Bagian 8

2.1K 170 1
                                    

Happy reading ❤

***

Kamu memang menyebalkan. Tapi kamu juga bisa membuat aku merasa kesal dan senang secara bersamaan walau dengan hal yang sederhana.

-I R I D E S C E N T-

***

"Gue nggak suka."

Ara mengrenyitkan dahinya, bingung. "Nggak suka apa?"

Gavin menatap Ara datar. "Ada yang liatin."

Kerutan di dahi Ara semakin bertambah. "Liatin siapa? Aku?"

"Hm."

Ara mendengus. "Ya iyalah diliatin! Kan aku manusia, bernafas, dan terlihat, Kak Gav. Gimana, sih!"

Gavin tidak menjawab ucapan Ara
Ia menyalakan mesin motornya lalu menyuruh Ara naik.

Ara menatap boncengan motor Gavin dengan horor. Boncengan itu begitu tinggi dan Ara tidak yakin bisa naik. Namun ia tidak punya pilihan lain. Alhasil, ia tetap mencoba menaikinya. Ara berdecak kesal. "Motor apa tiang listrik, sih! Tinggi amat!" Ara menggerutu dengan bibir yang mengerucut lucu. "Kak Gavin." Ara merengek sambil menarik-narik lengan jaket cowok yang mengajaknya pulang bersama.

"Kenapa?"

"Nggak bisa naik," ucap Ara masih dengan bibir mengerucut. "Aku tuh, nggak suka naik motor ginian. Rempong plus tinggi, susah naiknya, terus nanti punggungnya sakit mbungkuk mulu."

"Bukan salah motornya."

"Terus?"

"Lo pendek," jawab Gavin sambil membantu Ara menaiki motornya.

Ara yang mendengar itu, saat sudah selesai duduk di atas motor, sontak menggeplak pundak Gavin agak keras. "Aku tinggi, kok. Motor Kak Gav aja yang ketinggian!" sungut Ara kesal. Ia juga tahu kalau dirinya pendek. Tapi nggak usah diomongin juga. "By the way, Kak Gav sukanya naik motor kayak gini?"

"Kamu."

Ara tidak bisa mendengar apa yang Gavin ucapkan karena motor Gavin sudah melaju membelah jalanan. "Kak Gav ngomong apa?" tanya Ara sedikit berteriak.

"Gak."

***

Hari ini Ara duduk dengan perasaan resah. Ia belum mengerjakan tugas yang harus ditumpuk setelah jam istirahat. Biasanya ia akan menyalin milik Mysha, namun kini mereka belum berbaikan.

Katakan Ara bergantung pada Mysha. Karena memang begitu kenyataannya. Dan sekarang ia tidak tahu harus bagaimana. Ara memang tipikal gadis pemalas dan tidak suka memperhatikan pelajaran. Untung saja selama ini Mysha mau berteman dan direpoti olehnya. Jika saja tidak, ia tidak tahu nasibnya bagaimana.

Selama pelajaran pun, mereka saling diam. Saat seperti ini, tidak pas jika Ara tiba-tiba meminta buku tugas milik Mysha untuk disalinnya. Sepertinya pun, Mysha tidak ingin memberikan buku tugasnya dan ingin memberi pelajaran pada Ara bahwa tidak ada teman sebaik dirinya.

Hingga jam pelajaran usai, Ara semakin resah. Akhirnya ia mencoba mengerjakan sebisanya, sengarangnya, dan seadanya. Baru saja menjawab satu soal---yang sedikit ngarang, ia sudah pusing lima puluh keliling. Iya. Ara tidak ke kantin lagi hari ini karena tugasnya. Ara putus asa sampai ia berniat mengerjakan sengarang-ngarangnya padahal itu bukan tugas bahasa Indonesia yang perlu mengarang. Andai saja ia telaten membaca buku paketnya, ia akan dengan mudah menemukan jawabannya.

"Oke, Ara yang imut bak artis kowreya, mulailah mengarang walau bukan tugas Indo. Semangat!" Ara berancang-ancang menulis apa saja yang ada di otaknya. Hingga sebelum pulpennya menyentuh kertas yang baru tertulis dua baris, ponselnya bergetar menandakan ada pesan. Akhirnya karena ponsel lebih menggoda, Ara mengambil ponsel lalu mengeceknya. Ada pesan dari nomor tidak dikenal.

IRIDESCENT [Completed]Where stories live. Discover now