Bagian 10

2.2K 166 3
                                    

Hari minggu adalah hari yang seharusnya menyenangkan karena bisa berleha-leha dan melakukan kegiatan apapun termasuk bermalas-malasan atau pergi hangout bersama teman bahkan bersama pacar. Namun itu tidak berlaku bagi Ara yang harus menjadi kurir di toko roti milik Lila karena sedang banyak pesanan. Mau menolak nanti dibilang anak durhaka, jadilah Ara membantu Lila sampai hampir malam menjelang membuat ia kelelahan.

Paginya Ara berangkat sekolah dengan terburu-buru karena bangun kesiangan dan masih ada tugas yang belum dikerjakan. Ara bahkan tidak mandi karena ingin cepat sampai sekolahan dan menyalin tugas Mysha seperti biasa. Jika saat ini ia berangkat, walau berkendara dengan laju kecepatan kencang, sampai di kelas ia hanya akan mempunyai waktu limabelas menit untuk menyalin.

Sambil menalikan sepatunya, Ara mendesah keras. "Andai aja papa shift pagi, bisa ngerjain di mobil walau cuma setengahnya."

Ara berjalan keluar dari kamar menuju ruang makan berniat pamit. Hari ini tidak ada waktu untuk sarapan karena sekarang lebih penting tugas sosiologinya. "Ma, Ara berangkat dulu," pamit Ara sambil mencium tangan Lila.

Ara melangkah sambil memainkan kunci motornya. Belum sampai ruang tamu, langkahnya langsung terhenti mendengar kalimat yang Lila lontarkan.

"Ra, motornya mau Mama bawa arisan di ujung komplek sana." Lila mengucapkannya dengan santai sambil menyiapkan sarapan untuk Alfa.

"Tapi kan, Ma, aku sekarang mau sekolah."

"Ya terus? Mama juga tau kamu bakal sekolah!"

"Motornya mau aku pake."

"Naik angkot kan bisa, masa Mama harus jalan kaki ke ujung komplek! Yang bener aja! Bisa bengkak kaki Mama."

"Tugasku belum selesai dikerjain, Ma." Ara mencoba bernegoisasi berharap semoga Lila mau mengalah. "Lagian, Papa kan, bentar lagi juga pulang."

"Makanya, jadi anak itu yang rajin! Pekerjaan rumah ya dikerjakan di rumah! Bukan di sekolahan!" gretak Lila pada Ara. "Pokoknya Mama nggak mau tau, motornya mau Mama pakai!"

Ara memejamkan matanya lalu tersenyum. Berbalik, kemudian mendekat pada Lila. "Ya udah, ini kuncinya Ara balikin. Ara naik angkot aja."

Ara keluar dengan suasana hati yang tidak baik. Ia berjalan menyusuri jalanan komplek sambil menunduk. Ia berpikir akan meminta Mysha untuk memotret tugas dan mengirim padanya dan akan ia kerjakan di angkot, atau mungkin membiarkan dirinya dihukum.

Tin tin.

Ara menyingkir lebih ke tepian jalan, karena mungkin ia berjalan terlalu ke tengah. Namun mobil itu berhenti saat sudah tepat di sampingnya.

Ara menoleh, dan menemukan Gavin di dalam mobil dan menatapnya datar.

"Masuk."

"Aku ... masuk?" tanya Ara ragu.

"Iya."

Tanpa pikir panjang, Ara masuk ke dalam mobil Gavin walau dalam batin bertanya-tanya. Untuk saat ini, ia harus mengerjakan tugas dan mengerjakan di dalam mobil Gavin sepertinya keputusan yang tepat. Saat sudah siap dan safety belt yang terpasang sempurna, Ara bersuara. "Kak Gav kok ada di sini? Memangnya rumah Kak Gav di komplek sini juga?"

"Bukan." Gavin menoleh sekejap, kemudian fokus dengan kemudinya.

Ara mengangguk-anggukan kepalanya tanda mengerti. "Terus Kak Gav ke daerah sini, ngapain?"

"Jemput lo."

"Nga---" Perkataan Ara terhenti karena Gavin tiba-tiba menepikan mobilnya.

"Kak Gav? Kok berhenti?"

IRIDESCENT [Completed]Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora