Bagian 12

2K 161 7
                                    

Bagian 12

Sore hari yang cerah menemani Ara yang baru saja selesai akan tugasnya mengantar pesanan roti seperti biasa. Ara bergegas pulang setelahnya karena di toko sudah tidak terlalu banyak pelanggan dan pesanan sudah hampir terkirim semua. Ia ingin bermalas-malasan dengan Milko-nya yang menggemaskan. Namun sebelumnya ia harus mengirim satu pesanan yang alamatnya masih satu komplek dengan dirinya.

Ara tersenyum ketika melihat sudah ada dua cup coklat panas yang baru saja ia beli. Mungkin jika sampai rumah nanti sudah agak menghangat, namun tidak masalah yang penting minuman rasa coklat. Entah kenapa hari ini ia sangat ingin minuman rasa coklat.

Motornya melaju lumayan cepat karena ingin segera sampai rumah. Coklat panasnya seakan sudah menari-nari menggodanya meminta untuk cepat diminum. Namun saat dirinya akan mempercepat laju motornya setelah mengantar kue ke tempat tujuan, ia melihat seseorang yang sedang duduk dengan kepala mendongak dan membuat semilir angin tanpa tahu malu membelai wajahnya. Ara tahu betul siapa pemilik rambut hitam pekat itu.

Laju motornya justru memelan, sampai akhirnya berhenti.

Tanpa sadar, Ara berdiri kemudian melangkah menuju orang itu. Saat tinggal beberapa langkah, dirinya berhenti. Ia mengamati wajah tampan—sedikit imut itu yang matanya terpejam dengan hembusan napas yang teratur.

Apa dia tidur? Pikirnya.

Ara tersenyum kala mengingat apa yang ia ucapkan pada Gavin terakhir kali mereka bertemu. Padahal dirinya yang meminta untuk kembali tidak saling kenal, namun nyatanya dirinya juga yang justru mendekat.

Ya, orang yang beberapa langkah di depannya adalah Gavin. Cowok pertama yang Ara tembak karena dare dari Fara.

Munafik jika dirinya tidak terpesona pada Gavin. Ia adalah pecinta cogan dari belahan dunia manapun, terbukti dari banyaknya cowok tampan yang ia follow di akun Instagramnya. Entah sejak kapan Gavin masuk ke dalam kategori cowok tampan dalam daftarnya.

Yang jelas, Gavin tidak kalah dengan cowok yang ada di Instagram.

Ara ingin berbalik lalu pergi karena teringat jika dirinya memang menghindar dari Gavin, namun hatinya seolah memaksanya untuk tetap di sini, menemani Gavin yang dari raut wajahnya terlihat seperti sedang memikirkan sesuatu walau tidak terlalu kentara. Ia baru sadar, jika Gavin tidak benar-benar tertidur.

Dengan memberanikan diri, ia mencoba memanggil. “Kak Gav ....”

Mata terpejam itu seketika terbuka. Menampilkan mata indah namun mampu mengintimidasi siapapun. Bukannya takut akan tatapan Gavin yang tajam, Ara justru tersenyum. “Katanya rumahnya bukan di komplek sini, tapi kok di taman komplek sini, sih.”

Gavin menegakkan duduknya, kemudian kepalanya menoleh pada sumber suara. Ara di sana, beberapa langkah dari tempat ia duduk, berdiri dengan senyuman lebar. “Memang,” jawab Gavin.

“Tapi kok di sini? Memangnya kompleknya Kak Gav nggak ada tamannya, ya?" tanya Ara dengan nada mengejek. "Kasihan,” lanjutnya sambil mengetukkan jari telunjuknya di dagu.

“Ada, tapi beda.”

“Bilang aja tamannya jelek, di sini bagus.” Ara mencibir sambil memutar bola matanya malas. “Kak Gav, ini aku lagi tanya serius loh ya. Kak Gav lagi punya keresahan hati?" tanya Ara dramatis.

“Katanya disuruh kayak gak kenal, tapi nanya-nanya.” Gavin justru mengalihkan topik, sambil mengusap wajah Ara dengan tangan besarnya.

Ara menggaruk tengkuknya dengan bibir mengerucut, menahan malu karena termakan omongannya sendiri. “Oh, jadi Kak Gav nggak mau kenal sama aku, ya udah nggak papa aku ikhlas dunia akhirat.” Ara akan melangkah pergi, namun tangannya di tahan oleh Gavin. Ara tidak tahu sejak kapan Gavin sudah berdiri dari duduknya. “Apaan, sih, Kak Gav! Lepasin! Kan udah nggak kenal!”

IRIDESCENT [Completed]Where stories live. Discover now