Bagian 5

2.3K 171 4
                                    

Berada di kantin dengan semangkuk bakso kosongan adalah hal wajib bagi Ara. Apalagi ditambah sambal sampai bersendok-sendok. Ara termasuk tipe pecinta pedas, jadi tidak heran jika kuah baksonya sampai berwarna merah.

"Fara kemana? Kok belum nonggos? Biasanya juga paling cepet," tanya Ara sambil melahap baksonya.

"Nggak tahu," jawab Mysha. Arapun tidak perduli lagi. Keduanya fokus pada makanannya masing-masing.

"Ini kenapa baksonya enak terus, sih." Ara menepuk pelan perutnya. Ia kekenyangan. Ara makan dengan cepat. Bahkan, soto milik Mysha baru habis separuh. Ara baru akan mengambil es teh ketika tiba-tiba bangku di sampingnya duduk Fara dengan raut wajah lelah dicampur kesal.

Ara bertanya pada Mysha melalui bahasa isyarat. Mysha mengendikan bahu acuh. "Mana gue tau. Woi, Far, lo kenapa?"

"Gue mabok, gila!"

Mata Ara melebar. "Mabok? Mabok apa? Komik? Antimo? Wah gila ya lo. Gue nggak nyangka lo sampai kayak gitu. Gue kecewa banget sama lo, Far." Ara berbicara panjang lebar dengan sekali tarikan nafas.

"Eh, ap—"

"Kalau orang tua lo tau, pasti mereka kecewa banget. kalau lo frustasi, nggak harus nglampiasin pakai cara gituan, Far. Masih ada gue sama Mysha yang bisa jadi tempat lo bertumpu. Lo kan bisa nglampiasin rasa frustasi lo dengan hal-hal yang baik." Ara tidak membiarkan Fara menyela dan membela dirinya sendiri. "Gue jug—"

Pletakk

Fara menjitak Ara, dan yang dijitak mengaduh kesakitan. "Apaan sih! Gue bukan mabok gituan kali!"

"Ya terus ... tadi ...."

Fara mendengus, jengah. "Makanya dengerin gue dulu!"

"Terus?"

"Diem lo, Ra!" ujar Mysha mengintrupsi agar Ara diam.

Ara mencibir, lalu diam, mendengarkan.

"Gue mabok pelajaran agama. Yakali disuruh merangkum dua bab. Sinting! Mana banyak tulisan arabnya! Kan tulisan arab gue kayak ceker angsa."

"Oh," ujar Ara dan Mysha serempak.

Fara mendelik. "Gue cerita panjang lebar, kalian cuma jawab oh?"

"Terus kudu gimana?"

"Tau ah. Gue ngambek!" sungut Fara lalu memakan mie ayam hasil menitip pada antrian paling depan. Dasar licik!

Lama para siswa duduk di kantin, dan banyak juga yang melakukan kegiatan lain, bel masuk belum juga berbunyi. Siswapun tidak terlalu perduli. Malah senang karena jam istirahat diperpanjang.

Mereka asyik mengobrol dan bahkan ada yang menambah makan karena masih lapar.

"Ini kok nggak masuk-masuk ya?" tanya Mysha.

"Meneketehe. Lumayan, dapet tambahan waktu istirahat coy!" Ara tersenyum jenaka sampai matanya menyipit. Ia benar-benar imut.

"Waktu itu emas ya, Ra."

"Iya-iya, Mica yang rajin." Raut wajah ara berubah masam. Ia mengakui bahwa dirinya tidak serajin kedua temannya. Bahkan beda jauh sekali.

"Kalau lo mau berubah, lo pasti bisa jadi anak rajin kok." Senyum Mysha begitu teduh, seakan orangtua yang sedang menasehati anaknya.

"Ara udah coba, Ara bangun pagi, tapi tetep aja. Lockscreen yang Mica buat juga pasti selalu Ara baca sebelum Ara ganti." Suara Ara mencicit. Jika Ara sudah berkata demikian, maka dirinya sudah merasa tidak nyaman dengan pembicaraan yang sedang berlangsung.

IRIDESCENT [Completed]Where stories live. Discover now