaha untuk menghapusnya."




A.M.O.R ✔Where stories live. Discover now