34 || How?

1.3K 69 0
                                    

Huhh..ilmu IPA ku harus diperas di bab ini. Haha, demi part ini, aku sampai baca artikel tentang penyakit-penyakit langka. Benci ipa, tapi gapapa lah sekali-kali baca yaa..hehe
.
.
Hepi riding!
.
.
.
.
.
.
.







Ramya POV

Suntuk rasanya, hanya diam memperhatikan para orangtua saling beradu pendapat. Aku menatap Alan yang sepertinya juga bosan. Aku bertopang dagu dan menguap sesekali.

Kulirik jam sekilas, jam 3 sore, entah kenapa aku sangat mengantuk.

"Lan, kapan selesai sih?" bisikku pada Alan yang menidurkan kepalanya dimeja.

Sekarang, kami tengah mengadakan pertemuan keluarga untuk membahas pertunangan kami yang akan diselenggarakan secara privasi pada awal bulan Juni. Lebih tepatnya tinggal terhitung tiga minggu lagi.

"Pa, ma, tante, om, abang, mba, semuanya, kapan kelar sih? Mata Alan sampe kempes gini nungguin kalian ngomong. Beneran deh, suntuk!" ucap Alan sambil mengusap wajahnya kasar agar tetap terjaga.

Mereka semua menoleh pada Alan disertai cengiran mereka.

"Maaf ya. Hehehe..kami kebablasan sampe lupa sama kalian," ucap Tante Lisha, bundaku.

"Kalian boleh keluar deh. Atau gak bulan madu ke pulau kapuk sana!" canda Om Devan, ayah Alan.

Alan berdecih lalu menarik tanganku pergi dari sana secara tidak sopan. Para orangtua selalu memaklumi sikap Alan yang satu ini, itu juga karena keturunan dari Om Devan.

Drrrttt...drrrt...

Aku menoleh pada Alan yang masih menarikku menuju mobil.

"Lan, itu ada yang telpon. Angkat dulu! Siapa tau penting," ucapku memberitahu.

Alan melepaskan genggaman tangannya padaku lalu merogoh sakunya dan mengangkat panggilan itu.

"Hallo?"

"...."

"Kemana sih? Yang bener ngomongnya. Kok panik gitu dah?"

"...."

"Kasih tau apaan Parel sayang? Tarik napas dulu ayo. Tarik, hembuskan... Kenapa Keisya?"

"...."

"Hah? Kok bisa? Ke rs Kanaya kan?"

"...."

"Iya. Pas banget gue lagi sama Ramya."

"....."

"Ada ap---"

Kurasa Farel memutuskan sambungannya sepihak. Setelah itu aku melihat Alan yang mulai panik. Keringatnya mulai bercucuran. Dia terus berlari-lari kecil ditempat.

"Kenapa sih?! Kamu kebelet pipis?" tanyaku bingung dengan tingkahnya.

Dia menggeleng seraya menggigit kukunya yang tak berdosa.

"Kenapa?"

"Keisya masuk rumah sakit!"

Aku memukul kepalanya pelan lalu menariknya kasar menuju mobil.

"Kenapa gak bilang bodoh! Cepet jalan!"

****

Farel POV

Sekarang hari sudah hampir larut. Jam sudah menunjukkan pukul delapan malam. Kulihat Ramya dan Alan yang sudah tertidur di salah satu kursi panjang diluar UGD. Kini aku masih menunggu mama yang tengah dalam perjalanan dari kantor papa menuju rumah sakit.

Sincerity  [✔]Where stories live. Discover now