25. Hari Keramat

511 32 0
                                    

Pergulatan kian memanas selama beberapa pekan ini. Mulai dari ujian praktik yang di dominasi kegiatan diluar kelas. Ada banyak sekali praktik yang dilakukan, dan yang paling diingat Vallery adalah sewaktu ia dan kelompoknya memandilan jenazah. Dan jenazah yang digunakan adalah mannequin raksasa, seukuran orang dewasa. Mulai dari memandikan sampai menyolatkan. Lalu ditambah lari keliling lapangan dengan waktu secepat mungkin. Vallery merasakan paru-paru nya kembang kempis bagai balon. Dan banyak lagi ujian praktik lainnya yang Vallery lupa karna terlalu banyak.

Dilanjut Pra kompetensi, dimana ujian ini dipersiapkan untuk melewati Uji Kompetensi. Jangan ditanya lagi bagaimana keadaan Vallery kala itu. Wajah yang sudah dekil berkeringat, meja penuh dengan alat tulis dan pasukannya, ditambah bunyi kalkulator yang mendominasi ruang esksekusi. Bila kalian mendengar bunyi kalkulator yang sangat nyaring, itu menandakan si empunya kalkulator mengerjakan laporan keuangan yang tak kunjung balance.

Dan sekarang hari yang sangat keramat itu pun datang. Hari dimana kemampuan individu sangat diutamakan. Hari dimana tidak ada seorang pun yang dapat menolong selain diri sendiri. UKOM atau Uji Kompetensi. Yang dimana UKOM jauh lebih bikin jantung dangdutan dibanding UN. Ya, itulah yang dirasakan anak kejuruan.

Vallery datang satu jam sebelum bel masuk berdering. Ia melangkahkan kaki dengan mantap menelusuri koridor sekolah. Semua mata yang ada disana terhipnotis untuk melihat kearah Vallery, seolah dirinya telah membisikan mantra. Vallery bersikap acuh, berpura-pura tak memperhatikan mereka, meskipun dalam hati ia jelas sangat merutuki dirinya sendiri.

Bego! Bego! Bego!

Kini ada seseorang berhenti tepat didepan Vallery. Ia menatap Vallery seolah menganggap Vallery adalah top model yang harus diperhatikan dari ujung kepala sampai ujung kaki.

"Lo Vallery, kan?" Tanya cowok itu. Vallery kemudian melihat siapa si pemilik sepatu pentopel hitam lancip itu. Lancip yang bisa dikatakan seperti mulut buaya.

"Bukan, gue Chelsea Island." Jawab Vallery sambil berlalu meninggalkan cowok di hadapannya. Namun dengan seperkian detik lengan Vallery telah di raih olehnya.

"Kampret amat lo! Main tinggal tinggalin gue aja." Sungut Sam. Lalu Vallery tersenyum dan menggandeng lengan Sam.

"Wait! Lo Vallery kan?" Sepertinya Sam masih belum mengenali Vallery.

"Nih lo pegang idung gue. Masih mancung ke dalem kan?" Vallery menarik tangan Sam hingga ke hidungnya.

"Wah iya, kok dari jauh kayak mancung ya."

"The power of make up jeng jeng jeng!" ucap Vallery bergaya seperti personil cheribelle.

Bisa dibilang penampilan Vallery saat ini berubah seratuz delapan puluh derajaz. Sorry alay dikit. Bila setiap hari Vallery berangkat kesekolah seperti vampir kekurangan minum darah, kali ini tidak. Dia baru saja menjadi bahan eksperimen Bunda. Tadi pagi Bunda mendandani Vallery. Bukan make up seperti dirinya yang bisa dikatakan make up orang dewasa, namun make up yang sesuai bahkan dapat dikatakan sangat sesuai dengan Vallery.

Bunda membuat make up senatural mungkin, yang bahkan tidak terlihat kalau Vallery memakai make up. Alis yang Bunda ukir seperti ulat bulu habis cukuran. Ujung mata di bubuhkan garisan coklat seperti jalanan cacing. Bibir gaya sariawan yang katanya lagi booming di negri gingseng. Dan yang paling sulit bagi Bunda adalah menaru soflen di mata Vallery. Pasalnya Vallery sangat anti dengan yang namanya soflen karna banyak melihat dampak yang ditimbulkan dari pemakaian soflen secara berlebih. Vallery parno duluan.

¤¤¤ A.M.O.R ¤¤¤

Keadaan kelas sangat hening seperti kuburan. Hanya ada suara detak jarum jam. Bahkan Ac pun tak terasa. Para penghuni kelas ini merasakan hawa yang sangat mencekam. Persis seperti uji nyali, bedanya ini siang hari yang dilakukan secara beramai-ramai. Vallery ada di ruang nomor 35 sedangkan Ken dan Cut diruang 34. Maklum Vallery kan inisial namanya nyaris bungsu di alfabet.

Hingga pada akhirnya seorang pria paruh baya memasuki ruang kelas. Yang bisa dikatakan ruang eksekusi. Ini pertarungan antara lulus atau tidak. Perjuangan selama dua belas tahun, tidak akan boleh hancur hanya dalam waktu beberapa jam.

"Pagi anak-anak, nama saya Sartono dari SMK Bina bangsa. Saya akan mengawasi kalian hari ini. Utamakan kejujuran dan percaya pada diri sendiri. Manfaatkan waktu sebaik mungkin, dan silahkan berdoa." Ucap pengawas berpeci hitam dan berjenggot hitam itu.

Kemudian semua murid tampak khusyuk berdoa. Begitupun dengan Vallery. selama tiga tahun bersekolah kejuruan memang amat jarang bagi Vallery untuk serius belajar. Menurutnya belajar adalah suatu hal yang membosankan, apalagi mata pelajaran yang berkaitan dengan angka. Tapi kali ini, bukan saatnya untuk bermain-main, mengingat sudah cukup selama ini dirinya melahirkan nilai rapot yang sangat dibawah standar. Kalau kata emak-emak nilai rapotnya kebakaran.

Vallery mulai membaca contoh kasus yang akan dimasukan ke dalam journal khusus. Oh ya, hari ini adalah UKOM akuntansi manual atau pembukuan. Vallery sudah hampir hafal dengan soal-soal ini, karena sebulan belakangan dia sudah sering mempelajari beberapa jenis kasus laporan keuangan. Mulai dari journal khusus sampai journal penutup.

Bel berdering kembali menandakan jam istirahat telah tiba. Vallery memutuskan untuk makan dan beristirahat sejenak sambil sesekali mempelajari langkah selanjutnya. Setelah kurang lebih satu jam terlewati untuk istirahat, semua murid kembali memasuki kelas setelah bel masuk berdering.

Vallery kembali meneruskan laporan keuangannya. Dan kini ia sampai di nerasa lajur. Dirinya bernapas lega, namun jantungnya masih dangdutan dan tangannya gemetaran karna gugup. Dengan cekatan Vallery menghitung dan menulis terlihat sangat cekatan sekali dalam menggunakan kalkulator. Namun tiba-tiba Vallery mulai merasakan pusing. Bukan sangat pusing, perutnya merilit dan kakinya terasa sangat sakit seperti kram. Dengan sisa tenaga yang Vallery miliki, ia masih terus menghitung dan mengerjakan soal dengan cepat dan teliti.

Namun, seolah kondisi fisiknya tidak berjalan dengan apa yang hati Vallery kehendaki. Keadaannya semakin buruk. Bahkan ia merasa mual. Keringat dingin bercucuran membasahi tubuhnya. Dan seketika telinganya berdengung, Vallery menutup telingannya dan menjatuhkan pulpen. Semakin lama pengelihatannya mengabur dan membuat Vallery kehilangan kesadaran.


"Sesaat mencintaimu tanpa ambisi untuk memiliki, mencintaimu dalam diam adalah ketulusan."


Vote dan komen jangan lupaa💕

A.M.O.R ✔Where stories live. Discover now