Bagian 17

1.8K 154 23
                                    

Happy reading!

Jangan meremehkan.
Sekalinya meledak, kamu bukan apa-apa lagi baginya.

***

Pelajaran pertama dan kedua, Ara begitu semangat menatap buku paketnya sambil sesekali menggunakan stabilo barunya saat guru menjelaskan.

Mysha pun merasa aneh dengan sahabatnya satu itu yang sikapnya tidak seperti biasa. Biasanya, Ara akan memilih memejamkan mata atau jika gurunya killer ia akan mencoret-coret sampul buku bagian belakangnya dengan tulisan-tulisan yang sulit Mysha baca.

Ara benar-benar pemalas.

Earphone-nya pernah beberapa kali dirampas oleh guru. Namun, bukannya mengambil lalu meminta maaf dan berjanji tidak akan mengulangi, ia malah membiarkan dan membeli earphone lagi.

Mysha masih menatap Ara yang sedang menandai tulisan yang penting dengan stabilonya. Ara benar-benar aneh. Mana mungkin cewek itu rela mengeluarkan uang untuk membeli barang itu. "Lo tuh aneh tau nggak sih, Ra," celetuknya tiba-tiba sambil berbisik.

Ara menoleh, meletakkan stabilonya dan mengabaikan bukunya yang entah mengapa hari ini begitu menarik. "Aneh gimana, sih?"

"Ya ... gini. Lo dengerin penjelasan guru sambil make stabilo. Gue ngerti banget sama lo yang nggak pernah rela uang lo berkurang cuma buat beli stabilo."

Ara terkekeh pelan, "Yakin, lo udah paham banget sama gue?" Ia sambil melirik guru yang sedang mengajar, takut guru melihat dirinya yang malah mengobrol. "Tapi iya juga sih, yang lo bilang," lanjutnya terkekeh lagi.

"Terus juga, lo nggak ribut padahal ada tugas sejarah."

Ara mendelik, "Lo tau ada tugas sejarah tapi semalam gue minta pap nggak lo kasih."

Mysha menahan tawanya. "Gue males lah, lo jadi orang nggak pernah rajin. Biar jadi pelajaran buat lo."

Ara mengerucutkan bibirnya. "Biar gue dibiarin dihukum gitu, Ca?"

Mysha mengangguk sambil terkekeh melihat ekspresi Ara. "Biar lo disiplin setelahnya. Mau sampe kapan lo jadi pemalas terus, Ra, lo emangnya nggak malu temenan sama gue dan Fara? Nggak ada niat ngimbangin?"

Ara yang tadinya penuh ekspresi, langsung menipiskan bibirnya. Tatapan matanya datar saat menatap Mysha. Ia kembali duduk menghadap depan tanpa menjawab pertanyaan Mysha.

Guru entah sejak kapan sudah keluar dari kelasnya. Sehabis ini satu jam pelajaran PKn lalu istirahat. Ara merapikan alat tulisnya lalu memasukan ke dalam laci. "Dilla, pulpen lo masih sama gue ya, gue balikin ntar kalo udah pulang."

"Awas ya, kalo nggak dibalikin!"

Ara hanya mengangguk, tidak malah berdebat seperti biasanya. Ara sering kali berdebat dengan Dilla hanya karena hal yang sepele, namun setelahnya tertawa bersama.

Ia mengambil earphone dari dalam tas lalu memasukannya ke dalam saku roknya. Ara beranjak tanpa berkata sepatah kata pun. Meninggalkan Mysha yang menatap kepergian Ara dengan tanda tanya.

Ara memilih duduk di bangku taman belakang. Ia tidak sendirian, ada beberapa siswa di sana entah sedang apa. Ara memakai earphone-nya lalu menyambungkan dengan ponselnya. Ia memilih mendengarkan instrumen piano yang menenangkan.

Ara mendongakan wajahnya dengan mata memejam. Ia tidak memikirkan apapun, otaknya kosong. Pikirannya hanya terpusat pada instrumen yang ia dengarkan. Perlahan senyumnya mengembang, entah karena apa. Ponsel yang sedari tadi berada di sampingnya bergetar terus-menerus, tetapi ia abaikan.

IRIDESCENT [Completed]Où les histoires vivent. Découvrez maintenant