Bagian 2

3.3K 215 6
                                    

Gavin, Harris dan Aksa berjalan menuju kelas dengan diiringi percakapan absurd—lebih tepatnya hanya Harris dan Aksa yang berceloteh dan Gavin yang diam atau sesekali menjawab.

Gavin. Lengkapnya Gavin Aldevaro cowok paket komplit idaman para cewek normal di manapun. Hanya saja kekurangannya dia cuek pada sekitar. Cowok yang kabarnya berpacaran dengan mantan ketua eskul modeling yang bernama Jessica, tapi dua curut yang selalu membuntuti Gavin membantah itu mentah-mentah. Siapa saja yang melihat sekilas tentang Gavin akan merasa iri karena hidupnya terlihat begitu sempurna. Punya wajah rupawan dan harta berlimpah. Ditambah sahabat yang selalu membuntutinya kemanapun. Tapi percayalah, tidak ada yang sempurna termasuk Gavin. Dia punya sesuatu yang tidak di ketahui siapapun.

"Gapin, nanti lo pulsek ada acara?" tanya Harris.

"Nggak."

"Gapin main yok," ajak Harris seperti anak kecil yang sedang mengajak temannya bermain kelereng.

"Gampang," jawab Gavin enteng.

Mata Harris berbinar senang. "Di rumah lo ya, ya, ya," ucap Harris dengan nada memohon sambil menatap Gavin dengan puppy eyesnya. Dikira Gavin tidak jijik.

Gavin menatap kedua temannya datar. "Iya."

"YES!" pekik Harris senang. Bahkan Aksa yang sedari tadi hanya menyimak pun ikut memekik girang. Mereka berdua memang sangat senang berkumpul di rumah Gavin. Di rumah Gavin banyak makanan, rumahnya nyaman dan yang paling utama adalah papa Gavin dengan senang hati memasang wi-fi. Bagi kaum misqueen seperti Harris dan Aksa, itu bisa dibilang rejeki yang tidak boleh ditolak.

"Oh, iya. Tadi yang di depan Gavin yang nunduk mulu siapa, ya? Sa, lo tau nggak namanya siapa?"

Aksa mengerutkan keningnya, bingung. "Yang mana?"

"Itu loh, yang tadi di sampingnya Fara persis."

"Nggak tau. Lagian gue kenal Fara doang. Dia kan, lumayan terkenal."

"Masa sih? Emangnya yang bareng Fara tadi, dia nggak terkenal?"

Aksa mendengus. "Lo aja yang suka liatin cewek cantik sama bohay nggak kenal dia, kan?"

"Lah, iya juga sih, pokoknya sekarang dia masuk daftar cecan versi Harris Kalingga yang tampan rupawan."

"Jijik, Ris. Sumpah!" ujar Aksa berekspresi seperti ingin muntah dan Harris tertawa kencang.

Harris yang tadi sempat melihat Gavin menatap cewek yang sedang dibicarakan pun berniat menggoda. "Cantik ya, Vin, tadi cewek yang di depan lo persis," ujar Harris lalu terkekeh.

Gavin hanya melirik sekilas tanpa berniat menjawab.

Aksa mencibir. "Yaelah kanebo kering! Jawab kek, Pin. Elah."

Setiap topik tentang cewek yang dibahas, pasti Gavin tidak akan mau repot-repot bersuara. Mungkin suaranya mahal bagai berlian dan selembut sutera. Padahal suaranya berat seperti pasir satu truk. "Hm."

"Astaga naga daun kentut-kentutan! Bisa nggak ngomong sama gue nggak ham-hem doang," pekik Harris tertahan. Dia gemas sendiri dengan tingkah Gavin.

"Iya, cantik. Puas!"

"Nah gitu dong, ngegas," ucap Harris dan Aksa bersamaan lalu tertawa. Jarang-jarang Gavin seperti itu. Sedangkan Gavin menatap dua mahluk itu datar. Sudah paham bahwa kedua temannya suka sekali meledeknya. Sering kali Harris dan Aksa dengan jahilnya memanggil cewek-cewek untuk duduk di samping Gavin ketika berada di kantin. Katanya biar Gavin cari gandengan karena tanggannya sudah lumutan karena jomblo dari lahir.

IRIDESCENT [Completed]Where stories live. Discover now