07 || Night

2K 125 4
                                    

Aku merasa kasihan pada Kak Galen. Semenjak kemarin malam, Kak Galen jadi urung keluar kamar. Hari ini pun aku terpaksa meninggalkan Kak Galen sendiri dirumah karena aku dan Farel hendak ke pasar malam sepulang sekolah.

"Kak.. nanti aku pulang malam ya," ucapku diambang pintu, berharap di dengar olehnya.

"Masuk, Kei." Mendengar suaranya, aku pun masuk seperti yang ia perintahkan.

"Apa?"

"Berangkat sama siapa?"

"Sendiri. Pesan ojek online."

Kak Galen mengangguk. "Gue gak sekolah dulu ya. Titip pesan ke Pak Juan. Bilang aja gue lagi gak enak badan."

"Oke."

****

Sekarang, aku dan teman-teman sekelasku tengah berada di kolam renang sekolah. Hari ini kami akan pengambilan nilai.

Sudah sedari tadi aku jengah mendengar ocehan Ramya yang tak kunjung berhenti. Ia terus saja menggoda ku sambil sesekali mengucapkan perihal mengenai cinta. Itu semua karena kelas Farel juga ada disini.

"Iya, Ramyaa.." Entah sudah keberapa kali nya aku mengucapkan itu.

"Gue aja udah sadar dari dulu kalau Farel suka sama lo. Kenapa lo sendiri gak sadar-sadar?" Ramya terus mencak-mencak tidak jelas di hadapanku.

"Gak tau." Ramya menjambak rambutnya kesal.

"Pokoknya, bulan depan lo udah harus jadian sama Farel. Gak mau tau! Titik!"

Apa ini? Memangnya dia siapa? Menurut novel yang ku baca, cinta itu tidak bisa dipaksakan. Kenapa Ramya malah sebaliknya?

"Oh, iya, kenapa lo batalin janji buat nemenin gue sama Alan ke Mall?" Begini lah Ramya, mood nya tidak bisa ditebak.

"Mau ke pasar malam."

"Sama?"

"Farel." Aku dikejutkan oleh Ramya yang memukul bahuku cukup keras.

"Tuh kan! Belum pacaran aja udah kebanyakan kencan." Ramya melipat tangannya di depan dada.

Aku menghiraukannya lalu menatap Bu Thania yang tengah sibuk menilai.

***

Ramya menyenggol lenganku ketika ia melihat Farel di parkiran.

"Sana! Jangan buat dia menunggu. Itu tidak baik." Ramya tertawa keras setelahnya. Aku mengernyit bingung.

"Ayo." Farel menarik tanganku menuju motornya.

..

Di perjalanan, aku hanya diam, begitu juga dengan Farel. Padahal sedari tadi aku ingin bertanya sesuatu.

"Eum..Farel."

"Apa?" jawab Farel sedikit dikeraskan karena volume suaranya kalah dengan suara hembusan angin yang menerpa.

"Ini masih jam 3. Langsung ke pasar malam?"

"Memangnya lo mau kemana dulu?"

"Rumah? Aku mau ganti pakaian." Setelah melihat anggukan dari Farel, aku pun kembali diam.

****

Aku sungguh senang hari ini. Untuk yang pertama kalinya aku naik bianglala. Sungguh indah. Dari atas sini lah aku bisa melihat seisi pasar malam yang begitu ramai pengunjung.

"Keisya?" Aku menoleh cepat ketika Farel memanggilku.

Aku memukul pelan lengannya. Dia baru saja memotretku tanpa ijin, lagi~

"Maaf, maaf. Ini yang terakhir," ucap Farel dengan cengirannya.

Kemudian aku diam, kembali menatap pemandangan dibawah sana sembari menjulurkan tanganku ke luar bianglala hingga setetes air mengenai tanganku.

Hujan.

"Aaaaa!!" Aku terkejut ketika petir menyambar disertai hujan yang tambah deras. Sedikit bocoran, aku phobia kegelapan dan petir. Aku ingin duduk di sebelah Farel agar tenang, tapi aku takut terjatuh karena bianglala tak akan seimbang.

"Farel, aku takut!" Farel menatapku khawatir. Dia memegang kedua tanganku sampai kami turun dari bianglala.

Farel melepas jaketnya lalu melebarkannya tepat diatas kepalaku dan Farel. Aku mengikutinya berlari menuju salah satu kedai untuk berteduh.

"Basah gak?" tanya Farel begitu kami sampai. Aku melihat pakaianku, hanya celana ku yang sedikit basah. Bisa dibilang itu hanya cipratan air hujan.
Aku menggeleng.

Farel tersenyum simpul lalu melihat jam putih di pergelangan tangannya.

"Sayang sekali hujan. Kita tidak bisa foto," ucapku. Farel menatapku lalu menggenggam tanganku, lagi.

"Masih jam 7. Kita ke Mall."

***

Sesekali aku mengusap mulutku yang terkena krim. Farel seringkali terkekeh melihatku melakukan itu.

Ngomong-ngomong, kami sudah di Mall sejak satu jam yang lalu.

"Udah gak hujan," ucap Farel.

"Masa?" Farel menunjuk ke arah pintu utama Mall. Dari sini bisa dilihat kalau hujan sudah reda.

"Lalu?" tanyaku.

"Kita ke luar.." Farel mengajakku ke atas salah satu cafe. Disana menjadi tempat favorit remaja untuk berkumpul. Tempatnya terbuka dan sangat indah karena lampu-lampu terang menghiasi tempat ini.

"Disini bagus kan?" Aku mengangguk cepat.

"Spot foto yang bagus," ucapnya seraya memencet tombol kamera. Seperti biasanya, jika aku sadar kamera, aku segera tersenyum ke kamera.

Farel tersenyum melihat hasil jepretan nya.

"Bagus gak?" tanyaku antusias.

"Bagus banget."

"Liat, liat!" Farel menarik kameranya ketika aku berhasil memegangnya. Aku sedikit terkejut.

"Nanti aja. Gue posting foto ini."

"Ih, liat dulu. Kalau bagus baru boleh kamu posting." Aku menatapnya kesal.

"Ini bagus. Jangan pesimis. Spot fotonya udah bagus, yang foto juga cakep, pasti hasilnya bagus," ucapnya sambil terkekeh.

"Kalau yang difoto jelek, sama aja." Oke, aku merajuk. Aku kesal jika seseorang yang memotret diriku tidak menunjukkan hasilnya.

"Lo cantik, Keisya. Liat nanti, pasti ini adalah foto terbagus yang lo punya."

*****
Bersambungg... Yee:v

Makin gak jelas, fiks.
Betewe ini kutulis sambil baca
buku PKN. Jadi kurang konsen, hehe..

Vote n komen ya.. bye!

Sincerity  [✔]Where stories live. Discover now